Budaya organisasi bisa dikatakan sebagai jiwa organisasi. Hal ini dilandasi pemikiran bahwa budaya organisasi merupakan persepsi karyawan tentang nilai-nilai, sikap dan perilaku yang dianggap sebagai pedoman untuk menghadapi permasalahan eksternal organisasi dan integrasi ke dalam organisasi sehingga masing-masing pegawai memahami dan melaksanakan sesuai dengan interpretasinya tersebut. Budaya organisasi di Dinas XX dapat dilihat dari empat tipe yaitu budaya kekuasaan, budaya peran, budaya dukungan dan budaya prestasi. Karena budaya organisasi menjadi pedoman bagi pegawai/karyawan dalam mempersepsi segala sesuatu di lingkungan kerjanya, tidak mengherankan jika budaya organisasi juga akan berpengaruh terhadap prestasi kerja karyawan. Budaya organisasi yang kuat akan menciptakan prestasi kerja yang tinggi, sebaliknya budaya organisasi yang lemah juga akan melemhkan prestasi kerja karyawan. Karena budaya organisasi dalam penelitian ini terdiri dari empat tipe, maka pengaruh budaya organisasi ini dapat berlaku secara parsial (satu variabel saja) atau simultan antara dua atau bahkan keseluruhan variabel terhadap prestasi kerja karyawan.
Sedangkan berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa di lingkungan Dinas XX variabel budaya peran (X2) dan budaya prestasi (X4) berpengaruh secara parsial dan signifikan terhadap prestasi kerja karyawannya. Akan tetapi variabel budaya kekuasaan (X1) dan budaya dukungan (X3) secara parsial tidak berpengaruh terhadap prestasi kerja karyawan dan tidak signifikan. Sedangkan secara simultan atau bersama-sama seluruh variabel berpengaruh secara signifikan terhadap prestasi kerja karyawan Dinas XX.
Kenyataan ini terjadi karena hasil penelitian terhadap responden untuk variabel budaya kekuasaan dan budaya dukungan jika dihubungkan dengan variabel prestasi kerja, hasilnya cenderung homogen dan tidak selalu konsisten. Untuk responden dengan skor besar pada variabel budaya kekuasaan maupun budaya dukungan, hasil skor prestasi kerjanya sama dengan yang memiliki skor kecil pada variabel budaya kekuasaan dan budaya dukungan. Jadi semakin besar atau semakin kecil skor variabel budaya kekuasaan dan budaya dukungan tidak berpengaruh terhadap besar atau kecilnya skor prestasi kerja pegawai.
Faktor dominan yang paling berpengaruh terhadap prestasi kerja karyawan dari hasil analisis tersebut adalah budaya peran (X2). Hal ini menunjukkan bahwa peran seseorang dalam suatu tatanan organisasi sangatlah penting dalam usaha meningkatkan prestasi kerja orang tersebut, demikian pula budaya peran pimpinan akan mendorong prestasi kerja karyawan yang berada dibawah kekuasaan dan wewenangnya.
Kode file : F061
File thesis ini meliputi
- Bagian depan (Daftar isi, daftar tabel, dll)
- Bab I – V (pendahuluan – penutup) lengkap
- Daftar pustaka
- Lampiran2 : instrumen, analisis data, dll
Bentuk file : WORD
Donasi : Rp. 150.000,-
Minggu, 05 Desember 2010
Pengetahuan ibu nifas tentang tanda-tanda bahaya masa nifas di BPS XXX
Mortalitas dan morbiditas pada wanita hamil, bersalin dan nifas adalah masalah besar di negara berkembang. Di negara miskin sekitar 25-30% kematian wanita usia subur disebabkan oleh kehamilan persalinan dan nifas. Kematian saat melahirkan biasanya menjadi faktor utama mortalitas wanita muda pada masa puncak produktivitasnya. Tahun 1996 WHO memperkirakan lebih dari 585.000 ibu pertahunnya meninggal saat hamil bersalin dan nifas. Di Asia Selatan wanita kemungkinan 1 : 18 meninggal akibat kehamilan, persalinan dan nifas. Di negara Afrika 1 : 14, sedangkan di Amerika Utara hanya 1 : 6.366. Lebih dari 50% kematian di negara berkembang sebenarnya dapat dicegah dengan teknologi yang ada serta biaya relatif rendah (Prawirohardjo, 2002).
Pada wanita atau ibu nifas, penjelasan mengenai tanda-tanda bahaya masa nifas sangat penting dan perlu, oleh karena masih banyak ibu atau wanita yang sedang hamil atau pada masa nifas belum mengetahui tentang tanda-tanda bahaya masa nifas, baik yang diakibatkan masuknya kuman kedalam alat kandungan seperti eksogen (kuman datang dari luar), autogen (kuman masuk dari tempat lain dalam tubuh) dan endogen (dari jalan lahir sendiri) (Rustam Mochtar, 2006).
Apabila ibu nifas mengerti tentang tanda-tanda bahaya masa nifas, maka apabila terjadi masalah-masalah seperti infeksi nifas maka ibu akan mengerti dan segera memeriksakan diri ke petugas kesehatan, Sebaliknya jika ibu tidak mengerti tanda-tanda bahaya masa nifas maka ibu tidak akan tahu apakah ibu dalam bahaya atau tidak.
Kode file : K153
File skripsi ini meliputi
- Bab I – V (pendahuluan – penutup) lengkap
- Daftar pustaka
Bentuk file : WORD
Donasi : Rp. 30.000,-
Pada wanita atau ibu nifas, penjelasan mengenai tanda-tanda bahaya masa nifas sangat penting dan perlu, oleh karena masih banyak ibu atau wanita yang sedang hamil atau pada masa nifas belum mengetahui tentang tanda-tanda bahaya masa nifas, baik yang diakibatkan masuknya kuman kedalam alat kandungan seperti eksogen (kuman datang dari luar), autogen (kuman masuk dari tempat lain dalam tubuh) dan endogen (dari jalan lahir sendiri) (Rustam Mochtar, 2006).
Apabila ibu nifas mengerti tentang tanda-tanda bahaya masa nifas, maka apabila terjadi masalah-masalah seperti infeksi nifas maka ibu akan mengerti dan segera memeriksakan diri ke petugas kesehatan, Sebaliknya jika ibu tidak mengerti tanda-tanda bahaya masa nifas maka ibu tidak akan tahu apakah ibu dalam bahaya atau tidak.
Kode file : K153
File skripsi ini meliputi
- Bab I – V (pendahuluan – penutup) lengkap
- Daftar pustaka
Bentuk file : WORD
Donasi : Rp. 30.000,-
Sabtu, 04 Desember 2010
Perbedaan Perkembangan Anak Usia 3-5 Tahun Antara yang Diasuh Ibu Bekerja dan Ibu Tidak Bekerja
Dampak negatif dari ibu bekerja adalah tidak dapat memberikan perhatian yang penuh pada perkembangan anaknya, sedangkan ibu yang tidak bekerja cenderung memiliki waktu pengasuhan lebih banyak. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan perkembangan anak usia 3-5 tahun yang diasuh ibu bekerja dan tidak bekerja.
Desain penelitian ini menggunakan desain deskriptif komparatif dengan pendekatan case control. Populasi dalam penelitian ini adalah anak usia 3-5 tahun, sampel 65 responden yang dipilih dengan teknik purposive Sampling. Variabel Independent dalam penelitian ini adalah status pekerjaan dan variabel dependent adalah perkembangan anak usia 3-5 tahun. Dari hasil analisa data, digunakan uji Chi-Square dengan program SPSS.
Hasil penelitian menunjukkan anak yang diasuh ibu bekerja memiliki perkembangan normal terbesar yaitu 15 anak (71%). Sedangkan anak yang diasuh ibu tidak bekerja perkembangan normal sebesar 8 anak (33%). Hasil dari pengolahan data menggunakan rumus Chi-Square dengan bantuan program SPSSadalah 6,512 dengan taraf signifikan 0,039. sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan dari perkembangan anak usia 3-5 tahun antara yang diasuh ibu bekerja dan yang diasuh oleh ibu tidak bekerja. Diharapkan kepada ibu yang bekerja maupun tidak bekerja agar selalu memperhatikan kebutuhan fisik, emosi dan stimulasi mental anak selama tahap perkembangannya.
