Minggu, 30 Januari 2011

Asuhan Kebidanan pada NY”R” usia 53 tahun dengan Menometrorrhagia

            Tidak sedikit perempuan yang bermasalah saat menstruasi. Mulai dari darah menstruasi yang terlalu sedikit, menstruasi yang datang terlambat sampai nyeri perut yang luar biasa. Secara klinis gangguan tersebut timbul karena siklus menstruasi melibatkan hormon penting dalam tubuh yang sangat rentan mengalami masalah.  Salah satu keluhan yang sering dialami perempuan adalah volume darah menstruasi yang berlebihan. Dalam istilah medis kondisi ini disebut menometrorrhagia atau menorrhagia

.Schroder pada tahun 1915, setelah penelitian histopatologik pada uterus dan ovarium pada waktu yang sama, menarik kesimpulan bahwa gangguan perdarahan yang dinamakan menorrhagia haemoragika terjadi karena persistansi folikel yang tidak pecah sehingga tidak terjadi ovulasi dan pembentukan korpus luteum.  Akibatnya terjadilah hyperplasia endometrium karena stimulasi estrogen yang berlebihan dan terus-menerus. Penjelasan ini masih dapat diterima untuk sebagian besar kasus-kasus perdarahan disfungsional.Perdarahan uterus disfungsional merupakan diagnosis penyingkiran dimana penyakit lokal dan sistemik harus disingkirkan.Sekitar 50% dari klien sekurang-kurangnya berumur 40 tahun, sekitar 20% yang lain adalah remaja putri karena ini merupakan saat – saat dimana siklus anovulatori lebih sering ditemukan.                                        

            Oleh karena itu penulis mengambil kasus ini karena memerlukan penanganan asuhan kebidanan secara komprehensif yang bertujuan untuk mengatasi permasalahan ibu dengan pola perdarahan abnormal pada menstruasi.

 

 

Kode File : Z004
File STUDI KASUS ini meliputi :
• Daftar isi
• Bab 1-5 lengkap (Pendahuluan s/d Penutup)
• Daftar Pustaka


Bentuk file : Ms.Word (Doc)
Donasi : Rp. 30.000,-


Asuhan Kebidanan pada Ny ”L” P1001 Ab000 dengan akseptor KB Suntik 3 Bulanan kunjungan ulang

Keluarga sebagai unit terkecil kehidupan bangsa, diharapkan menerima norma keluarga kecil bahagia sejahtera (NKKBS) yang berorientasi pada catur warga atau zero population grwoth. Gerakan KB Nasional Indonesia dan masyarakat dunia menganggap bahwa Indonesia mampu menurunkan angka kelahiran.Pelayanan Keluarga Berencana perlu mendapatkan perhatian yang serius, karena dengan mutu pelayanan Keluarga Berencana berkualitas diharapkan akan dapat meningkatkan tingkat kesehatan dan kesejahteraan. Dengan telah berubahnya paradigma dalam pengelolaan masalah kependudukan dan pembangunan dari pendekatan pengendalian populasi dan penurunan fertilitas menjadi pendekatan yang terfokus pada kesehatan reproduksi serta hak reproduksi, maka pelayanan KB harus menjadi lebih berkualitaas serta memperhatikan hak – hak dari klien dalam memilih metode kontrasepsi yang diinginkan. Salah satu metode kontrasepsi adalah Suntik.Keuntungan dari metode ini adalah tingkat efektifitasnya tinggi dan metode kontrasepsi tidak permanent. Kesehatan reproduksi merupakan bagian penting dari program kesehatan dan merupakan titik pusat sumber daya manusia mengingat pengaruhnya terhadap setiap orang dan mencakup banyak aspek kehidupan sejak dalam kandungan sampai pada kematian. Oleh karena itu pelayanan kesehatan reproduksi harus mencakup empat komponen esensial yang mampu memberikan hasil yang efektif dan efisien bila dikemas dalam pelayanan yang terintegrasi. Salah satu dari empat komponen esensial yaitu keluarga berencana.

 

 

Kode File : Z003
File STUDI KASUS ini meliputi :
• Daftar isi
• Bab 1-5 lengkap (Pendahuluan s/d Penutup)
• Daftar Pustaka


Bentuk file : Ms.Word (Doc)
Donasi : Rp. 30.000,-


Auhan Kebidanan pada Ny”N” dengan GIII P2002 Ab000 UK39-40 minggu janin T/H/I Letak Kepala, dengan Kala I Fase aktif

