Sabtu, 21 November 2009

Hubungan antara penguasaan mata kuliah inti kebidanan dengan sikap terhadap profesi bidan di STIKes

Prestasi belajar dilihat pada saat dilakukan pengujian pada mata kuliah yang berhubungan. Untuk melihat penguasaan mahasiswa, maka dalam pendidikan kebidanan terdapat mata kuliah yang mengacu pada kurikulum DIII Kebidanan (berdasarkan SK Menteri Kesehatan No. HK.00.06.2.4.1583 Tahun 2002). Dalam kurikulum tersebut, terdapat Mata kuliah inti kebidanan yang seharusnya dikuasai oleh mahasiswi sebagai calon bidan. Mata kuliah tersebut adalah Askeb I, Askeb II, Askeb III, Askeb IV, Askeb V, Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita, Kesehatan Reproduksi, Pelayanan KB, Dokumentasi Kebidanan, PKK (Praktik Klinik Kebidanan), Konsep Kebidanan, Etika Profesi, Komunikasi dan Konseling, Mutu Layanan Kebidanan, Metoda Penelitian, dan KTI (Karya Tulis Ilmiah). Mata kuliah tersebut kemudian dijabarkan dalam kompetensi berdasarkan peran dan fungsinya sebagai bidan (2).

Di sisi lain, Jika pengetahuan tersebut baik, apakah sikap mahasiswi terhadap profesinya baik? Dalam realitasnya, mahasiswi kebidanan harus memiliki sikap yang baik terhadap profesinya, karena dia akan menjadi seorang bidan. Apabila sikap terhadap profesinya baik, maka dia akan cenderung mencintai profesinya karena sikap umumnya sulit untuk dirubah (5).

Kode File : K206

File Skripsi ini terdiri atas:


  • Bab 1-5 lengkap

  • Daftar Pustaka



Bentuk file : Ms.word
Donasi : Rp. 50.000,-

Rabu, 11 November 2009

Pengaruh Pemberian Jenis Susu Berkalsium Tinggi Dan Susu Segar Pada Kadar Kalsium Darah Dan Kepadatan Tulang Remaja Pria

Perubahan pola konsumsi pangan yang menonjol pada remaja adalah perubahan konsumsi minuman. Remaja, terutama remaja putra, cenderung lebih suka mengonsumsi minuman yang sedang populer atau digemari di kalangan remaja dengan kurang bahkan tanpa memperhatikan pengaruhnya terhadap kesehatan. Selanjutkan dikatakan bahwa sumber utama kalsium adalah susu dan produk olahannya, akan tetapi terdapat kecenderungan pada remaja untuk menggantikan susu sebagai minuman utama dengan minuman ringan (soft drink). Volek et al. (2003), melaporkan bahwa perubahan konsumsi minuman di kalangan remaja ini berkontribusi pada asupan yang rendah gizi termasuk kalsium. Lebih dari separuh remaja (di Amerika) mengonsumsi susu kurang dari sekali sehari, sedangkan yang dianjurkan adalah sebanyak tiga kali sehari. Di Indonesia, menurut Khomsan (2004), konsumsi susu rata-rata hanya sekitar 0,5 gelas per minggu setiap orang.


Seseorang yang mengonsumsi susu dalam jumlah yang rendah pada saat anak-anak dan remaja, memiliki risiko kurangnya kepadatan tulang dan terjadinya osteoporosis pada saat dewasa dan lanjut usia (Kalkwarf et al. 2003). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Volek et al. (2003) dengan pemberian susu dan jus buah selama 12 minggu pada dua kelompok remaja putra yang sedang mengikuti pelatihan olahraga, menunjukkan bahwa pada kelompok yang diberi susu tercatat secara nyata memiliki asupan kalsium dan kepadatan tulang yang lebih tinggi daripada kelompok yang diberi jus buah. Pada remaja wanita, yang diteliti oleh Cadogan menunjukkan bahwa pemberian minuman susu juga secara nyata dapat meningkatkan kepadatan tulang, akan tetapi tidak menambah berat badan atau lemak tubuh.