Kode file : K235
File skripsi ini meliputi
- Bagian depan (Daftar isi, daftar tabel, dll)
- Bab I – V (pendahuluan – penutup) lengkap
- Daftar pustaka
- Lampiran2
Bentuk file : WORD
Donasi : Rp. 100.000,-
Desain penelitian ini menggunakan desain deskriptif komparatif dengan pendekatan case control. Populasi dalam penelitian ini adalah anak usia 3-5 tahun, sampel 65 responden yang dipilih dengan teknik purposive Sampling. Variabel Independent dalam penelitian ini adalah status pekerjaan dan variabel dependent adalah perkembangan anak usia 3-5 tahun. Dari hasil analisa data, digunakan uji Chi-Square dengan program SPSS.
Hasil penelitian menunjukkan anak yang diasuh ibu bekerja memiliki perkembangan normal terbesar yaitu 15 anak (71%). Sedangkan anak yang diasuh ibu tidak bekerja perkembangan normal sebesar 8 anak (33%). Hasil dari pengolahan data menggunakan rumus Chi-Square dengan bantuan program SPSSadalah 6,512 dengan taraf signifikan 0,039. sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan dari perkembangan anak usia 3-5 tahun antara yang diasuh ibu bekerja dan yang diasuh oleh ibu tidak bekerja. Diharapkan kepada ibu yang bekerja maupun tidak bekerja agar selalu memperhatikan kebutuhan fisik, emosi dan stimulasi mental anak selama tahap perkembangannya.
Kode file : K235
File skripsi ini meliputi
- Bagian depan (Daftar isi, daftar tabel, dll)
- Bab I – V (pendahuluan – penutup) lengkap
- Daftar pustaka
- Lampiran2
Bentuk file : WORD
Donasi : Rp. 100.000,-
Pengaruh Pemberian Lavement Dan Obat Pencahar Terhadap Kecepatan Proses Persalinan
Ruptur perineum dapat terjadi karena adanya ruptur spontan maupun episiotomi. Salah satu penyebab rupture perineum adalah karena usus atau kolon yang terisi penuh sehingga berdesakan dengan kepala dan badan janain pada saat proses persalinan berlangsung. Pasien pada umumnya dianjurkan untuk buang air besar secara normal sebelum proses persalinan berlangsung. Namun banyak pasien yang idak dapat melakukan buang air besar secara normal karena kondisi kecemasan, takut dan gelisah menjelang proses melahirkan. Untuk itu tindakan alternatif perlu dilakukan terutama menghadapi ibu atau pasien yang kesulitan buang air besar secara normal seperti pemberian lavement menggunakan air hangat dan sabun, atau pemberian obat pencahar.
Penelitian ini menggunakan desain eksperimen dengan jumlah sampel sebanyak 30 orang. Instrumen yang digunakan adalah lembar observasi. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Tahun 2010. Data dianalisa menggunakan model analisis varians klasifikasi satu arah.
Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara pemberian lavementt, obat pencahar, dan buang air besar (BAB) normal terhadap kontraksi uterus, lama pembukaan 0-9 cm, lama pembukaan kala II dan III, robekan perineum, volume perdarahan, dan kondisi bayi baru lahir. Peneliti menyarankan agar Ibu yang sedang dipersiapkan untuk proses persalinan hendaknya dianjurkan untuk BAB secara normal dahulu dengan penjelasan yang tepat demi kelancara proses persalinan. Jika ibu tidak bersedia BAB secara normal, maka penggunaan lavementt dengan air hangat.
Kode file : K207
File skripsi ini meliputi
- Bagian depan (Daftar isi, daftar tabel, dll)
- Bab I – V (pendahuluan – penutup) lengkap
- Daftar pustaka
- Lampiran2 : instrumen, dll
Bentuk file : WORD
Donasi : Rp. 125.000,-
Penelitian ini menggunakan desain eksperimen dengan jumlah sampel sebanyak 30 orang. Instrumen yang digunakan adalah lembar observasi. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Tahun 2010. Data dianalisa menggunakan model analisis varians klasifikasi satu arah.
Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara pemberian lavementt, obat pencahar, dan buang air besar (BAB) normal terhadap kontraksi uterus, lama pembukaan 0-9 cm, lama pembukaan kala II dan III, robekan perineum, volume perdarahan, dan kondisi bayi baru lahir. Peneliti menyarankan agar Ibu yang sedang dipersiapkan untuk proses persalinan hendaknya dianjurkan untuk BAB secara normal dahulu dengan penjelasan yang tepat demi kelancara proses persalinan. Jika ibu tidak bersedia BAB secara normal, maka penggunaan lavementt dengan air hangat.
Kode file : K207
File skripsi ini meliputi
- Bagian depan (Daftar isi, daftar tabel, dll)
- Bab I – V (pendahuluan – penutup) lengkap
- Daftar pustaka
- Lampiran2 : instrumen, dll
Bentuk file : WORD
Donasi : Rp. 125.000,-
Faktor-faktor yang mempengaruhi ibu dalam memberikan susu formula dini pada bayi usia 0-6 bulan
Praktek menyusui di negara berkembang telah berhasil menyelamatkan sekitar 1,5 juta bayi pertahun. Atas dasar tersebut WHO merekomendasikan untuk hanya memberikan ASI sampai bayi berusia 4-6 bulan. UNICEF menyatakan 30 ribu kematian bayi di Indonesia dan 10 juta kematian anak balita di dunia tiap tahun dapat dicegah melalui pemberian ASI secara eksklusif selama enam bulan sejak tanggal kelahirannya tanpa harus memberikan makanan serta minuman tambahan kepada bayi. Oleh karena itu, sampai usia 6 bulan bayi tidak membutuhkan makanan apapun selain ASI. Artinya, bayi hanya memperoleh susu ibu saja tanpa tambahan cairan lain baik susu formula, jeruk, madu, air teh, bahkan air putih sekalipun.
Untuk melindungi hak-hak bayi dalam mendapatkan ASI, telah dirumuskan kode etik internasional yang berupaya mendukung dan melindungi kegiatan Ibu menyusui, dengan mengatur praktek penjualan produk-produk yang termasuk dalam kategori asupan selain ASI. Kode etik ini berlaku untuk : susu buatan untuk bayi; produk-produk yang digunakan untuk memberi asupan kepada bayi, terutama produk yang digunakan dengan botol susu atau untuk bayi berumur di bawah 6 bulan. Kode etik ini juga berlaku untuk produk botol susu atau dot bayi.
Pemberian susu formula dapat mengurangi keyakinan ibu akan kemampuannya untuk menyusui sendiri. Hal ini juga menurunkan selera makan bayi yang alami dan menyebabkan bayi tidak begitu mau menyusu pada pemberian ASI berikutnya. Karena ASI diproduksi berdasarkan pasokan dan kebutuhan bayi, pemberian susu tambahan (formula) dapat membawa akibat yang serius untuk menimbulkan laktasi dan mempertahankannya.
Memberikan susu formula pada bayi usia 0-6 bulan sangat berbahaya, karena dapat menimbulkan berbagai penyakit dan gangguan seperti infeksi saluran pencernaan (muntah, diare), infeksi saluran pernafasan, meningkatkan resiko alergi, resiko serangan asma, resiko kegemukan (obesitas), meningkatkan resiko penyakit jantung dan pembuluh darah, diabetes, resioko kanker pada anak, penyakit menahun, penyakit telinga tengah, infeksi yang berasal dari susu formula tercemar, meningkatkan resiko efek samping zat pencemar lingkungan, meningkatkan kurang gizi, meningkatkan resiko kematian, dan menurunkan perkembangan keserdasan kognitif.
Kode File : K234
File skripsi ini meliputi :
Bentuk file : Ms.Word
Donasi : 125.000,-
Untuk melindungi hak-hak bayi dalam mendapatkan ASI, telah dirumuskan kode etik internasional yang berupaya mendukung dan melindungi kegiatan Ibu menyusui, dengan mengatur praktek penjualan produk-produk yang termasuk dalam kategori asupan selain ASI. Kode etik ini berlaku untuk : susu buatan untuk bayi; produk-produk yang digunakan untuk memberi asupan kepada bayi, terutama produk yang digunakan dengan botol susu atau untuk bayi berumur di bawah 6 bulan. Kode etik ini juga berlaku untuk produk botol susu atau dot bayi.