Persalinan adalah proses alamiah dimana terjadi dilatasi serviks, lahirnya bayi dan plasenta dari rahim ibu. Asuhan kebidanan ini akan memberikan gambaran mengenai kala satu persalinan. Kala satu persalinan juga disebut sebagai kala pembukaan dimana pada kala ini terdapat fase laten dan fase aktif.
Kala I merupakan proses pembukaan serviks dari 1-10 cm dan membutuhkan waktu yang paling lama. Pada kala I ini tidak menutup kemungkinan terjadi kemacetan atau perpanjangan waktu yang mengakibatkan pembukaan lama dan proses persalinan terhambat. Penipisan dan pembukaan serviks secara bertahap, biasanya berlangsung dibawah 7 jam hingga 8 jam.
Pada fase ini menentukan apakah persalinan mengalami kemajuan secara fisiologis atau persalinan patologis. Peran petugas kesehatan adalah memantau persalinan untuk mendeteksi dini adanya penyulit. Memberikan pelayanan dari Kala I ,Kala II, Kala III dan Kala IV sehingga diharapkan persalinan ibu berjalan normal.Maka dari itu, observasi inpartu harus dilakukan secara teliti dan mencatat segala temuan pada partograf, karena partograf berfungsi memantau kemajuan persalinan. Sehubungan dengan uraian diatas, maka penulis mengambil kasus dengan judul asuhan kebidanan pada ibu inpartu kala I fase aktif.
      Berdasarkan keterangan tersebut diatas  penulis mengambil kasus pada Ny"N" GIII  P2002 Ab000 UK39-40 minggu janin T/H/I Letak Kepala, dengan Kala I Fase aktif. agar penulis dapat memberikan asuhan kebidanan secara tepat dan komperehensif .


Kode File : Z002
File STUDI KASUS ini meliputi :
• Daftar isi
• Bab 1-5 lengkap (Pendahuluan s/d Penutup)
• Daftar Pustaka


Bentuk file : Ms.Word (Doc)
Donasi : Rp. 30.000,-

Asuhan Kebidanan pada Ny”N” P1001Ab000 Post partum hari ke-4 dengan bendungan ASI

Masa persalinan dan nifas merupakan periode yang paling penting dalam siklus reproduksi wanita. Pada persalinan, seorang wanita akan menjalani suatu tahap dimana dirinya telah menunaikan fungsi reproduksinya yaitu melahirkan anak sebagai penerus generasi/keturunannya. Selanjutnya, setelah berhasil melalui proses persalinan, seorang wanita masih harus menjalankan suatu periode yang tidak kalah pentingnya yaitu periode nifas yang akan berlangsung hingga kira-kira 6 minggu setelah persalinan. Dalam periode nifas ini wanita tersebut akan mengalami pengembalian/perbaikan fungsi-fungsi reproduksi yang sempat terganggu selama masa kehamilan dan persalinan. Selain itu, seorang wanita dalam periode nifas ini juga diharapkan untuk dapat menyusui bayinya secara eksklusif serta melakukan perawatan kepada bayinya dengan baik sehingga kesejahteraan ibu dan bayi dapat terjamin.
Perubahan-perubahan fisiologis yang berlangsung selama proses persalinan dan nifas juga menjadi penting untuk diketahui. Hal ini bertujuan untuk mengantisipasi adanya kelainan-kelainan yang terjadi, serta untuk memberikan perawatan yang tepat bagi ibu bersalin dan nifas sesuai dengan tahapan-tahapan berlangsung selama periode tersebut.         (Saifuddin, Bari 2003: 237 )
Bendungan ASI menuntut suatu pelayanan dan perhatian khusus mengingat kesehatan yang dihadapi adalah ibu dan anak. Bendungan ASI terjadi karena ASI yang tidak disusukan dengan adekuat sehingga sisa ASI terkumpul pada system duktus yang mengakibatkan terjdinya bendungan.
Dengan demikian bendungan pada payudara memerlukan perawatan yana secepatnya karena dapat membahayakan bagi ibu. Sehubungan dengan hal tersebut maka penulis tertarik untuk mengambil Asuhan Kebidanan pada Ny"N" P1001Ab000 Post partum hari ke-4 dengan bendungan ASI.


Kode File : Z001
File STUDI KASUS ini meliputi :
• Daftar isi
• Bab 1-5 lengkap (Pendahuluan s/d Penutup)
• Daftar Pustaka


Bentuk file : Ms.Word (Doc)
Donasi : Rp. 30.000,-

Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Sikap Lansia Terhadap Kegiatan Posyandu Lansia di Dusun XX

Usia lanjut akan dialami secara alamiah oleh setiap orang yang mencapai tingkat umur tersebut. Dengan bertambahnya usia maka kemampuan fisik dan mental, termasuk kontak sosial otomatis berkurang. Aspek kesehatan lansia atau lanjut usia seyogyanya lebih mendapat perhatian mengingat kondisi anatomi dan faal organ-oragn tubuhnya tidak sesempurna ketika berusia muda. Hibungan horisontal atau kemasyarakatan juga tidak kalah pentingnya karena perawatan dan perhatian terhadap diri semakin menurun kualitas dan kuantintasnya.
Secara demografi, jumlah penduduk Indonesia yang tergolong usia 60 tahun keatas sebesar 5,3 juta atau 4,5% jumlah total penduduk. Terjadi peningkatan 3-4 juta penduduk lansia tiap dekade berikutnya. Bahkan, antara tahun 2005 – 2010 populasi lansia diprediksikan akan sama dengan balita, yakni berkisar 19 juta jiwa atau 8,5% jumlah penduduk Indonesia.
Penyebaran status, tingkat pendidikan dan pekerjaan lansia sangat bervariasi. Predikat sebagai kepala keluarga dengan latar belakang pendidikan yang rendah (pendidikan formal) dan ketergantungan terhadap orang lain (karena tidak bekerja) lebih banyak ditemukan di pedesaan. Sesuai dengan sensus penduduk, 55,7% golongan lansia memegang peranan sebagai kepala keluarga (KK) 8 lebih dari 60% tidak pernah mengenyam pendidikan formal di sekolah yang memadai. Tingkat partisipasi saat aktif bekerja dibawah 50%, khususnya diatas 65 tahun.
Peningkatan mutu dari segi biologik maupuan psikososialnya sangat dibutuhkan agar mereka dapat menikmati hidup lebih baik, dan ikut menunjang tindakan preventif, serta promotif kesehatan dalam Primary Health Care sesuai Paradigma sehat. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan program posyandu lansia.


