Sabtu, 19 Desember 2009

Pengaruh strategi koping terhadap respon psikologis (penolakan, marah, tawar menawar, depresi, menerima) penderita HIV positif

Sistem imunitas penderita HIV/AIDS akan mengalami penurunan. Seseorang yang dinyatakan terinfeksi HIV butuh waktu beberapa tahun hingga ditemukannya gejala tahap lanjut dan dinyatakan sebagai penderita AIDS. Hal ini tergantung kondisi fisik dan psikologisnya, namun sejak dinyatakan terinfeksi HIV sering penderita mengalami stres, dikarenakan tingginya tekanan emosional yang mereka terima.

Bagi individu yang positif terinfeksi HIV, menjalani kehidupannya akan terasa sulit karena dari segi fisik individu tersebut akan mengalami perubahan yang berkaitan dengan perkembangan penyakitnya. Pandangan dan sikap lingkungan terhadap korban yang umumnya belum bisa menerima, takut, mencap buruk, yang bisa berujud pengisolasian/pengucilan, penyingkiran serta diskriminasi, membuat penderita makin tertekan. Sehingga jika terus menerus pasien berada dalam kondisi stres psikologis seperti ini maka proses menurunnya kekebalan tubuh akan berlangsung lebih cepat. Saat ini berkembang ilmu yang mempelajari tentang modulasi sistem imun dan kaitannya dengan stres yaitu Psychoneuroimmunology. Dengan menggunakan pendekatan ilmu ini dapat dijelaskan bahwa stres yang dialami pasien HIV-AIDS akan memodulasi sistem imun melalui jalur HPA (Hipothalamic-Pituitary-Adrenocortical) axis dan sistem limbik (yang mengatur emosi) dan learning process. Kondisi stres tersebut akan menstimulasi hypothalamus untuk melepas neuropeptida yang akan mengaktivasi ANS (Autonomic Nerve System) untuk menstimulasi medula adrenal dan mengeluarkan katekolamin. Disamping itu hypofise akan melepas β-endorphin dan ACTH (Adrenocorticotropic Hormone) yang akan menstimulasi kortek adrenal untuk mengeluarkan kortikosteroid. Katekolamin dan kortikosteroid inilah yang merupakan hormon yang bereaksi terhadap kondisi stres dan mampu memodulasi system imun menjadi lebih baik bila kondisi stres dapat dikendalikan. Dan karena stres yang lama dan berkepanjangan akan berdampak pada penurunan sistem imun dan meningkatkan progresivitas penyakit.

Dengan mencermati adanya keterkaitan antara kondisi stres dengan progresivitas penyakit maka perlu adanya pendampingan yang tepat dan penerimaan keluarga atau lingkungan agar dapat mengurangi stres pada pasien HIV. Dengan kata lain tersedianya perawat sebagai pendamping dapat membantu memberikan support mental pada pasien HIV. Untuk itulah tim pendamping diperlukan justru untuk memberi semangat pada penderita HIV untuk dapat bertahan dan mencegah sang virus tak terlalu cepat menggerogoti kekebalan tubuh. Karena sampai saat ini strategi koping dan pengaruh dukungan psikologis pada penderita HIV masih menjadi perdebatan.

Kode File : K189
File Skripsi ini meliputi :


  1. Bagian depan

  2. Bab 1-5 (Pendahuluan s/d penutup)

  3. Daftar Pustaka



Bentuk File : Ms.word
Donasi : Rp. 50.000,-

Kemampuan koping terhadap tingkat kecemasan pada klien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa

Kecemasan merupakan suatu kondisi yang muncul bila ada ancaman ketidakberdayaan atau kurang pengendalian, perasaan kehilangan fungsi-fungsi dan harga diri, kegagalan pertahanan, perasaan terisolasi . Perilaku koping seperti mengingkari, marah, pasif atau agresif umum dijumpai pada pasien. Upaya koping mungkin efektif atau tidak dalam mengatasi stres yang mengakibatkan ansietas. Jika perilaku koping efektif, energi dibebaskan dan diarahkan langsung pada penyembuhan. Jika upaya koping gagal atau tak efektif maka keadaan tegang meningkat sehingga terjadi peningkatan kebutuhan energi lalu sumber penyakit nampak lebih besar.

Klien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa juga akan mengalami tingkat kecemasaan yang tinggi yang ditandai dengan perasaaan marah, sedih, badan gemetar, lemah, gugup, sering mengulangi pertanyaan, dan tanda-tanda vital meningkat. Sedangkan perilaku koping yang dijumpai yaitu klien sering mengingkari atau menyangkal, menangis, dan merasa takut akan kematian.

Individu dengan hemodialisa jangka panjang sering merasa khawatir akan kondisi sakitnya yang tidak dapat diramalkan dan gangguan dalam kehidupannya. Pengenalan kebutuhan rasa aman klien merupakan elemen penting dalam pendekatan holistik asuhan keperawatan yang meliputi aspek bio-psiko-sosio-spiritual, seperti kecemasan yang dialami klien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa memerlukan upaya penyesuaian dan penanganan agar individu adaptif. Jika individu mempunyai koping yang efektif maka kecemasan akan diturunkan dan energi digunakan langsung untuk istirahat dan penyembuhan. Jika koping tidak efektif atau gagal maka keadaan tegang akan meningkat, ketidakseimbangan terjadi, dan respon pikiran serta tubuh akan meningkat berupaya untuk mengembalikan keseimbangan. Untuk itulah perlu adanya pengembangan mekanisme koping sebagai pertahanan melawan kecemasan. Perawat berperan dalam membantu mengelola kecemasan dengan mengembangkan koping yang efektif, menciptakan lingkungan yang terapeutik, melibatkan keluarga atau orang terdekat klien, serta mencantumkan dalam intervensi keperawatan dengan harapan klien adaptif dan kualitas hidupnya meningkat.