Kode File : J008


File skripsi ini meliputi


- Bab I – V (pendahuluan – penutup) lengkap


- Daftar pustaka


- Lampiran2 : instrumen, pengolahan data,dll


Bentuk file : PDF


Donasi : Rp. 50.000,-

Senin, 09 November 2009

Pengetahuan dan sikap remaja putri tentang menarche di SMP XX

Masa remaja merupakan salah satu tahap dalam kehidupan manusia yang sering disebut sebagai masa pubertas yaitu masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa. Pada tahap ini remaja akan mengalami suatu perubahan fisik, emosional dan sosial sebagai ciri dalam masa pubertas. Dan dari berbagai ciri pubertas tersebut, menarche merupakan perbedaan yang mendasar antara pubertas pria dan pubertas wanita. Menarche adalah saat haid/menstruasi yang datang pertama kali yang sebenarnya merupakan puncak dari serangkaian perubahan yang terjadi pada seorang remaja putri yang sedang menginjak dewasa dan sebagai tanda bahwa ia sudah mampu hamil.

Usia remaja putri saat mengalami menarche bervariasi lebar, yaitu antara usia 10-16 tahun, tetapi rata-rata pada usia 12,5 tahun. Statistik menunjukkan bahwa usia menarche dipengaruhi faktor keturunan, keadaan gizi dan kesehatan umum (Sarwono, 2005).

Peristiwa ini menguntungkan pertumbuhan dan perkembangan tanda seks skunder wanita itu. Tanda seks skunder pada wanita meliputi pertumbuhan rambut dengan patrun/pola tertentu pada ketiak, rambut monfeneris (rambut kemaluan), pertumbuhan dan perkembangan buah dada, pertumbuhan distribusi jaringan lemakterutama pada pinggang wanita. Dari sudut perasaan kewanitaan sudah memperhatikan jasmani serta kecantikan, mulai ingin dipuja dan mulai memuja seseorang karena jatuh cinta. Masa pancaroba ini yang memerlukan perhatian orang tua karena sejak masa menstruasi pertama berarti ada kemungkinan menjadi hamil bila berhubungan dengan lawan jenisnya. (Manuaba,1998)

Kode File : K161

File Skripsi ini terdiri atas :

- Bab 1 – 5 (pendahuluan – penutup) lengkap

- Daftar pustaka

Bentuk file : Ms.word

Donasi : Rp. 30.000,-

Peran persepsi keharmonisan keluarga dan konsep diri terhadap kecenderungan kenakalan remaja

Kenakalan remaja dalam studi masalah sosial dapat dikategorikan ke dalam perilaku menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial terjadi karena terdapat penyimpangan perilaku dari berbagai aturan-aturan sosial ataupun dari nilai dan norma sosial yang berlaku. Perilaku menyimpang dapat dianggap sebagai sumber masalah karena dapat membahayakan tegaknya sistem sosial. Penggunaan konsep perilaku menyimpang secara tersirat mengandung makna bahwa ada jalur baku yang harus ditempuh. Perilaku yang tidak melalui jalur tersebut berarti telah menyimpang.

Untuk mengetahui latar belakang perilaku menyimpang perlu membedakan adanya perilaku menyimpang yang tidak disengaja dan yang disengaja, diantaranya karena pelaku kurang memahami aturan-aturan yang ada, perilaku menyimpang yang disengaja, bukan karena pelaku tidak mengetahui aturan. Hal yang relevan untuk memahami bentuk perilaku tersebut, adalah mengapa seseorang melakukan penyimpangan, padahal ia tahu apa yang dilakukan melanggar aturan. Becker mengatakan bahwa tidak ada alasan untuk mengasumsikan hanya mereka yang menyimpang mempunyai dorongan untuk berbuat demikian. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya setiap manusia pasti mengalami dorongan untuk melanggar pada situasi tertentu, tetapi mengapa pada kebanyakan orang tidak menjadi kenyataan yang berwujud penyimpangan, sebab orang dianggap normal biasanya dapat menahan diri dari dorongan-dorongan untuk menyimpang.