Kode File : K243
File proposal skripsi ini meliputi :
• Daftar isi
• Bab 1-3 lengkap (Pendahuluan s/d metpen)
• Daftar Pustaka


Bentuk file : Ms.Word (Doc)
Donasi : Rp. 25.000,-

Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Dengan Tingkat Pengetahuan Tentang Gizi Pada Ibu Yang Mempunyai Balita Di Posyandu XX

Faktor penyebab kasus gizi buruk akhir-akhir ini adalah masih rendahnya pengetahuan masyarakat tentang pemeliharaan gizi balita. Disamping itu secara kumulatif berkurangnya konsumsi sehari-hari menyebabkan melemahnya daya tahan tubuh terhadap infeksi, keadaan ini memperburuk status gizi. Agar kasus gizi buruk tidak bertambah diperlukan upaya agar keluarga mempunyai pemahaman yang baik tentang gizi, mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari dengan kecukupan pangan dan konsumsi gizi. Salah satu indikator keberhasilan dari kegiatan posyandu diantaranya adalah jumlah balita yang ditimbang setiap bulan di posyandu, jumlah balita yang naik berat badannya.
Pendidikan merupakan proses belajar mengajar yang dapat menghasilkan perubahan tingkah laku yang diharapkan. Hasil pendidikan yang berupa perubahan tingkah laku meliputi bentuk kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor.
Selanjutnya menurut Binkesmas Depkes RI, pendidikan mempengaruhi seseorang untuk menerima apa yang diberikan. Pendidikan yang rendah mempengaruhi daya serap dalam menerima pengetahuan yang diberikan.Dalam menanamkan pengertian merubah kebiasaan yang dilakukan dalam usaha perbaikan gizi sering kali pula dihambat oleh faktor rendahnya tingkat pendidikan masyarakat, sebab masyarakat yang pendidikannya rendah masih sulit untuk menerima pengetahuan yang diberikan.


Kode File : K242
File skripsi ini meliputi :
• Daftar isi
• Bab 1-5 lengkap (Pendahuluan s/d penutup)
• Daftar Pustaka
• Lampiran2 (instrumen, dll)
Bentuk file : Ms.Word (Doc)
Donasi : Rp. 50.000,-

Selasa, 25 Januari 2011

Perbedaan Skala Nyeri Pada Persalinan Normal Pervaginam Kala I Fase Aktif Yang Dilakukan Hypnobirthing dan Tanpa Hypnobirthing Pada Nullipara di Rumah Bersalin XX

Rasa nyeri pada persalinan adalah nyeri kontraksi uterus yang dapat mengakibatkan peningkatan aktivitas sistem syaraf simpatis. Nyeri yang hebat pada persalinan dapat menyebabkan perubahan-perubahan fisiologi tubuh seperti; tekanan darah menjadi naik, denyut jantung meningkat, laju pernafasan meningkat, dan apabila tidak segera diatasi maka akan meningkatkan rasa khawatir, tegang, takut dan stres. Peningkatan konsumsi glukosa tubuh pada ibu bersalin yang mengalami stres menyebabkan kelelahan dan sekresi katekolamin yang menghambat kontraksi uterus, hal tersebut menyebabkan persalinan lama yang akhirnya menyebabkan cemas pada ibu, peningkatan nyeri dan stres berkepanjangan (Bobak, 2005).

Sensasi nyeri umumnya dirasakan sangat berat terutama oleh ibu yang menjalani persalinan anak pertama (nullipara) (Ahmad, 2008). Hal ini diakibatkan calon ibu tidak mempunyai gambaran persalinan yang bisa menjadi acuan tentang apa yang akan terjadi selama proses persalinan, ketidak-pastian inilah yang menjadi penyebab sebagian besar kegugupan yang dirasakan calon ibu dalam menghadapi persalinannya (Nolan, 2003).

Beberapa faktor yang menyebabkan rasa nyeri pada persalinan antara lain; anoksia (kekurangan oksigen) pada otot rahim, otot rahim yang berkontraksi, penegangan serviks (mulut rahim) adanya tarikan-tarikan pada tuba (saluran telur), ovarium dan ligamen-ligamen penyangga uterus, penekanan pada saluran dan kandung kemih, rektum serta regangan otot-otot dasar panggul (Suheimi, 2008). Berbagai hambatan fisik dan psikologis pada ibu saat persalinan juga dapat menambah rasa sakit. Saat yang paling melelahkan, berat, dan kebanyakan ibu mulai merasakan sakit atau nyeri adalah kala I fase aktif , dalam fase ini kebanyakan ibu merasakan sakit yang hebat karena kegiatan rahim mulai lebih aktif. Pada fase ini kontraksi semakin lama, semakin kuat, dan semakin sering (Danuatmadja, 2004).