Pemberian susu formula dapat mengurangi keyakinan ibu akan kemampuannya untuk menyusui sendiri. Hal ini juga menurunkan selera makan bayi yang alami dan menyebabkan bayi tidak begitu mau menyusu pada pemberian ASI berikutnya. Karena ASI diproduksi berdasarkan pasokan dan kebutuhan bayi, pemberian susu tambahan (formula) dapat membawa akibat yang serius untuk menimbulkan laktasi dan mempertahankannya.
Memberikan susu formula pada bayi usia 0-6 bulan sangat berbahaya, karena dapat menimbulkan berbagai penyakit dan gangguan seperti infeksi saluran pencernaan (muntah, diare), infeksi saluran pernafasan, meningkatkan resiko alergi, resiko serangan asma, resiko kegemukan (obesitas), meningkatkan resiko penyakit jantung dan pembuluh darah, diabetes, resioko kanker pada anak, penyakit menahun, penyakit telinga tengah, infeksi yang berasal dari susu formula tercemar, meningkatkan resiko efek samping zat pencemar lingkungan, meningkatkan kurang gizi, meningkatkan resiko kematian, dan menurunkan perkembangan keserdasan kognitif.
Kode File : K234
File skripsi ini meliputi :
- Bagian depan
- Bab 1-5 (pendahuluan s/d penutup lengkap)
- Daftar Pustaka (tahun 2001 - 2009)
- Lampiran2 (Kuesioner dll)
Bentuk file : Ms.Word
Donasi : 125.000,-
Sabtu, 25 September 2010
Hubungan Otonomi dan Beban Kerja Perawat Dengan Kepuasan Kerja Di Ruang XX Rumah Sakit YY
Pengaruh terapi musik klasik terhadap perubahan kreativitas pada anak autis
Autisme adalah sebuah sindrom gangguan perkembangan system syaraf pusat yang ditemukan pada sejumlah anak ketika masa kanak – kanak hingga masa sesudahnnya (Purwati,2007). Salah satu penyebab autis dapat dikarenakan adanya kelainan pada otak anak, yang berhubungan dengan jumlah sel syaraf, baik itu selama kehamilan maupun setelah persalinan, kemudian juga disebabkan adanya kongenital Rubella, Herpez Simplex Enchepalitis, dan Cytomegalovirus Infection.
Prevalensi autisme pada anak berkisar 2 – 5 penderita dari 10.000 anak – anak dibawah 12 tahun. Apabila retardasi (keterbelakangan mental) berat dengan beberapa gambaran autisme dimasukkan, maka angkanya meningkat menjadi 20 penderita dari 10.000 anak. Rasio perbandingan 3 : 1 untuk anak laki – laki dan perempuan. Dengan kata lain, anak laki – laki lebih rentan menyandang sindrom autisme dibandingkan anak perempuan. Bahkan diprediksikan oleh para ahli bahwa kuantitas anak autisme pada tahun 2010 akan mencapai 60% dari keseluruhan populasi anak di seluruh dunia.
Anak autisme terisolasi dari lingkungan dan hidup di dunianya sendiri, tidak bisa berbicara secara normal, berkomunikasi, berhubungan dengan orang lain dan belajar berinteraksi dengan seseorang. Penyandang autisme pada umumnya tidak mampu mengembangkan permainan yang kreatif dan imajinatif. Oleh karena itu mereka membutuhkan stimulasi agar bisa mengembangkan daya kreativitas dan imajinasinya untuk dapat bersosialisasi dengan orang lain.
Terapi autisme menurut Tjin Wiguna (2002) yang ditulis oleh Astuti (2007) adalah penatalaksanaan anak dengan gangguan autisme secara terstruktur dan berkesinambungan untuk mengurangi masalah perilaku dan untuk meningkatkan kemampuan belajar dan perkembangan anak sesuai atau paling sedikit mendekati anak seusianya dan bersifat multi disiplin yang meliputi: (1) terapi perilaku berupa ABA (Applied Behaviour Analysis), (2) terapi biomedik (medikamentosa), (3) terapi tambahan lainnya yaitu, terapi wicara, terapi sensory integration, terapi musik, terapi diet, dll .
Penelitian membuktikan bahwa musik, terutama musik klasik sangat mempengaruhi perkembanngan IQ (Intelegent Quotient) dan EQ (Emotional Quotient). Seorang anak yang sejak kecil terbiasa mendengarkan musik akan lebih berkembang kecerdasan emosional dan intelegensinya dibandingkan dengan anak yang jarang mendengarkan musik. Para peneliti juga menemukan bahwa musik dapat meningkatkan kreativitas, memperbaiki kepercayaan diri, mengembangkan ketrampilan sosial, menaikkan perkembangan motorik persepsi dan perkembangan psikomotor. Pendapat ini didukung oleh penelitian yang dilakukan ahli saraf dari Universitas Harvard, Mark Tramo , (2006). Ia mengatakan, di dalam otak terdiri dari jutaan neuron yang menyebar di otak akan menjadi aktif saat mendengarkan musik. Rangsangan neuron itulah yang meningkatkan kecerdasan. Maka dari itu, diperlukan suatu kerjasama antara tenaga pendidik, tenaga medis, termasuk perawat serta psikiatri atau psikolog agar dapat mendeteksi dini dan untuk penanganan secara cepat dan tepat bagi para penderita autis .
Kode File : K060
File skripsi ini meliputi :
a. Bab I – VII (pendahuluan – penutup) lengkap
b. Daftar Pustaka
Donasi: Rp. 60.000,-
Prevalensi autisme pada anak berkisar 2 – 5 penderita dari 10.000 anak – anak dibawah 12 tahun. Apabila retardasi (keterbelakangan mental) berat dengan beberapa gambaran autisme dimasukkan, maka angkanya meningkat menjadi 20 penderita dari 10.000 anak. Rasio perbandingan 3 : 1 untuk anak laki – laki dan perempuan. Dengan kata lain, anak laki – laki lebih rentan menyandang sindrom autisme dibandingkan anak perempuan. Bahkan diprediksikan oleh para ahli bahwa kuantitas anak autisme pada tahun 2010 akan mencapai 60% dari keseluruhan populasi anak di seluruh dunia.
Anak autisme terisolasi dari lingkungan dan hidup di dunianya sendiri, tidak bisa berbicara secara normal, berkomunikasi, berhubungan dengan orang lain dan belajar berinteraksi dengan seseorang. Penyandang autisme pada umumnya tidak mampu mengembangkan permainan yang kreatif dan imajinatif. Oleh karena itu mereka membutuhkan stimulasi agar bisa mengembangkan daya kreativitas dan imajinasinya untuk dapat bersosialisasi dengan orang lain.
Terapi autisme menurut Tjin Wiguna (2002) yang ditulis oleh Astuti (2007) adalah penatalaksanaan anak dengan gangguan autisme secara terstruktur dan berkesinambungan untuk mengurangi masalah perilaku dan untuk meningkatkan kemampuan belajar dan perkembangan anak sesuai atau paling sedikit mendekati anak seusianya dan bersifat multi disiplin yang meliputi: (1) terapi perilaku berupa ABA (Applied Behaviour Analysis), (2) terapi biomedik (medikamentosa), (3) terapi tambahan lainnya yaitu, terapi wicara, terapi sensory integration, terapi musik, terapi diet, dll .
Penelitian membuktikan bahwa musik, terutama musik klasik sangat mempengaruhi perkembanngan IQ (Intelegent Quotient) dan EQ (Emotional Quotient). Seorang anak yang sejak kecil terbiasa mendengarkan musik akan lebih berkembang kecerdasan emosional dan intelegensinya dibandingkan dengan anak yang jarang mendengarkan musik. Para peneliti juga menemukan bahwa musik dapat meningkatkan kreativitas, memperbaiki kepercayaan diri, mengembangkan ketrampilan sosial, menaikkan perkembangan motorik persepsi dan perkembangan psikomotor. Pendapat ini didukung oleh penelitian yang dilakukan ahli saraf dari Universitas Harvard, Mark Tramo , (2006). Ia mengatakan, di dalam otak terdiri dari jutaan neuron yang menyebar di otak akan menjadi aktif saat mendengarkan musik. Rangsangan neuron itulah yang meningkatkan kecerdasan. Maka dari itu, diperlukan suatu kerjasama antara tenaga pendidik, tenaga medis, termasuk perawat serta psikiatri atau psikolog agar dapat mendeteksi dini dan untuk penanganan secara cepat dan tepat bagi para penderita autis .