Kenakalan-kenakalan yang dilakukan oleh remaja di bawah usia 17 tahun sangat beragam mulai dari perbuatan yang amoral dan anti sosial tidak dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hukum. Bentuk kenakalan remaja tersebut seperti: kabur dari rumah, membawa senjata tajam, dan kebut-kebutan di jalan, sampai pada perbuatan yang sudah menjurus pada perbuatan kriminal atau perbuatan yang melanggar hukum seperti; pembunuhan, perampokan, pemerkosaan, seks bebas, pemakaian obat-obatan terlarang, dan tindak kekerasan lainnya yang sering diberitakan media-media masa.

Berdasarkan hasil beberapa penelitian ditemukan bahwa salah satu faktor penyebab timbulnya kenakalan remaja adalah tidak berfungsinya orangtua sebagai figur tauladan bagi anak. Selain itu suasana keluarga yang meninbulkan rasa tidak aman dan tidak menyenangkan serta hubungan keluarga yang kurang baik dapat menimbulkan bahaya psikologis bagi setiap usia terutama pada masa remaja. Orangtua dari remaja nakal cenderung memiliki aspirasi yang minim mengenai anak-anaknya, menghindari keterlibatan keluarga dan kurangnya bimbingan orangtua terhadap remaja. Sebaliknya, suasana keluarga yang menimbulkan rasa aman dan menyenangkan akan menumbuhkan kepribadian yang wajar dan begitu pula sebaliknya

Kode File : Q028

File Skripsi ini terdiri atas :

- Bab 1 – 5 (pendahuluan – penutup) lengkap

- Daftar pustaka

- Instrumen penelitian

Bentuk file : PDF

Donasi : Rp. 30.000,-

Minggu, 08 November 2009

Hubungan pengetahuan dengan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) masyarakat Desa XX

Hidup bersih, sehat, bahagia dan sejahtera lahir batin adalah dambaan setiap orang. Hidup berkecukupan materi bukan jaminan bagi seseorang bisa hidup sehat dan bahagia. Mereka yang kurang dari sisi materi juga bisa menikmati hidup sehat dan bahagia. Sebab, kesehatan terkait erat dengan perilaku atau budaya. Perubahan perilaku atau budaya membutuhkan edukasi yang terus menerus. Pemerintah sudah cukup lama mengampanyekan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), salah satunya adalah penggunaan air bersih baik untuk kebutuhan air minum, mandi, mencuci dan jamban (Aprilianti, 2009).

Pemerintah telah berupaya agar masyarakat dapat memanfaatkan air bersih untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari hari baik untuk minum mandi dan kebutuhan yang lain. Namun berbagai kendala klasik menghadang, diantaranya disparitas status kesehatan antar tingkat sosial ekonomi, antar kawasan, dan antar perkotaan-perdesaan, beban ganda penyakit, rendahnya kinerja pelayanan kesehatan, rendahnya kebersihan lingkungan, rendahnya pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan, dan terbatasnya tenaga kesehatan dan penyebarannya (Nawawi, 2005).

Mandi di sungai masih dilakukan beberapa warga, karena kebiasaan mandi di sungai itu memang mudah, tinggal menceburkan diri karena airnya sangat berlimpah. Namun mandi di sungai tentu mempunyai resiko negatif karena banyak sungai yang sudah terkontaminasi beragam limbah rumah tangga seperti sampah, tinja dan bahan beracun dan berbahaya lainnya. Kebiasaan buruk membuang sampah ke sungai selama berpuluh puluh tahun itu bukan tidak menimbulkan persoalan. Air sungai menjadi kotor dan rawan terjadi penyumbatan saluran yang beresiko terjadinya banjir. Namun masih banyak warga yang berpendapat bahwa mereka sudah bertahun tahun membuang sampah ke sungai, tapi tidak terjadi masalah apa-apa (Ambrosius Harto, 2006).