    Intervensi untuk mengurangi ketidak-nyamanan atau nyeri selama persalinan nonfarmakologi yang salah satunya dengan menggunakan teknik relaksasi menurut Dick-Read dan Lamage (1944) bahwa nyeri persalinan yang disebabkan oleh sindrom takut, tegang dan nyeri (fear-tension-paint-syndrome) dapat dikurangi dengan berbagai metode yaitu menaikkan pengetahuan ibu-ibu hamil tentang hal-hal yang akan terjadi pada suatu persalinan (Bobak, 2005).

Selain  itu hypnobirthing mampu melancarkan air susu ibu (ASI) bagi ibu setelah melahirkan, menjaga agar tidak mengalami baby blues, memiliki bayi yang sehat secara fisik dan psikologi, mengontrol emosi agar terhindar dari stres, serta menjaga diri dari ketakutan dalam kehidupan sehari-hari agar terhindar dari depresi. Semua itu didasari dengan pengendalian pikiran negatif yang dapat membuat tubuh menjadi sakit serta lebih mengembangkan pikiran yang positif akan berdampak positif bagi tubuh (Pro-Vclinic, 2008).

 

 

 

Kode File : K241

File skripsi ini meliputi :
• Daftar isi
• Bab 1-5 lengkap (Pendahuluan s/d penutup)
• Daftar Pustaka
• Lampiran2 (instrumen, dll)

Bentuk file : Ms.Word (Doc)
Donasi : Rp. 100.000,-

 


Sabtu, 22 Januari 2011

Pengaruh terapi aktivitas gerak fisik terhadap peningkatan Basal Metabolisme Rate pada pasien Diabetes Mellitus


Aktivitas gerak yang teratur akan membantu meningkatkan metabolisme di dalam tubuh (Sharkey, 2003). Metabolisme sendiri secara sederhana berarti segenap reaksi kimia diseluruh sel tubuh, dengan panas sebagai produk akhir pelepasan energi (Tamsuri, 2004:2). Sedangkan pengertian metabolisme basal (Basal Metabolisme Rate, BMR) adalah kebutuhan kalori minimum yang dibutuhkan seseorang hanya untuk sekedar mempertahankan hidup , dengan asumsi bahwa orang tersebut dalam keadaan istirahat total , tidak melakukan aktivitas sedikitpun.
Biro Pusat Statistik memperkirakan pada tahun 2003 sudah terdapat 14 juta orang Indonesia yang mengidap diabetes. Angka itu diprediksi akan terus melonjak hingga 51 juta pada tahun 2030. Sementara itu di Jawa Timur prevalensi Diabetes Melitus sendiri sebesar 1,43 % didaerah urban dan 1,47 % di daerah rural ( Ilmu Penyakit Dalam, 2006: 1853). Berdasarkan studi pendahuluan di Rumkit Militer Malang sendiri pada pertengahan bulan Nopember sampai tanggal 5 September 2008 jumlah penderita Diabetes Militus sebanyak 32 orang. Dari observasi terhadap beberapa pasien NIDDM yang menjalani rawat inap lebih dari tiga hari dan belum mendapat aktivitas gerak didapatkan nilai metabolisme basal mereka rata-rata 8,6 % dengan kadar glukosa puasa berada pada rentang 150 sampai 200.
Menurut Brian J. Sharkey aktivitas yang teratur kembali menjadi perawatan NIDDM yang manjur dan bagi penderita akan menghilangkan kebutuhan akan pengganti insulin. Efek latihan ini khususnya penting bagi orang yang gemuk dan menderita diabetes tipe II atau NIDDM. Karena pada keadaan seperti itu tingkat sirkulasi lemak yang tinggi menghalangi kemampuan insulin untuk memindahkan glukosa ke otot. Aktivitas yang teratur akan meningkatkan metabolisme tubuh. Dengan peningkatan metabolisme maka kemampuan jaringan tubuh untuk lebih memberikan respon terhadap insulin juga akan meningkat sehingga akan lebih efektif sehingga membantu mengendalikan diabetes dan mencegah komplikasinya (Marillin Johnson, 1998). Pada pasien NIDDM yang tirah baring di rumah sakit tentunya mereka berada dalam keadaan yang mana terjadi penurunan aktivitas fisik. Aktivitas fisik yang menurun menyebabkan penurunan masa otot dan peningkatan masa lemak sehingga hal ini akan berdampak terhadap metabolisme basal tubuh sendiri.