Kode File : K060
File skripsi ini meliputi :
a. Bab I – VII (pendahuluan – penutup) lengkap
b. Daftar Pustaka
Donasi: Rp. 60.000,-
Senin, 30 Agustus 2010
Jumat, 21 Mei 2010
Hubungan antara pengetahuan dengan sikap dukun terhadap Program Kemitraan Bidan dan Dukun
Kemitraan Bidan – Dukun sendiri adalah suatu bentuk kerjasama bidan dan dukun yang saling menguntungkan dengan prinsip keterbukaan, kesetaraan dan kepercayaan dalam upaya untuk menyelamatkan ibu dan bayi, dengan menempatkan bidan sebagai penolong persalinan dan mengalihfungsikan dukun dari penolong persalinan menjadi mitra dalam merawat ibu dan bayi pada masa nifas, dengan berdasarkan kesepakatan yang telah dibuat antara bidan dan dukun serta melibatkan seluruh unsur/elemen masyarakat yang ada.
Kemitraan Bidan dengan Dukun bayi akan berhasil jika terdapat hubungan saling mendukung tanpa menimbulkan kesan persaingan, terjalin kerja sama yang harmonis, dan tanpa mengurangi status dukun bayi sebagai tokoh masyarakat. Program ini juga akan berjalan dengan baik jika dukun dapat memahami makna dan tujuan dari program tersebut. Istilah kemitraan berarti ada kerja sama yang saling menguntungkan baik bagi dukun maupun bidan, dan tentunya bagi masyarakat pada umumnya karena tujuan program ini adalah pertolongan persalinan yang dilakukan oleh tenaga profesional, yang dampaknya dapat menurunkan angka kematian ibu.
Namun pelaksanaan Program Kemitraan Bidan dengan Dukun tidak selalu berjalan normal. Hasil penelitian Salman (2007) di Provinsi Sulawesi Tengah menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat (85%) setuju menerima kehadiran bidan dalam membantu persalinan, hanya (15%) yang kurang/tidak setuju, pada umumnya yang tidak setuju adalah dukun bayi yang tidak terlatih, yaitu dukun bayi yang menerima profesi ini sebagai pewarisan secara turun temurun. Dukun bayi merasa posisinya tergeser dengan kehadiran bidan di desa, sementara profesi ini merupakan salah satu sumber penghasilan mereka. Keadaan ini menyebabkan mereka mengambil jarak dengan bidan, sehingga tidak terjadi komunikasi yang baik diantara mereka.
Sikap negatif terhadap kehadiran bidan dapat terjadi karena pengetahuan dukun yang kurang memadai tentang program Kemitraan Bidan dan Dukun. Dalam penentuan sikap yang utuh, pengetahuan berfikir, keyakinan dan emosi memegang peranan penting (Notoatmodjo, 2007). Dengan demikian, apa maksud dan tujuan, manfaat, dan bagaimana program kemitraan bidan dan dukun itu dilaksanakan adalah suatu hal yang mutlak diketahui oleh pihak-pihak terkait, termasuk didalamnya adalah dukun.
Kode File : K200
File skripsi ini meliputi
- Bagian depan (Daftar isi, daftar tabel, dll)
- Bab I – V (pendahuluan – penutup) lengkap
- Daftar pustaka
- Lampiran2 : instrumen, pengolahan data,dll
Bentuk file : Ms. WORD
Donasi : Rp. 100.000,-
Kemitraan Bidan dengan Dukun bayi akan berhasil jika terdapat hubungan saling mendukung tanpa menimbulkan kesan persaingan, terjalin kerja sama yang harmonis, dan tanpa mengurangi status dukun bayi sebagai tokoh masyarakat. Program ini juga akan berjalan dengan baik jika dukun dapat memahami makna dan tujuan dari program tersebut. Istilah kemitraan berarti ada kerja sama yang saling menguntungkan baik bagi dukun maupun bidan, dan tentunya bagi masyarakat pada umumnya karena tujuan program ini adalah pertolongan persalinan yang dilakukan oleh tenaga profesional, yang dampaknya dapat menurunkan angka kematian ibu.
Namun pelaksanaan Program Kemitraan Bidan dengan Dukun tidak selalu berjalan normal. Hasil penelitian Salman (2007) di Provinsi Sulawesi Tengah menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat (85%) setuju menerima kehadiran bidan dalam membantu persalinan, hanya (15%) yang kurang/tidak setuju, pada umumnya yang tidak setuju adalah dukun bayi yang tidak terlatih, yaitu dukun bayi yang menerima profesi ini sebagai pewarisan secara turun temurun. Dukun bayi merasa posisinya tergeser dengan kehadiran bidan di desa, sementara profesi ini merupakan salah satu sumber penghasilan mereka. Keadaan ini menyebabkan mereka mengambil jarak dengan bidan, sehingga tidak terjadi komunikasi yang baik diantara mereka.
Sikap negatif terhadap kehadiran bidan dapat terjadi karena pengetahuan dukun yang kurang memadai tentang program Kemitraan Bidan dan Dukun. Dalam penentuan sikap yang utuh, pengetahuan berfikir, keyakinan dan emosi memegang peranan penting (Notoatmodjo, 2007). Dengan demikian, apa maksud dan tujuan, manfaat, dan bagaimana program kemitraan bidan dan dukun itu dilaksanakan adalah suatu hal yang mutlak diketahui oleh pihak-pihak terkait, termasuk didalamnya adalah dukun.
Kode File : K200
File skripsi ini meliputi
- Bagian depan (Daftar isi, daftar tabel, dll)
- Bab I – V (pendahuluan – penutup) lengkap
- Daftar pustaka
- Lampiran2 : instrumen, pengolahan data,dll
Bentuk file : Ms. WORD
Donasi : Rp. 100.000,-
Label:
KEBIDANAN,
KEDOKTERAN,
KEPERAWATAN,
KES MASYARAKAT
Hubungan Status Gizi Dengan Perkembangan Anak Usia 0-3 Tahun
Pertumbuhan anak sangat berkaitan dengan nutrisi yang dikonsumsi. Kandungan gizi pada makanan yang dikonsumsi setiap hari menentukan status gizi anak. Status gizi yang baik mampu meningkatkan daya tahan tubuh yang baik pula, sebaliknya status gizi yang buruk memudahkan timbulnya penyakit. Oleh karena itu makan bukan hanya kebutuhan fisik utama semata namun juga diperlukan sebagai faktor penunjang pertumbuhan, sedangkan pertumbuhan itu merupakan langkah awal bagi perkembangan.
Salah satu kelompok umur dalam masyarakat yang paling mudah menderita kelainan gizi (rentan gizi) adalah anak balita (bawah lima tahun). Pada anak balita terjadi proses pertumbuhan yang pesat, sehingga memerlukan zat gizi tinggi untuk setiap kilogram berat badannya. Anak balita justru paling sering menderita akibat kekurangan gizi. Sedangkan masa balita ini merupakan periode penting dalam pertumbuhan, dimana pertumbuhan dasar yang berlangsung pada masa balita akan menentukan perkembangan anak selanjutnya.
Kurang gizi pada tingkat ringan dan atau sedang masih belum menunjukkan gejala yang abnormal, anak masih bisa beraktivitas, bermain dan sebagainya, tetapi bila diamati dengan seksama badannya mulai kurus dan staminanya mulai menurun. Pada fase lanjut (gizi buruk) akan rentan terhadap infeksi, terjadi pengurusan otot, pembengkakan hati, dan berbagai gangguan yang lain seperti misalnya peradangan kulit, infeksi, kelainan organ dan fungsinya, akibat atrophy / pengecilan organ tersebut.
Dampak kurang gizi / gizi buruk terhadap perkembangan mental dan otak tergantung dangan derajat beratnya, lamanya dan waktu pertumbuhan otak itu sendiri. Jika kondisi kurang gizi terjadi pada balita, khususnya pada masa golden period perkembangan otak (0-3 tahun), otak tidak dapat berkembang sebagaimana anak yang sehat, dan kondisi ini akan sulit untuk dapat pulih kembali atau bersifat irreversible.
Mengingat gizi kurang berdampak kurang baik bagi perkembangan anak, selayaknya faktor ini mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah. Anak adalah potensi penerus cita-cita bangsa. Jika anak dipupuk dan dipelihara dengan baik, maka anak akan tumbuh dan berkembang dengan baik pula sesuai dengan keinginan dan harapan.
