Skizofrenia merupakan sindrom dengan variasi penyebab (banyak yang belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tidak selalu bersifat kronis atau ”dereriorating”) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada pertimbangan pengaruh genetik, fisik dan sosial budaya (Maslim, 2002).
Skizofrenia dalam Chaplin (2006) dikatakan sebagai reaksi psikotis dari gangguan psikologis yang dicirikan:
1. Pengunduran diri atau pengurungan diri.
2. Gangguan pada kehidupan emosional dan afektif.
3. Bergantung pada tipe dan adanya:
a. Halusinasi
b. Delusi
c. Tingkah laku negativistis.
d. Kemunduran atau kerusakan yang progesif
Simtom-simtom yang dialami penderita skizofrenia mencakup gangguan dalam hal penting antara lain berupa gangguan pikiran, persepsi, dan perhatian; perilaku motorik; afek atau emosi; dan keberfungsian hidup. Rentang masalah orang-orang yang didiagnosis menderita skizofrenia sangat luas, meskipun dalam satu waktu penderita umumnya mengalami hanya beberapa dari masalah tersebut (Davidson dkk, 2006). Skizofrenia berbeda dengan kategori diagnostik yang lain sebab tidak ada simtom penting yang harus ada untuk menegakkan diagnosis skizofrenia.
Penyebab gangguan skizofrenia secara pasti belum dapat diketahui, namun beberapa ilmuwan mengatakan peran faktor-faktor genetik berpengaruh terhadap timbulnya gejala skizofrenia. Hal ini diperkuat dengan beberapa studi yang dilakukan, antara lain studi keluarga, studi orang kembar dan studi adopsi. Studi keluarga menghasilkan bahwa para kerabat pasien skizofrenia memiliki resiko yang lebih tinggi, dan resiko tersebut semakin tinggi bila hubungan kekerabatannya semakin dekat. Sedangkan studi orang kembar menghasilkan bahwa kembar monozigot (identik) lebih akan mengalami resiko terkena skizofrenia lebih tinggi jika salah satunya mengalami gangguan skizofrenia, dapat dilihat dalam tabel 1 (pada latar belakang permasalahan umum). Studi adopsipun mendukung dengan menyatakan bahwa anak-anak dari ibu yang mengalami skizofrenia dan dirawat oleh orang lain sejak bayi, anak-anak tersebut mengalami skizofrenia, lemah mental, gangguan psikotik dan neorotik. Dari ketiga studi ini memperkuat adanya pengaruh genetik dengan gangguan skizofrenia yang dialami individu, hal ini akan semakin diperkuat dengan faktor psikososialnya. Namun demikian skizofrenia dapat pula timbul dikarenakan oleh stress yang berat, adanya infeksi virus dan faktor kemiskinan yang berkepanjangan.
Gejala-gejala skizofrenia awal terjadinya skizofrenia terkadang tidak disadari oleh keluarga maupun orang terdekat. Pada awalnya orang yang menderita skizofrenia mengalami gangguan tidur, menarik diri dari lingkungan, kurang dapat berkonsentrasi dan adanya perubahan kepribadian. Gejala ini akan terus meningkat dengan berjalannya waktu jika tidak ditangani dengan segera semakin lama akan nampak aneh, sebab orang yang mengalaminya akan nampak tidak wajar antar lain: marah-marah tanpa sebab, berbicara tidak masuk akal, melakukan tingkah laku yang tidak wajar dan memiliki pandangan terhadap sesuatu secara tidak wajar. Gejala tersebut berkembang yang memunculkan waham, halusinasi dan terjadi gangguan pikiran.
Gangguan pikiran yang dialami oleh penderita skizofrenia dipengaruhi oleh emosi penderita yang tidak stabil. Berdasarkan data yang didapatkan peneliti pada penderita skizofrenia rata-rata mengalami emosi yang tidak stabil, antara lain penderita skizofrenia mengalami: marah-marah, membanting-banting barang, mengamuk, dan teriak-teriak tanpa sebab. Oleh karena itu dibutuhkan terapi dalam menangani individu yang mengalami skizofrenia. Dengan hal yang tersebut diatas maka peneliti menawarkan terapi penanganan bagi penderita skizofrenia yang akan dijelaskan lebih lanjut pada bab selanjutnya. Penelitian yang dibuat peneliti ini juga bertujuan untuk membantu masyarakat pada umumnya mengetahui gejala-gejala gangguan psikologis (khususnya skizofrenia) dan khususnya bagi orang tua yang memiliki anak remaja dapat mengetahui gejala awal gangguan psikologis penyebab skizofrenia serta dapat melakukan usaha pencegahan terjadinya gangguan psikologis tersebut.
Agar penderita skizofrenia dapat mengenali reaksi emosi yang dialami, maka dalam melakukan hal tersebut penderita memerlukan konsentrasi. Konsentrasi sendiri terjadi apabila terjadi proses integrasi antara otak kanan dan otak kiri, dan hal ini yang belum terjadi pada penderita skizofrenia. Maka diperlukan suatu metode dalam mensinergikan antara otak kanan dan otak kiri, salah satunya dapat dilakukan dengan brain gym sebab brain gym dapat menyentuh aspek fisik dan aspek psikologi (emosi dan kognitif). Menurut Dennison&Dennison (2006) brain gym sangat cocok untuk kebutuhan khusus bahkan orang dengan kerusakan otak dan dapat meningkatkan energi (vitalitas) dengan melakukan gerakan-gerakan dalam kegiatan sehari- hari. Gerakan brain gym yang sederhana dan mudah dapat diikuti oleh penderita skizofrenia. Hal ini dikarenakan gerakan sederhana tersebut dapat menstimulus tubuh termasuk otak.
Penanganan yang dilakukan terhadap pasien skizofrenia selama ini meliputi penanganan secara psikologi, perawatan dan medis. Secara medis penderita diberikan obat sebagai mengontrol, secara perawatan penderita diberikan pengarahan tentang perawatan diri dan secara psikologis penderita diberikan pengarahan pengelolaan emosi. Maka untuk mendapatkan hasil yang optimal dalam beberapa penanganan tersebut dibutuhkan kemampuan yang dapat mempengaruhi psikis maupun fisik. Penerapan brain gym pada penderita skizofrenia merupakan salah satu cara yang digunakan oleh peneliti sebagai terapi untuk membantu mengoptimalkan konsentrasi dalam hal pemusatan perhatian dan pengelolaan emosi.
SELENGKAPNYA ...KLIK
aq penderita skizofrenia...
BalasHapusdan aku nak tahu leh sahabatku sekalian bhwa apa itu relapse signature...
email aku mujahid_mudaz@yahoo.com
Gimana yaa caranya bs dapat arsip lengkap topik di atas??
BalasHapusMohon bantuannya.. :)
Trima kasih..