Kode File : K240

File skripsi ini meliputi :
  • Daftar isi
  • Bab 1-5 lengkap (Pendahuluan s/d penutup)
  • Daftar Pustaka
  • Lampiran kuesioner, dll


Bentuk file : Ms.Word (Doc/Docx)
Donasi : Rp. 120.000,-

Pengaruh pemberian pendidikan kesehatan terhadap tingkat kecemasan Ibu primigravida trimester III


Respon emosional (kecemasan) yang berlebihan pada ibu hamil terutama pada trimester tiga merupakan suatu masalah serius yang perlu segera diintervensi. Karena hal ini dapat menyebabkan timbulnya penyulit dalam persalinan yang dapat menyebabkan kematian ibu dan janin. Menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002/2003 Angka Kematian Ibu (AKI) Indonesia menunjuk angka 307/100.000 kh (Indonesia Human Development Report, 2001). Dua peneliti dari Amerika Serikat (Lopez-Zeno et al. 1992: Frigiletto et al. 1995) melakukan penelitian tentang peningkatan ansietas dengan keberhasilan persalinan pervaginam. Didapatkan bahwa 54% kelompok sampel dari 102 orang ibu hamil dengan respon emosional (ansietas) yang rendah, berhasil melakukan persalinan pervaginam. Di Inggris telah dilakukan penelitian pada Ibu hamil tentang psikologis dan usia, dinyatakan bahwa 50-60% wanita hamil di usia muda memiliki respon emosional yang tinggi dalam menghadapi persalinan (Hendarson dan Jones: 2006).
Ibu hamil pertama tidak jarang memiliki pikiran yang mengganggu, sebagai pengembangan reaksi kecemasan terhadap cerita yang diperolehnya. Oleh karena itu, muncul ketakutan-ketakutan pada ibu hamil pertama yang belum memiliki pengalaman bersalin, adanya pikiran-pikiran seperti melahirkan yang akan selalu diikuti dengan nyeri kemudian akan menyebabkan suatu respon melawan atau menghindar (respon fight or flight). Fight or flight yaitu suatu proses fisiologis yang meningkatkan kemampuan menyelamatkan diri dari bahaya atau ketakutan. Respon ini mengakibatkan disregulasi biokimia tubuh yaitu sistem endokrin yang  terdiri dari kelenjar-kelenjar, seperti adrenal, tiroid, dan pituitari (pusat pengendalian kelenjar), melepaskan pengeluaran hormon masing-masing ke aliran darah dalam rangka mempersiapkan badan pada situasi darurat. Akibatnya, system syaraf otonom mengaktifkan kelenjar adrenal yang mempengaruhi sistem pada hormon epinefrin. Hormon yang juga dikenal sebagai hormon adrenalin ini memberi tenaga pada individu serta mempersiapkan secara fisik dan psikis. Adanya peningkatan hormon katekolamin seperti epinefrin dan norepinefrin menimbulkan ketegangan fisik pada diri ibu hamil. Di samping itu selama kala I persalinan, katekolamin sirkulasi kadar tinggi yang berlebih menyebabkan beralihnya aliran darah dari rahim dan plasenta dan organ-organ lain yang tidak penting dalam reaksi fight or flight, seperti jantung, paru-paru, otak dan otot rangka. Penurunan aliran darah ke rahim dan plasenta memperlambat kontraksi rahim dan mengurangi pasokan oksigen janin. Hal ini berpotensi untuk memperlambat kemajuan persalinan dan inkoordinasi kontraksi otot rahim. Dampak dari proses fisiologis ini dapat timbul pada perilaku sehari-hari. Ibu hamil menjadi mudah marah atau tersinggung, gelisah, tidak mampu memusatkan perhatian, ragu-ragu, bahkan kemungkinan ingin lari dari kenyataan hidup. Secara individu cemas dapat mengganggu, Cohen et al. (1989) menyatakan bahwa seorang perempuan yang panik dapat mengalami abrupsio plasenta (Salmah, 2006 : 83).


Kode File : K239

File skripsi ini meliputi :
  • Daftar isi
  • Bab 1-5 lengkap (Pendahuluan s/d penutup)
  • Daftar Pustaka
  • Lampiran kuesioner, dll


Bentuk file : Ms.Word (Doc/Docx)
Donasi : Rp. 100.000,-

Perbedaan Pertumbuhan dan Perkembangan bayi (0-6 bulan) yang diberikan MP-ASI dan yang mendapat ASI Ekslusif

Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan terbaik dan alamiah untuk bayi. Menyusui merupakan suatu proses alamiah dan merupakan aspek yang sangat penting untuk kelangsungan hidup bayi guna mencapai tumbuh kembang bayi/anak yang optimal. Sejak lahir bayi hanya diberi ASI saja hingga usia 6 bulan yang disebut ASI Eksklusif. Mengingat pentingnya ASI bagi pertumbuhan dan perkembangan yang optimal,baik fisik,mental maupun kecerdasannya,maka pelaksanaan pemberian ASI atau manajemen laktasi perlu mendapatkan perhatian agar dilaksanakan dengan benar. Pemberian ASI Eksklusif segera setelah bayi lahir tanpa pemberian makanan pendamping ASI sampai umur 6 bulan,selanjutnya bersama MP-ASI yang cukup dalam jumlah maupun mutunya ASI diteruskan sampai umur 2 tahun.
Pemberian MP-ASI yang terlalu dini (sebelum bayi berumur 6 bulan) dapat berpengaruh terhadap penurunan konsumsi ASI, sehingga keadaan akan memburuk dan menimbulkan hilangnya zat gizi, jika memberikan makanan padat sebelum usia 6 bulan, maka makanan tidak akan dapat dicerna dengan baik. Hal tersebut malah akan dapat menimbulkan reaksi yang kurang menyenangkan pada tubuh si kecil, misalnya terjadi gangguan pencernaan, timbulnya gas, konstipasi, batuk, diare, kolik dan lain sebagainya.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan penggunaan ASI Eksklusif baik dengan cara penyuluhan di posyandu-posyandu maupun pendekatan-pendekatan khususnya kepada para ibu-ibu yang mempunyai bayi. Mengingat kedudukan ibu sangat berperan terhadap kesehatan dan gizi termasuk kelangsungan dan kualitas hidup si anak dikemudian hari pada masa remaja dan dewasa, maka pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) dini turut menentukan masalah kesehatan dan Gizi.