Kode File : K188

File skripsi ini meliputi :


  1. Bagian depan

  2. Bab 1-5 (Pendahuluan s/d penutup)

  3. Daftar pustaka

  4. Lampiran kuesioner, dll



Bentuk file : Ms.word
Donasi : Rp.70.000,-

Rabu, 09 Desember 2009

Faktor-fakror yang berhubungan dengan tingkat kecemasan klien dengan hemoptisis

Hemoptisis atau batuk darah merupakan suatu stressor pencetus terjadinya kecemasan karena merupakan suatu keadaan yang mengerikan bagi penderita maupun keluarganya. Oleh karena itu, ketenangan penderita mutlak diperlukan. Kira – kira 15% dari penderita hemoptisis tidak dapat ditentukan secara pasti penyebabnya meskipun telah dilakukan berbagai pemeriksaan. Jadi jika hemoptisis tidak henti-hentinya atau berulang-ulang harus dicurigai sebagai penyakit yang serius, sehingga ini menyebabkan kecemasan bagi klien. Kecemasan dapat diekspresikan secara langsung melalui perubahan fisiologis dan perilaku secara tidak langsung melalui timbulnya gejala atau mekanisme koping sebagai upaya untuk melawan kecemasan. Individu dapat mengatasi kecemasan dengan menggerakkan sumber koping di lingkungan.

Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional, sample penelitian diambil dari pasien yang sesuai dengan criteria inklusi yang dirawat di RSUD XX dengan besar sample sebanyak 21 responden. Pemilihan sample dilakukan dengan probality sampling jenis accidental sampling. Data dikumpulkan melalui wawancara berstruktur dengan menggunakan kuesioner dan dianalisa dengan menggunakan uji statistik Regresi Linier dengan tingkat signifikan p£ 0,05.

Hasil analisa menunjukkan 7 responden (33%) mengalami cemas ringan, 9 responden (43%) mengalami cemas sedang dan 5 responden (24%) mengalami cemas berat. Sebagian besar responden berumur > 35 tahun 12 responden (57%), pendidikan SLTP/SLTA 12 responden(57%) dan pekerjaan buruh 12 responden (57%). Hasil uji Regresi Linier terhadap tingkat kecemasan menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara tingkat kecemasan dengan umur p=0,000, pendidikan p=0,003 dan pekerjaan p=0,004.

Berdasarkan gambaran diatas maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara umur, pendidikan dan pekerjaan dengan tingkat kecemasan.

Kode File : K010

File skripsi ini meliputi :


  1. Halaman depan (abstrak, daftar isi, dll)

  2. Bab I – V (pendahuluan – penutup) lengkap

  3. Daftar Pustaka

  4. Instrumen, lampiran-lampiran, dll



Bentuk file : Ms.Word

Donasi : Rp. 50.000,-

Pengaruh Perawatan Luka Bersih Menggunakan Sodium Klorida 0,9 % Dan Povidine Iodine 10 % Terhadap Percepatan Penyembuhan Luka

Proses penyembuhan luka terjadi secara normal sebagai efek (reaksi tubuh) terhadap trauma walaupun banyak bahan digunakan untuk membantu meningkatkan penyembuhan luka. Bahan perawatan yang selalu digunakan adalah sodium klorida 0,9 % dan povidine iodine 10 %. Tujuan penelitian ini adalah membandingkan pengaruh perawatan luka bersih dengan menggunakan sodium klorida 0,9 % dan povidine iodine 10 % terhadap percepatan penyembuhan luka.


Penelitian ini menggunakan Quasy-Eksperiment (Post-Test Control Group Design). Populasi adalah ibu yang melahirkan melalui operasi secsio caesar di ruang bersalin RSUD XX. Jumlah sampel sebanyak 20 orang yang diambil secara consecutive sampling. Sampel dibagi dalam 2 kelompok; kelompok pertama 10 orang menggunakan sodium klorida 0,9 % dan kelompok kedua 10 orang menggunakan povidine iodine 10 %. Variabel independenadalah sodium klorida 0,9 % dan povidine iodine 10 % dan variabel dependen adalah penyembuhan luka. Data dikumpulkan menggunakan lembar observasi dan diolah dengan uji statistik Chi-Square dengan tingkat kemaknaan p < 0,05 dan paired t-test dengan tingkat kemaknaan p < 0,05.


Hasil uji statistik Chi-Square tidak terdapat perbedaan yang bermakna pengaruh perawatan luka bersih menggunakan sodium klorida 0,9 % dan povidine iodine 10 % terhadap percepatan penyembuhan luka dengan tingkat kemaknaan p = 0,628. Hasil uji statistik paired t-test tidak terdapat perbedaan yang bermakna tanda penyembuhan luka dan tidak ada tanda infeksi menggunakan sodium klorida 0,9 % dan povidine iodine 10 % dengan tingkat kemaknaan p = 0,440 dan p = 0,168.


Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa perawatan luka bersih dengan menggunakan sodium klorida 0,9 % dan povidine iodine 10 % mengalami penyembuhan luka yang sama. Pada akhirnya, sodium klorida 0,9 % dapat digunakan sebagai pilihan bahan untuk perawatan luka bersih dengan tetap memperhatikan prinsip aseptik sebelum, selama dan sesudah operasi serta saat perawatan luka.


Kode File : K034


File skripsi ini meliputi :



  1. Halaman depan (abstrak, kata pengantar, daftar isi, dll)

  2. Bab I – V (pendahuluan – penutup) lengkap

  3. Daftar Pustaka

  4. Instrumen, dll


Bentuk file : Ms.word


Donasi : Rp. 50.000,-