Kode File : K166

File proposal ini meliputi :

  • Bab 1-3 (Pendahuluan-Metpen) lengkap

  • Daftar Pustaka


Bentuk file : Ms.word
Donasi : Rp.30.000,-

Hubungan antara pengetahuan dengan sikap tokoh masyarakat terhadap pencapaian program Desa Siaga

Sebuah desa dikatakan menjadi desa siaga apabila desa tersebut telah memiliki sekurang-kurangnya sebuah Pos Kesehatan Desa (PKD/Poskesdes). Salah satu bentuk pembinaannya yaitu menumbuhkan perilaku hidup bersih dan sehat pada setiap tatanan dalam masyarakat. Indikator keberhasilan lain dari desa siaga adalah mengacu pada cakupan pelayanan kesehatan dasar (utamanya KIA), cakupan pelayanan UKBM- UKBM lain, jumlah kasus kegawatdaruratan dan KLB yang ada dan  dilaporkan, cakupan rumah tangga yang mendapat kunjungan rumah untuk kadarzi dan PHBS, serta tertanganinya masalah kesehatan dengan respon cepat (Depkes, 2007).

Untuk mencapai keberhasilan program Desa Siaga tersebut mutlak diperlukan peran serta aktif dari masyarakat terutama kader kesehatan, karena inti kegiatan Desa Siaga adalah memberdayakan masyarakat agar mau dan mampu untuk hidup sehat. Oleh karena itu maka dalam pengembangannya diperlukan langkah-langkah pendekatan edukatif, yaitu upaya mendampingi (memfasilitasi) masyarakat untuk menjalani proses pembelajaran yang berupa proses pemecahan masalah-masalah kesehatan yang dihadapinya (Pua Geno, 2006).

Pentingnya peran serta masyarakat dalam program-program kegiatan pembangunan kesehatan, tidaklah bisa dipungkiri. Hasil observasi, pengalaman lapangan hingga keberhasilan cakupan suatu program yang telah dianalis membuktikan bahwa peran serta masyarakat sangat menentukan terhadap keberhasilan, kemandirian dan kesinambungan pembangunan kesehatan. Penyebabnya ada dua faktor, yaitu dapat menumbuhkan rasa memiliki (sense of belonging) dan faktor kesinambungan (continuity) pelaksanaan program kesehatan. Dengan demikian, maka sebaiknya dan seyogyanya pengorganisasian kegiatan masyarakat dalam pembangunan kesehatan harus dilakukan oleh masyarakat itu sendiri (BPPSDMK, 2009).

Perlu tekad kuat dan dilandasi kesadaran dan kemauan yang tinggi dari seluruh elemen masyarakat untuk mencapai keberhasilan desa siaga, karena Desa siaga adalah desa yang masyarakatnya memiliki kesiapan sumberdaya dan kemampuan serta kemauan untuk mencegah dan mengatasi masalah-masalah kesehatan, bencana dan kegawatdaruratan kesehatan secara mandiri. Sumberdaya yang dimaksud adalahh para tokoh masyarakat, tokoh agama, dan kader kesehatan serta masyarakat pada umumnya. Kemampuan didasari oleh pengetahuan dan keterampilan yang memadai, sedangkan kemauan harus didukung oleh sikap yang positif dari seluruh elemen masyarakat, khususnya para tokoh masyarakatnya.

Kode File : K188

File Proposal ini meliputi :

  • Bab 1 - 3 (Pendahuluan-mettpen) lengkap

  • Daftar Pustaka

  • Instrumen/Kuesioner


Bentuk File : Ms.Word
Donasi : Rp. 50.000,-

Pengaruh Stimulasi Kutaneus: Slow-Stroke Back Massage Terhadap Intensitas Nyeri Osteoartritis Pada Lansia Di Panti Werdha XX