Kode File : K238

File skripsi ini meliputi :
* Daftar isi
* Bab 1-5 lengkap (Pendahuluan s/d penutup)
* Daftar Pustaka
* Lampiran kuesioner, dll

Bentuk file : Ms.Word
Donasi : Rp. 70.000,-

Sabtu, 08 Januari 2011

Hubungan pengetahuan dengan motivasi kunjungan masyarakat ke Posyandu Lansia


Peningkatan populasi lansia mendorong pemerintah untuk merumuskan berbagai kebijakan dan pelayanan kesehatan usia lanjut, ditujukan untuk meningkatkan derajat kesehatan dan mutu kehidupan lansia dalam mencapai masa tua bahagia dan berdaya guna dalam kehidupan keluarga dan masyarakat sesuai dengan keberadaannya. Sebagai wujud nyata pelayanan sosial dan kesehatan pada kelompok usia lanjut ini, pemerintah telah mencanangkan pelayanan pada lansia melalui beberapa jenjang. Pelayanan kesehatan di tingkat masyarakat adalah Posyandu lansia, pelayanan kesehatan lansia tingkat dasar adalah Puskesmas, dan pelayanan kesehatan tingkat lanjutan adalah Rumah Sakit.
Pelayanan kesehatan di posyandu lanjut usia meliputi pemeriksaan kesehatan fisik dan mental emosional yang dicatat dan dipantau dengan Kartu Menuju Sehat (KMS) untuk mengetahui lebih awal penyakit yang diderita atau ancaman masalah kesehatan yang dihadapi. Jenis pelayanan kesehatan yang diberikan di posyandu lansia antara lain pemeriksaan aktifitas kegiatan sehari-hari, pemeriksaan status mental, pemeriksaan status gizi, pengukuran tekanan darah, pemeriksaan hemoglobin, kadar gula dan protein dalam urin, pelayanan rujukan ke puskesmas dan penyuluhan kesehatan. Kegiatan lain yang dapat dilakukan sesuai kebutuhan dan kondisi lansia berkaitan dengan adanya perubahan fisik akibat proses penuaan (aging process) seperti  Pemberian Makanan Tambahan (PMT) dengan memperhatikan aspek kesehatan dan gizi lanjut usia dan olah raga seperti senam lanjut usia, gerak jalan santai untuk meningkatkan kebugaran.
Namun fenomena di lapangan menunjukkan fakta yang berbeda. Hasil pengamatan tentang pemanfaatan posyandu lansia masih sangat rendah. Kondisi seperti ini juga terjadi di  Kelurahan XX. Menurut data statistik jumlah lansia di wilayah kecamatan Argomulyo adalah 4000 orang, namun demikian jumlah lansia yang aktif dalam kegiatan posyandu lansia hanya 700 orang. Sedangkan di Posyandu lansia di Dukuh Tetep Wates memiliki anggota yang terdaftar dalam register posyandu sebanyak 117 orang hingga akhir Desember 2008, namun pada pendataan bulan Maret 2009 jumlah peserta yang hadir hanya 67 orang (Data Puskesmas XX, 2007). Hal tersebut menunjukkan bahwa  minat dan motivasi masyarakat untuk datang ke posyandu sangat rendah.
Faktor yang menyebabkan masyarakat tidak mau berkunjung ke Posyandu bisa berasal dari dalam diri orang itu sendiri (faktor Predisposisi) dan dari luar orang itu sendiri (faktor Pemungkin dan faktor Penguat). Salah satu faktor Predisposisi adalah pengetahuan. Faktor pengetahuan masyarakat yang baik mempunyai pengaruh yang besar terhadap peningkatan status kesehatan seseorang, sedangkan pengetahuan masyarakat yang buruk dapat menyebabkan kegagalan dalam peningkatan status kesehatannya  (Arif Budiwan, 2004). Melihat sedikitnya jumlah kunjungan lansia di posyandu tersebut, penulis mencoba menggali data terhadap 10 lansia yang tidak hadir di posyandu pada bulan Maret 2009. Dari hasil wawancara yang menggali pengetahuan masyarakat tentang keberadaan posyandu serta manfaat posyandu lansia, diketahui bahwa semua responden sudah mengetahui keberadaan posyandu, tetapi hanya 3 orang yang dapat menyebutkan dengan benar manfaat posyandu lansia, sedangkan sisanya (7 orang) tidak mengetahui tentang manfaat posyandu lansia.
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis ingin mengidentifikasi lebih lanjut tentang hubungan pengetahuan dengan motivasi kunjungan masyarakat ke Posyandu Lansia di Kelurahan XX. Penelitian ini merupakan penelitian korelasional, jumlah sampel sebesar 92 orang, instrumen berupa kuesioner, data diuji dengan rumus Spearman rank pada taraf kesalahan 5%.