Kode File : K199
File skripsi ini meliputi
- Bagian depan (Daftar isi, daftar tabel, dll)
- Bab I – V (pendahuluan – penutup) lengkap
- Daftar pustaka
- Lampiran2 : instrumen, pengolahan data,dll
Bentuk file : Ms. WORD
Donasi : Rp. 100.000,-
Salah satu kelompok umur dalam masyarakat yang paling mudah menderita kelainan gizi (rentan gizi) adalah anak balita (bawah lima tahun). Pada anak balita terjadi proses pertumbuhan yang pesat, sehingga memerlukan zat gizi tinggi untuk setiap kilogram berat badannya. Anak balita justru paling sering menderita akibat kekurangan gizi. Sedangkan masa balita ini merupakan periode penting dalam pertumbuhan, dimana pertumbuhan dasar yang berlangsung pada masa balita akan menentukan perkembangan anak selanjutnya.
Kurang gizi pada tingkat ringan dan atau sedang masih belum menunjukkan gejala yang abnormal, anak masih bisa beraktivitas, bermain dan sebagainya, tetapi bila diamati dengan seksama badannya mulai kurus dan staminanya mulai menurun. Pada fase lanjut (gizi buruk) akan rentan terhadap infeksi, terjadi pengurusan otot, pembengkakan hati, dan berbagai gangguan yang lain seperti misalnya peradangan kulit, infeksi, kelainan organ dan fungsinya, akibat atrophy / pengecilan organ tersebut.
Dampak kurang gizi / gizi buruk terhadap perkembangan mental dan otak tergantung dangan derajat beratnya, lamanya dan waktu pertumbuhan otak itu sendiri. Jika kondisi kurang gizi terjadi pada balita, khususnya pada masa golden period perkembangan otak (0-3 tahun), otak tidak dapat berkembang sebagaimana anak yang sehat, dan kondisi ini akan sulit untuk dapat pulih kembali atau bersifat irreversible.
Mengingat gizi kurang berdampak kurang baik bagi perkembangan anak, selayaknya faktor ini mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah. Anak adalah potensi penerus cita-cita bangsa. Jika anak dipupuk dan dipelihara dengan baik, maka anak akan tumbuh dan berkembang dengan baik pula sesuai dengan keinginan dan harapan.
Kode File : K199
File skripsi ini meliputi
- Bagian depan (Daftar isi, daftar tabel, dll)
- Bab I – V (pendahuluan – penutup) lengkap
- Daftar pustaka
- Lampiran2 : instrumen, pengolahan data,dll
Bentuk file : Ms. WORD
Donasi : Rp. 100.000,-
Label:
KEBIDANAN,
KEDOKTERAN,
KEPERAWATAN,
KES MASYARAKAT
Pengaruh Pemakaian Kontrasepsi Implant Terhadap Keteraturan Siklus Menstruasi.
Kontrasepsi implant merupakan salah satu kontrasepsi yang didiminati akseptor KB. Berdasarkan data dari Puskesmas Jabung Kabupaten Malang, diketahui bahwa jumlah akseptor KB implant pada tahun 2008 terdapat 5,7% dan pada tahun 2009 meningkat menjadi 6,6%. Jumlah akseptor KB pada bulan Januari sampai dengan bulan Desember 2008 terdapat 437 akseptor dengan data sebagai berikut : kontrasepsi suntik 265 orang (57,6%), kontrsepsi pil 102 orang (21,3%), kontrasepsi IUD 50 orang (11,4%), kontrasepsi Implant 12 orang (5,7%) dan kontrasepsi mantap 8 orang (1,8%).
Mengingat jumlah akseptor KB implant cukup banyak, maka perlu diwaspadai dan diantisipasi kemungkinan resiko efek samping yang dapat terjadi. Efek samping tersebut antara lain perdarahan lebih banyak dari pada haid biasanya, pusing atau rasa mual yang hebat, terjadi penambahan berat badan yang menyolok, dan terjadi kelambatan haid. Implant adalah kontrasepsi hormonal yang memiliki bentuk kapsul plastik, tipis, fleksibel, yang mengandung 36 mg levonorgestrel yang dimasukkan ke dalam kulit lengan wanita. Kapsul ini melepaskan progestin ke dalam aliran darah secara perlahan dan biasanya dipasang selama 5 tahun. Mencegah kehamilan dengan cara menghambat terjadinya ovulasi (pelepasan sel telur oleh indung telur), mempertebal lendir mukosa leher rahim, mengganggu pergerakan saluran tuba, dan menghalangi pertumbuhan lapisan endometrium. Kontrasepsi ini efektif dalam waktu 48 jam setelah diimplan dan efektif selama 5-7 tahun.
Ketidakteraturan siklus menstruasi memang merupakan salah satu efek samping dari kontrasepsi implant. Hal ini umumnya terjadi pada bulan pertama pemakaian dan berlangsung selama 3-12 bulan. Setelah 1 tahun, sekitar 1/3 dari wanita yang menggunakan implant tidak mengalami siklus menstruasi sama sekali
Kode File : K198
File skripsi ini meliputi
- Bagian depan (Daftar isi, daftar tabel, dll)
- Bab I – V (pendahuluan – penutup) lengkap
- Daftar pustaka
- Lampiran2 : instrumen, pengolahan data,dll
Bentuk file : Ms. WORD
Donasi : Rp. 100.000,-
Mengingat jumlah akseptor KB implant cukup banyak, maka perlu diwaspadai dan diantisipasi kemungkinan resiko efek samping yang dapat terjadi. Efek samping tersebut antara lain perdarahan lebih banyak dari pada haid biasanya, pusing atau rasa mual yang hebat, terjadi penambahan berat badan yang menyolok, dan terjadi kelambatan haid. Implant adalah kontrasepsi hormonal yang memiliki bentuk kapsul plastik, tipis, fleksibel, yang mengandung 36 mg levonorgestrel yang dimasukkan ke dalam kulit lengan wanita. Kapsul ini melepaskan progestin ke dalam aliran darah secara perlahan dan biasanya dipasang selama 5 tahun. Mencegah kehamilan dengan cara menghambat terjadinya ovulasi (pelepasan sel telur oleh indung telur), mempertebal lendir mukosa leher rahim, mengganggu pergerakan saluran tuba, dan menghalangi pertumbuhan lapisan endometrium. Kontrasepsi ini efektif dalam waktu 48 jam setelah diimplan dan efektif selama 5-7 tahun.
Ketidakteraturan siklus menstruasi memang merupakan salah satu efek samping dari kontrasepsi implant. Hal ini umumnya terjadi pada bulan pertama pemakaian dan berlangsung selama 3-12 bulan. Setelah 1 tahun, sekitar 1/3 dari wanita yang menggunakan implant tidak mengalami siklus menstruasi sama sekali
Kode File : K198
File skripsi ini meliputi
- Bagian depan (Daftar isi, daftar tabel, dll)
- Bab I – V (pendahuluan – penutup) lengkap
- Daftar pustaka
- Lampiran2 : instrumen, pengolahan data,dll
Bentuk file : Ms. WORD
Donasi : Rp. 100.000,-
Label:
KEBIDANAN,
KEDOKTERAN,
KEPERAWATAN,
KES MASYARAKAT
Hubungan praktik penyapihan dengan kejadian diare pada anak usia 1-2 tahun di Puskesmas.
Nutrisi pertama dan utama bagi bayi tentu saja ASI, pilihan ini tidak perlu diperdebatkan lagi . Tetapi perkembangan menunjukkan adanya perubahan yang justru memisahkan bayi dan ASI yang dimiliki ibunya. Peningkatan pamor susu formula di tahun enam puluhan serta rumor tentang tidak modernnya ASI menyebabkan makin berkurangnya penggunaan ASI.