Penyakit osteoartritis adalah hasil dari peristiwa mekanik dan biologik yang mengakibatkan tidak stabilnya degradasi dan sintesis kondrosit kartilago artikuler serta matriks ekstraseluler. Salah satu faktor resiko yang memicu ketidakstabilan ini adalah proses penuaan. Penuaan mendorong terbentuknya tonjolan-tonjolan tulang (osteofit) dan degradasi kartilago sehingga timbul gejala klinis primer berupa nyeri sendi. Salah satu cara non farmakologi untuk mengatasi nyeri ini adalah dengan pemberian stimulasi kulit dengan tehnik slow-stroke back massage. Mekanisme kerja stimulasi kutaneus: slow-stroke back massage dalam menurunkan intensitas nyeri menggunakan prinsip teori gate control dan teori endorphin. Penelitian pra eksperimen ini dirancang untuk mengetahui pengaruh pemberian stimulasi kutaneus: slow-stroke back massage terhadap intensitas nyeri osteoartritis. Untuk keperluan tersebut, maka desain yang digunakan adalah pra eksperimental dengan pendekatan one group pre test-post test. Subyek penelitian adalah lansia yang berusia 55 tahun ke atas di Panti Werdha XX, didapatkan subyek penelitian sebanyak 10 orang yang ditentukan dengan tehnik purposive sampling. Penelitian dilaksanakan mulai tanggal 15 Desember 2007 sampai 5 Januari 2008. Tehnik pengumpulan data menggunakan metode wawancara dan observasi. Berdasarkan uji statistik Wilcoxon Signed Rank Test dengan α = 0,05 didapatkan p value < α (0,011 < 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa pemberian stimulasi kutaneus: slow-stroke back massage mempunyai pengaruh terhadap intensitas nyeri osteoartritis pada lansia.

Kode File : K205

File Skripsi ini terdiri atas :

- Bab 1 – 5 (pendahuluan – penutup) lengkap

- Daftar pustaka

- Lampiran2 (instrumen, pengolahan data, dll)

Bentuk file : Ms.Word

Donasi : Rp. 90.000,-

Hubungan Otonomi dan Beban Kerja Perawat Dengan Kepuasan Kerja Di Ruang XX Rumah Sakit YY

Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan otonomi perawat di rumah sakit diantaranya adalah: 1) Faktor kebijakan rumah sakit yang tidak memiliki kerangka dan batasan kerja untuk perawat. 2) belum adanya sistem registrasi yang mapan dan 3) persoalan kode etik. Segala bentuk praktek pelayanan kesehatan yang dilakukan perawat terkesan tidak terikat oleh kode etik profesi. Kelemahan diunsur otonomi profesi ini mendudukkan perawat pada posisi yang lemah. Rendahnya otonomi kerja yang diberikan kepada perawat didukung oleh tingginya beban kerja non fungsi perawat berdampak pada stress kerja yang dialami perawat. Faktor-faktor yang mempengaruhi beban kerja perawat antara lain adalah: kondisi pasien, jumlah pasien, tingkat ketergantungan pasien serta waktu yang diperlukan untuk setiap tindakan keperwatan terhadap pasien baik secara langsung maupun tudak langsung

Otonomi adalah hal yang sangat berpengaruh terhadap kesuksesan sebuah profesi, pemberian otonomi yang sesuai standar keperawatan akan memberikan kepuasan tersendiri pada perawat dan juga dapat menunjukkan profesionalisme profesi.keperawatan. Rendahnya otonomi kerja yang diberikan kepada perawat didukung oleh tingginya beban kerja non fungsi perawat berdampak pada stress kerja yang dialami perawat yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap kepuasan kerja perawat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara otonomi dan beban kerja perawat terhadap kepuasan kerja. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif korelasional dengan pendekatan cross sectional. Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah perawat pelaksana pada shif pagi. Hasil penelitian yang menggunakan uji stastitik regresi linier ganda dengan tingkat kepercayaan 95% menunjukkan bahwa semakin tinggi otonomi maka semakin tinggi kepuasan kerja perawat dan semakin tinggi beban kerja maka semakin rendah kepuasan kerja yang dimiliki perawat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara otonomi dan beban kerja perawat dengan kepuasan kerja di Ruang XX. sehingga diperlukan suatu kebijakan tentang pengelolaan beban kerja yang adekuat oleh manajemen rumah sakit.