Kode File : K237

File skripsi ini meliputi :
  • Bab 1-5 lengkap (Pendahuluan s/d penutup)
  • Daftar Pustaka
  • Lampiran kuesioner, dll
bentuk file : Ms.Word
Donasi : Rp. 70.000,-

Faktor yang berhubungan dengan pelaksanaan Standar Prosedur Operasional Pemasangan Infus oleh perawat pelaksana


Tindakan pemasangan infus merupakan order dokter sehingga sebelum pemasangan infus perawat harus memperoleh pendelegasian dari dokter. Pemasangan infus merupakan salah satu intervensi keperawatan kolaborasi dalam memenuhi kebutuhan dasar manusia dalam makan dan minum. Intervensi keperawatan yang diberikan di rumah sakit ditetapkan dalam bentuk standar operasional prosedur atau SOP, sehingga tindakan pemasangan infus juga ditetapkan dalam SOP.
Penelitian klinis menyebutkan bahwa infeksi nosokomial terutama disebabkan infeksi jarum infus. Komplikasi kanulasi intravena ini dapat berupa gangguan mekanis, fisis dan kimiawi (Utama, 2006). Infeksi nosokomial mempunyai angka kejadian 2-12 % (rata-rata 5 %) di semua penderita yang dirawat di Rumah Sakit. Angka kematian dari 1,5 juta pasien yang mengalami infeksi nosokomial di Rumah Sakit di Amerika Serikat per tahun yaitu 15.000 orang (Hermawan, 2007). Insiden infeksi nosokomial yang sudah terdata tiap bulan di Rumah Sakit Umum Daerah Cilegon karena jarum infus pada tahun 2004 sebesar 14,1% (Zulbahagiani, 2007). 
Pada ruang penyakit dalam, diperkirakan 20-25% pasien memerlukan terapi infus (Utama, 2006). Di Ruang Penyakit Dalam RSU XX tercatat jumlah tindakan pemasangan infus pada bulan Februari dan Maret 2008 rata-rata 303 tindakan.. Penelitian yang dilakukan oleh Alpiantri mengenai pemasangan infus di ruang rawat inap RSU XX, didapatkan data mengenai kejadian komplikasi dari pemasangan infus yang dilakukan oleh perawat pelaksana yaitu infiltrasi 8,09 %, flebitis 5,71 %, overload 2,38 % dan reaksi demam 3,33 %.
Salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya komplikasi pemasangan infus adalah faktor petugas, yaitu petugas kesehatan yang tidak bekerja sesuai dengan prinsip aseptik dan antiseptik, tidak ditaati prosedur kerja yang berlaku pada unit perawatan dan penggunaan alat-alat kesehatan yang tidak memenuhi standar sterilitas (Sugihartono, 2008). Faktor yang diamati meliputi : tingkat pendidikan, kepemimpinan, desain pekerjaan, supervisi dan motivasi kerja. Variabel dependen yang diamati adalah pelaksanaan Standar Prosedur Operasional (SPO) Pemasangan Infus.
Standar adalah level kinerja (performance) yang diinginkan dan dapat dicapai dimana kinerja aktual dapat dibandingkan. Kinerja seorang perawat dapat dilihat dari mutu asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien. Pada dasarnya yang dijadikan acuan dalam menilai kualitas pelayanan keperawatan adalah dengan menggunakan standar praktek keperawatan. Standar praktek ini menjadi pedoman bagi perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Standar praktek keperawatan adalah pernyataan tentang apa yang dibutuhkan oleh Registered Ners untuk dijalankan sebagai profesional keperawatan. Secara umum, standar ini mencerminkan nilai profesi keperawatan dan memperjelas apa yang diharapkan profesi keperawatan dari para anggotanya (Suza, 2003).


Kode File : K236
File Proposal Skripsi ini meliputi :
  • Bab 1 - 3 lengkap (pendahuluan s/d metpen)
  • Daftar Pustaka
  • Hasil Uji reliabilitas / validitas
  • Kuesioner / instrumen
Bentuk file : Ms.Word
Donasi : Rp. 50.000,-

Kamis, 06 Januari 2011

Pengaruh Tingkat Kecerdasan Emosi Dan Sikap Pada Budaya Organisasi Terhadap Organization Citizenship Behavior (OCB) Pada Pegawai PT XX

Organizational Citizenship Behavior (OCB) merupakan kontribusi individu yang mendalam melebihi tuntutan peran di tempat kerja dan di-reward oleh perolehan kinerja tugas. OCB ini melibatkan beberapa perilaku meliputi perilaku menolong orang lain, menjadi volunteer untuk tugas-tugas ekstra, patuh terhadap aturan-aturan dan prosedur-prosedur di tempatkerja. Perilaku-perilaku ini menggambarkan “nilai tambah karyawan” dan merupakan salah satu bentuk perilaku prososial, yaitu perilaku sosial yang positif, konstruktif dan bermakna membantu. Tugas-tugas pimpinan akan menjadi lebih ringan jika terdapat karyawan-karyawan dengan OCB tinggi, sehingga konsekuensinya akan meningkatkan produktivitas dan kesuksesan dirinya.
Dengan kemampuan berempati seseorang (karyawan) bisa memahami orang lain dan lingkun gannya serta bisa menyelaraskan nilai-nilai individual yang dianutnya dengan nilai-nilai yang dianut lingkungannya, sehingga muncul perilaku yang nice yaitu sebagai good citizen. Jika karyawan dalam organisasi memiliki OCB, karyawan dapatmengendalikan perilakunya sendiri sehingga mampu memilih perilaku yang terbaik untuk kepentingan organisasinya. Kapasitas-kapasitas seperti ini cenderung dimiliki dan merupakan ciri orang (karyawan) yang memiliki kecakapan emosi yang menonjol.