Dewasa ini di Indonesia 80-90% ibu di daerah pedesaan masih menyusui bayi sampai umur lebih dari 1 tahun, tetapi di kota-kota ASI sudah banyak diganti dengan susu botol. Banyak faktor yang menyebabkan penurunan penggunaan ASI. Di perkotaan ibu-ibu ikut bekerja untuk mencari nafkah, sehinggga tidak dapat menyusui bayinya dengan baik dan teratur. Sebelum tahun 1970-an pemberian ASI turun hingga tingkat terendah dan pada tahun 1970-an pemberian ASI semakin meningkat. Pada tahun 2001, pemberian ASI mencapai tingkat tertinggi yaitu hampir 70 %. Pada saat itu banyak ibu mulai memberikan ASI dan terus memberikannya selama 6 bulan. (WHO, 2006). Dari hasil survey kesehatan Indonesia tahun 1992 bahwa wanita yang memberikan ASI baru menyentuh angka 51%. Dari data SDKI 1997 cakupan ASI eksklusif masih 52%, pemberian ASI satu jam pasca persalinan 8%, pemberian hari pertama 52,7%. Rendahnya pemberian ASI eksklusif menjadi pemicu rendahnya status gizi bayi dan balita (Arisman, 2004:42).
Menurut laporan WHO (2000) lebih kurang 1,5 juta anak meninggal karena pemberian makanan yang tidak benar, kurang dari 15% bayi di seluruh dunia diberikan ASI eksklusif selama 4 bulan dan seringkali pemberian makanan pendamping ASI tidak sesuai dan tidak aman. Hasil penelitian menunjukkan gangguan pertumbuhan pada awal masa kehidupan anak usia di bawah 5 tahun (balita) antara lain kekurangan gizi sejak dalam kandungan (pertumbuhan janin yang terhambat), pemberian makanan pendamping ASI terlalu dini atau terlambat serta tidak cukup mengandung energi dan zat gizi (terutama mineral) dan tidak berhasil memberikan ASI eksklusif. Penelitian yang dilakukan di Jakarta menunjukkan penyapihan bayi rata-rata dilakukan pada bulan ke tujuh pasca persalinan diketahui 63,3% responden masih menyusui dan 3,6% sama sekali tidak menyusui karena menderita sakit atau produksi ASI tidak terjadi saat awal. Kelompok kerja formal lebih dini menyapih bayinya, rata-rata 6-9 bulan setelah melahirkan sedangkan untuk pekerja informal pada saat bayi berusia 7-9 bulan. Semakin rendah pendidikan ibu merupakan resiko terjadinya penyapihan dini. Bayi dengan ibu yang harus bekerja kembali setelah melahirkan cenderung mengalami penyapihan dini. Ibu yang terpaksa meninggalkan bayinya di rumah juga mengalami kenaikan resiko penyapihan dini 3x lebih cepat.
Menyapih berarti bayi secara berangsur-angsur dibiasakan menyantap makanan orang dewasa. Selama masa penyapihan, makanan bayi berubah dari ASI saja ke makanan yang lazim dihidangkan oleh keluarga, sementara air susu diberikan hanya sebagai makanan tambahan. Insidensi penyakit infeksi, terutama diare lebih tinggi pada saat penyapihan ini daripada periode lain kehidupan. Hal ini terjadi karena makanan berubah, dari ASI yang bersih dan mengandung zat-zat anti infeksi (antara lain Ig A, Laktoferin, WBC) ke makanan yang disiapkan, disimpan dan dimakan tanpa mengindahkan syarat kebersihan.
Penyakit diare merupakan masalah kesehatan masyarakat yang masih sering terjadi. Hingga kini diare menjadi “Child Killer” (Pembunuh anak-anak) peringkat pertama di Indonesia. Statistik menunjukkan bahwa setiap tahun diare menyerang 50 juta penduduk Indonesia dan 2/3 nya adalah balita dengan korban meninggal sekitar 600.000 jiwa. Akibat diare pada bayi yaitu bila diare yang terjadi sangat sering, cair dan bau asam, metoorismus, flatulens dan kolik abdomen, maka akibat dari gejala tersebut pertumbuhan anak akan terlambat bahkan tidak jarang malnutrisi. Tak jarang diare akut dapat mengakibatkan kematian.
Kode File : K197
File skripsi ini meliputi
- Bagian depan (Daftar isi, daftar tabel, dll)
- Bab I – V (pendahuluan – penutup) lengkap
- Daftar pustaka
- Lampiran2 : instrumen, pengolahan data,dll
Bentuk file : Ms. WORD
Donasi : Rp. 100.000,-
Dewasa ini di Indonesia 80-90% ibu di daerah pedesaan masih menyusui bayi sampai umur lebih dari 1 tahun, tetapi di kota-kota ASI sudah banyak diganti dengan susu botol. Banyak faktor yang menyebabkan penurunan penggunaan ASI. Di perkotaan ibu-ibu ikut bekerja untuk mencari nafkah, sehinggga tidak dapat menyusui bayinya dengan baik dan teratur. Sebelum tahun 1970-an pemberian ASI turun hingga tingkat terendah dan pada tahun 1970-an pemberian ASI semakin meningkat. Pada tahun 2001, pemberian ASI mencapai tingkat tertinggi yaitu hampir 70 %. Pada saat itu banyak ibu mulai memberikan ASI dan terus memberikannya selama 6 bulan. (WHO, 2006). Dari hasil survey kesehatan Indonesia tahun 1992 bahwa wanita yang memberikan ASI baru menyentuh angka 51%. Dari data SDKI 1997 cakupan ASI eksklusif masih 52%, pemberian ASI satu jam pasca persalinan 8%, pemberian hari pertama 52,7%. Rendahnya pemberian ASI eksklusif menjadi pemicu rendahnya status gizi bayi dan balita (Arisman, 2004:42).
Menurut laporan WHO (2000) lebih kurang 1,5 juta anak meninggal karena pemberian makanan yang tidak benar, kurang dari 15% bayi di seluruh dunia diberikan ASI eksklusif selama 4 bulan dan seringkali pemberian makanan pendamping ASI tidak sesuai dan tidak aman. Hasil penelitian menunjukkan gangguan pertumbuhan pada awal masa kehidupan anak usia di bawah 5 tahun (balita) antara lain kekurangan gizi sejak dalam kandungan (pertumbuhan janin yang terhambat), pemberian makanan pendamping ASI terlalu dini atau terlambat serta tidak cukup mengandung energi dan zat gizi (terutama mineral) dan tidak berhasil memberikan ASI eksklusif. Penelitian yang dilakukan di Jakarta menunjukkan penyapihan bayi rata-rata dilakukan pada bulan ke tujuh pasca persalinan diketahui 63,3% responden masih menyusui dan 3,6% sama sekali tidak menyusui karena menderita sakit atau produksi ASI tidak terjadi saat awal. Kelompok kerja formal lebih dini menyapih bayinya, rata-rata 6-9 bulan setelah melahirkan sedangkan untuk pekerja informal pada saat bayi berusia 7-9 bulan. Semakin rendah pendidikan ibu merupakan resiko terjadinya penyapihan dini. Bayi dengan ibu yang harus bekerja kembali setelah melahirkan cenderung mengalami penyapihan dini. Ibu yang terpaksa meninggalkan bayinya di rumah juga mengalami kenaikan resiko penyapihan dini 3x lebih cepat.
Menyapih berarti bayi secara berangsur-angsur dibiasakan menyantap makanan orang dewasa. Selama masa penyapihan, makanan bayi berubah dari ASI saja ke makanan yang lazim dihidangkan oleh keluarga, sementara air susu diberikan hanya sebagai makanan tambahan. Insidensi penyakit infeksi, terutama diare lebih tinggi pada saat penyapihan ini daripada periode lain kehidupan. Hal ini terjadi karena makanan berubah, dari ASI yang bersih dan mengandung zat-zat anti infeksi (antara lain Ig A, Laktoferin, WBC) ke makanan yang disiapkan, disimpan dan dimakan tanpa mengindahkan syarat kebersihan.
Penyakit diare merupakan masalah kesehatan masyarakat yang masih sering terjadi. Hingga kini diare menjadi “Child Killer” (Pembunuh anak-anak) peringkat pertama di Indonesia. Statistik menunjukkan bahwa setiap tahun diare menyerang 50 juta penduduk Indonesia dan 2/3 nya adalah balita dengan korban meninggal sekitar 600.000 jiwa. Akibat diare pada bayi yaitu bila diare yang terjadi sangat sering, cair dan bau asam, metoorismus, flatulens dan kolik abdomen, maka akibat dari gejala tersebut pertumbuhan anak akan terlambat bahkan tidak jarang malnutrisi. Tak jarang diare akut dapat mengakibatkan kematian.