Kode File : K204

File Skripsi ini terdiri atas :

- Bab 1 – 5 (pendahuluan – penutup) lengkap

- Daftar pustaka

- Lampiran2 (instrumen, pengolahan data, dll)

Bentuk file : Ms.Word

Donasi : Rp. 90.000,-

Gambaran pola makan klien dengan hipertensi derajat II di Puskesmas XX

Dengan semakin meningkatnya pendapatan seseorang biasanya akan merubah gaya hidupnya menjadi kebarat-baratan. Pemandangan seperti ini banyak dijumpai di kota-kota seperti banyak dijumpai Restoran Fast Food, Fried Chicken, Pizza Hut dan lain-lain yang dengan mudah menggeser pola makan masyarakat. Makanan yang disajikan direstoran umumnya memiliki kandungan tinggi lemak dan tinggi protein. Dan juga seseorang terlalu sering mengkonsumsi makanan tersebut dikhawatirkan lebih mudah terserang penyakit hipertensi dan penyakit lainnya.

Begitu pula dengan masyarakat di daerah pedalaman atau pegunungan yang rata-rata bermata pencaharian sebagai petani mempunyai peluang menderita hipertensi karena mempunyai kebiasaan makan yang dominan berasa asin dan senang makanan yang bersantan kental sehingga tidak menutup kemungkinan walaupun tinggal dikota ataupun di Pedesaan potensial menderita hipertensi

Menurut Purwati Saliman, Rahayu, (2004) Hipertensi lebih sering diitemukan pada Usia lanjut dan diperkirakan 23% wanita dan 14% pria lebih dari 65 tahun karena pada usia lanjut terjadi penurunan fungsi organ secara keseluruhan seperti pada jantung terjadi kekakuan pembuluh darah, sehingga memacu jantung bekerja lebih keras dan menimbulkan hipertensi. Dan menurut para ahli angka kematian akibat penyakit jantung dengan hipertensi adalah 3 x lebih sering dibandingkan usia lanjut tanpa hipertensi pada usia yang sama.

Mengingat fatalnya akibat hipertensi perlu upaya pencegahan hipertensi. Ada beberapa cara pencegahan yaitu cara farmakologis dan non farmakologis. Beberapa cara non farmakologis antara lain perubahan gaya hidup meliputi menghindari rokok, olah raga, menghindari alkohol, dan pola makan yang baik bagi penderita hipertensi.

Kode File : L032

File Proposal ini terdiri atas :

- Bab 1 – 3 (pendahuluan – metpen) lengkap

- Daftar pustaka

- Lampiran2 (instrumen, jadwal, dll)

Bentuk file : Ms.Word

Donasi : Rp. 40.000,-

Selasa, 03 November 2009

Analisis Nilai Ekonomi Pengolahan Persampahan Di Dinas Kebersihan

ANALISIS NILAI EKONOMI PENGELOLAAN


Permasalahan sampah tidak hanya di alami oleh bangsa Indonesia, akan tetapi telah menjadi permasalahan dunia. Pertumbuhan penduduk dunia yang bersinergi dengan pertumbuhan ekonomi dan teknologi telah melahirkan industri yang beraneka ragam. Selain mendatangkan kemudahan dan kenyamanan hidup bagi manusia, industri-industri ini juga menghasilkan limbah yang sering disebut dengan sampah. Sampah tidak akan pernah lepas dari denyut nadi kehidupan setiap manusia. Karena dalam berbagai aktivitas kehidupannya, setiap manusia akan menghasilkan sampah sebagai akibat dari penggunaan barang-barang konsumi yang dihasilkan oleh industri-industri tersebut.