Budaya organisasional merupakan suatu sistem dari kepercayaan-kepercayaan dan nilai-nilai bersama dalam organisasi dan mengarahkan perilaku anggotanya, dan pada akhirnya menghasilkan norma perilaku Sikap terhadap budaya organisasi adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada budaya organisasi.

Penelitian ini menganalisis pengaruh tingkat kecerdasan emosi dan sikap pada budaya organisasi terhadap OCB. Kuisioner yang digunakan dalam penelitian ini disusun oleh peneliti berdasarkan kajian teoritis sebelumnya. Kuisioner ini telah diuji validitas dan reliabilitasnya.
Populasi penelitian ini adalah seluruh pegawai di kantor pusat PT XX yang berjumlah 358 orang. Sampel dalam penelitian ini diambil secara simple random sampling yaitu pengambilan sampel yang dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi tersebut. Jumlah sampel penelitian ini adalah 186 pegawai.

Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah menerima hipotesis yang diajukan, yaitu Tingkat Kecerdasan Emosi dan Sikap pada Budaya Organisasi berpengaruh pada OCB. Hal ini ditunjukkan oleh hasil analisis regresi berganda dengan nilai F sebesar 12.813 dan signifikansi 0.00. Nilai signifikansi tersebut masih berada di bawah nilai signifikansi yang ditetapkan yaitu 0,05 dan positif sehingga dapat disimpulkan bahwa Tingkat Kecerdasan Emosi dan Sikap pada Budaya Organisasi memiliki hubungan yang positif terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB). Hal ini bermakna apabila Tingkat kecerdasan emosi dan sikap pada budaya organisa si pega wai PT XX mengalami kenaikan maka independen (Tingkat Kecerdasan Emosi dan Sikap pada Budaya Organisasi) terhadap perubahan variabel dependen (OCB) adalah sebesar 15,9%, yang ditunjukkan oleh koefisien determinasinya yaitu sebesar 0,159, sedangkan sisanya sebesar 84,1% dipengaruhi oleh variabel yang lain selain variabel Tingkat Kecerdasan Emosi dan Sikap pada Budaya Organisasi.


Kode file : Q028

File thesis ini meliputi :
• Bagian depan (daftar isi, abstraks, dll)
• Bagian inti (bab 1-7) lengkap
• Daftar pustaka
• Lampiran2 (kuesioner, analisis data, dll)

Bentuk file : pdf/word
Donasi : Rp. 50.000,-

Hubungan Pengetahuan Perawat Dan Peran Perawat Sebagai Pelaksana Dalam Penanganan Pasien Gawat Darurat Dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler

Perkembangan keperawatan dari vokasional menuju keperawatan profesional menuntut peran perawat yang lebih besar dalam tatanan pelayanan kesehatan, salah satunya pada Instalasi Gawat Darurat. Penyakit-penyakit sistem kardiovaskuler terus mengalami peningkatan setiap tahunnya dan perlu peningkatan peran perawat yang bekerja pada Instalasi Gawat Darurat untuk mengurangi keluhan yang dialami pasien.
Penelitan ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan perawat sebagai pelaksana dalam penanganan pasien gawat darurat dengan gangguan sistem kardiovaskuler.

Penelitian ini merupakan penelitian observasional terhadap peran perawat sebagai pelaksana dengan menggunakan rangcangan cross sectional, analisa data menggunakan uji statistik Spearman’s rho dengan derajat kemaknaan < 0,05. Populasi penelitian adalah perawat yang bertugas pada IRD Lantai 1 RSUD XX yang berjumlah 40 orang. Sampel yang didapatkan sesuai dengan kriteria inklusi adalah 22 responden. Variabel independennya adalah pengetahuan perawat dan variabel dependennya adalah peran perawat sebagai pelaksana. Data dikumpulkan dengan cara observasi dan quesioner dengan pertanyaan tertutup.

Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan pengetahuan dan perawat sebagai pelaksana dengan nilai rho hitung 0,455 dengan taraf signifikasi 0,033.
Dapat disimpulkan bahwa ada hubungan pengetahuan dan perawat sebagai pelaksanan dalam penanganan pasien dengan gangguan sistem kardiovaskuler. Pada penelitian mendatang diharapkan ada penelitian yang lebih mendalam tentang peran perawat selain sebagai pelaksana.


Kode File : K020

File skripsi ini meliuti :
- Bagian depan (abstraks, dll)
- Bagian inti lengkap (Bab 1-6, Pendahuluan – Penutup)
- Daftar Pustaka
- Lampiran

Bentuk file : ms.word
Donasi : Rp. 50.000,-