Kode File : K197
File skripsi ini meliputi
- Bagian depan (Daftar isi, daftar tabel, dll)
- Bab I – V (pendahuluan – penutup) lengkap
- Daftar pustaka
- Lampiran2 : instrumen, pengolahan data,dll
Bentuk file : Ms. WORD
Donasi : Rp. 100.000,-
Label:
KEBIDANAN,
KEDOKTERAN,
KEPERAWATAN,
KES MASYARAKAT
Faktor Yang Mempengaruhi Rendahnya WUS Dalam Melakukan Deteksi Dini Ca Cervik Dengan Pemeriksaan IVA
Data patologi dan data rumah sakit di Indonesia menunjukkan bahwa kejadian kanker serviks berada di peringkat pertama. Data tahun 1997, menunjukkan bahwa dari 12 Pusat Patologi di Indonesia, kanker serviks menduduki peringkat tertinggi, yaitu 25% dari 10 jenis kanker terbanyak laki-laki dan perempuan atau 26,4% dari 10 jenis kanker terbanyak pada perempuan. Selain kejadiannya tinggi, masalah lain adalah bahwa hampir 70% datang ke rumah sakit sudah dalam keadaan stadium lanjut. Ini berarti telah lebih dari Stadium IIB. Pada stadium ini, efektivitas pengobatan yang lengkap sekalipun hasilnya masih belum memuaskan dan mortalitas yang diakibatkannya tinggi.
Mengacu pada data Yayasan Kanker Indonesia, angka kematian akibat kanker serviks terbanyak di antara jenis kanker lain di kalangan perempuan. Angka kejadian sekitar 74 persen dibandingkan kanker ginekologi lainnya. Diperkirakan, 52 juta perempuan Indonesia berisiko terkena kanker serviks, sementara setiap tahunnya terjadi 15.000 kasus baru dengan kematian 8.000 orang. Sementara itu, data WHO tahun 2003 menyebutkan, sekitar 500.000 perempuan setiap tahunnya didiagnosis menderita kanker serviks dan hampir 60 persen di antaranya meninggal dunia. Secara epidemiologi, kanker serviks cenderung timbul pada kelompok usia 33-55 tahun, tetapi dapat juga timbul pada usia yang lebih muda.
Penyelenggaraan skrining kanker serviks dengan tes pap smear adalah sesuatu yang sudah ideal, walaupun diketahui pemeriksaan tes pap juga mempunyai keterbatasan, antara lain sensitivitasnya yang rendah di berbagai senter. Tapi penyelenggaraan tes pap secara luas apalagi secara nasional sangat sulit dilaksanakan di Indonesia. Hal ini disebabkan terkendala oleh faktor belum tersedianya sumber daya, khususnya spesialis Patologi Anatomik dan skriner sitologi sebagai pemeriksa sitologi di semua ibu kota provinsi, apalagi di kabupaten di Indonesia.
Untuk mengatasi hal di atas, perlu upaya pemecahan masalah dengan metode skrining lain yang lebih mampu laksana, cost effective dan dimungkinkan dilakukan di Indonesia. Salah satu metode alternatif skrining kanker serviks yang dapat menjawab ketentuan-ketentuan tersebut adalah inspeksi visual dengan pulasan asam asetat (IVA). IVA adalah pemeriksaan skrining kanker serviks dengan melihat secara langsung perubahan pada serviks setelah dipulas dengan asam asetat 3 – 5%. Dengan metode IVA, juga dapat diidentifikasi lesi prakanker serviks, baik Lesi Intraepitel Serviks Derajat Tinggi (LISDT), maupun Lest Intraepitel Serviks Derajat Rendah (LISDR). Adanya tampilan bercak putih setelah pulasan asam asetat mengindikasikan kemungkinan adanya lesi prakanker serviks.
Metode skrining IVA ini relatif mudah dan dapat dilakukan oleh dokter umum, bidan atau perawat yang telah dilatih. Jumlah profesi bidan di Indonesia yang potensial dapat dilatih agar dapat melakukan skrining kanker serviks, yaitu sejumlah 84.789 orang (data tahun 2004). Kelompok ini merupakan pasukan pemeriksa yang dapat diandalkan dalam upaya penanggulangan kanker serviks di Indonesia. Pemeriksaan inspeksi visual dengan asam asetat (IVA) adalah pemeriksaan yang pemeriksanya (dokter/bidan/paramedis) mengamati serviks yang telah diberi asam asetat/ asam cuka 3 - 5% secara inspekulo dan dilihat dengan penglihatan mata langsung (mata telanjang)
Sebagai suatu pemeriksaan skrining alternatif, pemeriksaan IVA memiliki beberapa manfaat jika dibandingkan dengan uji yang sudah ada, yaitu efektif (tidak jauh berbeda dengan uji diagnostik standar), lebih mudah dan murah, peralatan yang dibutuhkan lebih sederhana, hasilnya segera diperoleh sehingga tidak memerlukan kunjungan ulang, cakupannya lebih luas, dan pada tahap penapisan tidak dibutuhkan tenaga skriner untuk memeriksa sediaan sitologi. Informasi hasil dapat diberikan segera. Keadaan ini lebih memungkinkan dilakukan di negara berkembang, seperti Indonesia, karena hingga kini tenaga skriner sitologi masih sangat terbatas.
Kode File : K196
File skripsi ini meliputi
- Bagian depan (Daftar isi, daftar tabel, dll)
- Bab I – V (pendahuluan – penutup) lengkap
- Daftar pustaka
- Lampiran2 : instrumen, pengolahan data,dll
Bentuk file : WORD
Donasi : Rp. 100.000,-
Mengacu pada data Yayasan Kanker Indonesia, angka kematian akibat kanker serviks terbanyak di antara jenis kanker lain di kalangan perempuan. Angka kejadian sekitar 74 persen dibandingkan kanker ginekologi lainnya. Diperkirakan, 52 juta perempuan Indonesia berisiko terkena kanker serviks, sementara setiap tahunnya terjadi 15.000 kasus baru dengan kematian 8.000 orang. Sementara itu, data WHO tahun 2003 menyebutkan, sekitar 500.000 perempuan setiap tahunnya didiagnosis menderita kanker serviks dan hampir 60 persen di antaranya meninggal dunia. Secara epidemiologi, kanker serviks cenderung timbul pada kelompok usia 33-55 tahun, tetapi dapat juga timbul pada usia yang lebih muda.
Penyelenggaraan skrining kanker serviks dengan tes pap smear adalah sesuatu yang sudah ideal, walaupun diketahui pemeriksaan tes pap juga mempunyai keterbatasan, antara lain sensitivitasnya yang rendah di berbagai senter. Tapi penyelenggaraan tes pap secara luas apalagi secara nasional sangat sulit dilaksanakan di Indonesia. Hal ini disebabkan terkendala oleh faktor belum tersedianya sumber daya, khususnya spesialis Patologi Anatomik dan skriner sitologi sebagai pemeriksa sitologi di semua ibu kota provinsi, apalagi di kabupaten di Indonesia.
Untuk mengatasi hal di atas, perlu upaya pemecahan masalah dengan metode skrining lain yang lebih mampu laksana, cost effective dan dimungkinkan dilakukan di Indonesia. Salah satu metode alternatif skrining kanker serviks yang dapat menjawab ketentuan-ketentuan tersebut adalah inspeksi visual dengan pulasan asam asetat (IVA). IVA adalah pemeriksaan skrining kanker serviks dengan melihat secara langsung perubahan pada serviks setelah dipulas dengan asam asetat 3 – 5%. Dengan metode IVA, juga dapat diidentifikasi lesi prakanker serviks, baik Lesi Intraepitel Serviks Derajat Tinggi (LISDT), maupun Lest Intraepitel Serviks Derajat Rendah (LISDR). Adanya tampilan bercak putih setelah pulasan asam asetat mengindikasikan kemungkinan adanya lesi prakanker serviks.