Agar sampah-sampah tersebut nantinya tidak sampai mengakibatkan terjadinya proses degradasi lingkungan maka sampai saat ini tetap saja diperlukan cara-cara tertentu serta pengembangan yang tiada henti-hentinya dalam proses pengelolaan sampah. Pengelolaan sampah merupakan salah satu masalah besar yang selalu dihadapi di daerah perkotaan, terutama pada daerah yang padat jumlah penduduknya. Setiap pemerintah kota tentunya telah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi permasalahan ini. Akan tetapi masalah sampah ini tidak pernah selesai karena aktivitas kehidupan masyarakat di perkotaan yang sangat besar. Hal inilah yang mengakibatkan penangangan masalah sampah, baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya cenderung tidak seimbang.


Di banyak negara maju, sampah yang diproduksi oleh masyarakatnya (sampah organik dan anorganik) sedapat mungkin diolah dan digunakan kembali untuk dijadikan produk-produk yang bermanfaat.


Pemanfaatan sampah organik sebagai bahan utama kompos sudah biasa dilakukan. Karena selain dapat dijadikan pupuk ternyata sampah tersebut dapat mereduksi emisi gas rumah kaca.


Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang ada saat ini, pada dasarnya dioperasikan dengan sistem open dumping. Ini memungkinkan terjadinya proses dekomposisi bahan organik secara anaerobik menjadi gas Metana (CH4), Karbon dioksida (CO2), dan sejumlah kecil N2, H2. Gas Metana ini merupakan gas rumah kaca yang memiliki efek rumah kaca 20-30 kali lebih besar dibanding dengan Karbondioksida. (Suprihatin,2003)


Untuk setiap satu ton sampah yang terdapat di TPA rata-rata dapat menghasilkan 0.235 m³ gas Metana (Henry and Heinke, 1996), sedangkan jika dikomposkan akan dapat menghasilkan 0,5 ton kompos. Dengan demikian, dengan menghasilkan satu ton kompos, rata-rata emisi gas rumah kaca sebesar 0,47 ton metana atau setara dengan 9,4 ton karbon dioksida dapat dicegah. (Suprihatin,2003)


Protokol Kyoto, yang diadakan pada tahun 1997 (suatu pertemuan yang mengatur Kerangka Kerja Konvensi pada Perubahan Iklim Global) telah mencantumkan bahwa emisi gas rumah kaca dapat diperdagangkan. Meskipun untuk itu sebelumnya harus dilakukan suatu verifikasi dan sertifikasi. Harga reduksi emisi gas rumah kaca tersebut berkisar 5-20 dollar AS per ton karbon. (Suprihatin,2003)


Di Indonesia, ternyata perdagangan emisi gas rumah kaca ini telah dilakukan melalui mekanisme kerja sama antara Pemerintah Indonesia dengan Bank Dunia melalui Proyek West Java Environmental Management Project (WJEMP). Sasarannya adalah menghasilkan 100.000 ton kompos/tahun, sehingga diestimasi dapat menurunkan emisi 600.000 ton karbondioksida untuk setiap tahunnya. Melalui mekanisme perdagangan gas rumah kaca ini, produksi 100.000 ton kompos/tahun dapat menghasilkan nilai ekonomi sebesar 0,7-2,9 juta dollar AS/tahun. (Suprihatin,2003)


Penggunaan sampah anorganik untuk diolah kembali menjadi bahan yang bernilai ekonomis juga telah banyak yang dilakukan. Sebagai contoh, di Amerika Serikat kini telah banyak berdiri pusat-pusat recycle yang menerima berbagai macam produk yang dapat di recycle. Harga produk yang dapat di recycle bermacam-macam nilai ekonominya. Sebagai contoh harga kaleng coca cola dan sejenisnya dihargai 5 sen untuk setiap kalengnya. (Budianta,2003)


 


 


 


 


 


Kode File : L031


 


File Thesis ini terdiri atas :


-         Bab 1 – 5 (pendahuluan – penutup) lengkap


-         Daftar pustaka


-         Lampiran2 (instrumen, pengolahan data, dll)


 


Bentuk file : PDF


Donasi : Rp. 50.000,-