Metode skrining IVA ini relatif mudah dan dapat dilakukan oleh dokter umum, bidan atau perawat yang telah dilatih. Jumlah profesi bidan di Indonesia yang potensial dapat dilatih agar dapat melakukan skrining kanker serviks, yaitu sejumlah 84.789 orang (data tahun 2004). Kelompok ini merupakan pasukan pemeriksa yang dapat diandalkan dalam upaya penanggulangan kanker serviks di Indonesia. Pemeriksaan inspeksi visual dengan asam asetat (IVA) adalah pemeriksaan yang pemeriksanya (dokter/bidan/paramedis) mengamati serviks yang telah diberi asam asetat/ asam cuka 3 - 5% secara inspekulo dan dilihat dengan penglihatan mata langsung (mata telanjang)
Sebagai suatu pemeriksaan skrining alternatif, pemeriksaan IVA memiliki beberapa manfaat jika dibandingkan dengan uji yang sudah ada, yaitu efektif (tidak jauh berbeda dengan uji diagnostik standar), lebih mudah dan murah, peralatan yang dibutuhkan lebih sederhana, hasilnya segera diperoleh sehingga tidak memerlukan kunjungan ulang, cakupannya lebih luas, dan pada tahap penapisan tidak dibutuhkan tenaga skriner untuk memeriksa sediaan sitologi. Informasi hasil dapat diberikan segera. Keadaan ini lebih memungkinkan dilakukan di negara berkembang, seperti Indonesia, karena hingga kini tenaga skriner sitologi masih sangat terbatas.
Kode File : K196
File skripsi ini meliputi
- Bagian depan (Daftar isi, daftar tabel, dll)
- Bab I – V (pendahuluan – penutup) lengkap
- Daftar pustaka
- Lampiran2 : instrumen, pengolahan data,dll
Bentuk file : WORD
Donasi : Rp. 100.000,-
Rabu, 19 Mei 2010
JUDUL SKRIPSI-THESIS GRESSSSSS……………
JUDUL SKRIPSI-THESIS BARU, TERBIT 2010 ..............
K207 Pengaruh Pemberian Lavement dan Obat Pencahar Terhadap Kecepatan Proses Persalinan
K208 Hubungan faktor-faktor kader posyandu, aparat desa, tokoh masyarakat, Bidan dengan keberhasilan posyandu
K209 Perbedaan Pengaruh Perawatan Luka Menggunakan Povidone Iodine, Eusol dan Daun Sirih Terhadap Penyembuhan Luka Perineum
K210 Pengaruh Pemberian Coklat Terhadap Tingkat Nyeri Persalinan
K211 Hubungan antara pengetahuan, pekerjaan, dan kesehatan ibu menyusui dengan lamanya menyusui pada anak usia 2 tahun
K212 Hubungan Asupan Gizi, Aktifitas Fisik dan Psikis Ibu dengan His Pada Ibu Bersalin
K213 Hubungan Antara Umur Saat Pemberian Kontrasepsi, Pola Makan, Faktor Genetik Dan Pola Aktivitas Dengan Efek Samping Pada Akseptor KB Suntik 3 Bulanan
K214 Hubungan Riwayat Kesehatan Ibu, Hemoglobin Ibu dan Status Gizi Ibu dengan Berat Badan Lahir Rendah
K215 Pengaruh mengkonsumsi daun katuk, susu formula dan susu kedelai terhadap kelancaran pengeluaran ASI
K216 Hubungan Antara Umur Saat Pemberian Kontrasepsi, Lama Pemberian Kontrasepsi Dan Keharmonisan Hubungan Dengan Suami Dengan Penurunan Libido Pada Akseptor Kb Suntik 3 Bulanan
K217 Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan anak usia 24 bulan
K218 Hubungan usia, status pernikahan, kondisi suami dan kondisi ibu dengan terjadinya perubahan pada mukosa serviks melalui pemeriksaan IVA
K219 Hubungan Antara Riwayat Kesehatan Ibu Selama Hamil, Kondisi Gizi Bayi Dan Riwayat Kesehatan Anak Dengan Tumbuh Kembang Anak Usia 1 Tahun
K220 Hubungan Antara Kondisi Bayi Baru Lahir, Kondisi Ibu Saat Melahirkan dan Psikis Ibu dengan Waktu Mulainya Inisiasi Menyusu Dini
K221 Pengaruh pemberian vitamin c, vitamin b6, susu formula khusus ibu hamil dengan pengurangan rasa mual akibat mengkonsumsi tablet Fe pada ibu hamil trimester II
K222 Pengaruh perawatan payudara, pijat dukun dan mandi lulur boreh rempah selama hamil terhadap kelancaran ASI
K223 Pengaruh Kondisi Ibu Waktu Hamil, Kondisi Bayi dan Peran Bidan terhadap Keberhasilan Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
K224 Hubungan pola makan, usia, faktor genetic dan psikis ibu dengan terjadinya preeklamsia
K225 Perbedaan pengaruh Senam Nifas, Stretching (Peregangan) Dan Senam Perut Dan Terhadap Pemulihan Kesehatan Pada Ibu Nifas
K226 Hubungan Antara Umur Saat Pemberian Kontrasepsi, Pola Makan, Pola Istirahat dan Pola Aktifitas dengan Peningkatan Berat Badan pada Akseptor KB 1 Bulanan
K227 Hubungan Pengetahuan Ibu, Mitos Tentang ASI, Kondisi Pekerjaan, Dan Produksi ASI Dengan Keberhasilan Pemberian ASI
K228 Hubungan antara kondisi ibu, kondisi bapak dan pamong desa dengan kelengkapan imunisasi pada bayi
K229 Hubungan Antara Pengetahuan Tentang PMS, Kenyamanan Penggunaan Kondom dan Kondisi Keuangan dengan Ketepatan Penggunaan Kondom
K230 Pengaruh Faktor-Faktor Bidan, Pamong Desa dan Dukun terhadap Keberhasilan Program Kemitraan Bidan dan Dukun
K231 Hubungan kondisi psikis masa remaja, kondisi psikis menikah dan kondisi psikis dewasa dengan umur seorang wanita pada saat datangnya masa klimakterium
K232 Pengaruh mengkonsumsi susu formula, susu formula ekstra daun katuk, dan daun katuk saja terhadap kelancaran produksi ASI
K233 Perbedaan Kecepatan Pelepasan Tali Pusat Antara Yang Dirawat Menggunakan Kasa Kering, Ekstraks Plasenta Dan Pengerigan Secara Alami
K234 Faktor-faktor yang mempengaruhi ibu dalam memberikan susu formula dini pada bayi usia 0-6 bulan
K235 Perbedaan Perkembangan Anak Usia 3-5 Tahun Antara yang Diasuh Ibu Bekerja dan Ibu Tidak Bekerja
Label:
KEBIDANAN,
KEDOKTERAN,
KEPERAWATAN,
KES MASYARAKAT,
PSIKOLOGI
Jumat, 14 Mei 2010
Karakteristik ibu menyusui yang tidak memberikan ASI eksklusif di Puskesmas XX.
Penyebab tingginya AKB di Indonesia disebabkan banyak hal yang mana salah satunya adalah dari faktor status gizi bayi. Menurut hasil penelitian Khairunniyah (2004), pemberian ASI eksklusif berpengaruh pada kualitas kesehatan bayi. Semakin sedikit jumlah bayi yang mendapat ASI eksklusif, maka kualitas kesehatan bayi dan anak balita akan semakin buruk, karena pemberian makanan pendamping ASI yang tidak benar menyebabkan gangguan pencernaan yang selanjutnya menyebabkan gangguan pertumbuhan, yang pada akhirnya dapat meningkatkan AKB. Demikian pula dengan angka kesakitan bayi juga semakin tinggi. Kasus Gizi buruk pada balita dari berbagai Propinsi di Indonesia masih tinggi, dimana 11,7 % gizi buruk tersebut tedapat pada bayi berumur kurang dari 6 bulan. Hal ini tidak perlu terjadi jika ASI diberikan secara baik dan benar, karena menurut penelitian dengan pemberian ASI saja dapat mencukupi kebutuhan gizi selama enam bulan. Berdasarkan data UNICEF hanya 3% ibu yang memberikan ASI ekslusif dan menurut SDKI 2002 cakupan ASI ekslusif di Indonesia baru mencapai 55%, sedangkan di Jawa Timur jumlah bayi yang diberi ASI eksklusif tahun 2006 sebesar 278.601 (38,7%) dengan jumlah bayi 719.332, masih jauh dibawah target sebesar 60%.
Meneteki merupakan proses alamiah dan bagian terpadu dari proses reproduksi. Setiap wanita yang hamil sampai cukup bulan akan dapat mengeluarkan air susu. Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan paling ideal bagi bayi. Oleh karena itu, pada tahun 2000 pernerintah Indonesia menetapkan target sekurangnya 80% ibu meneteki bayinya secara eksklusif, yaitu ASI tanpa makanan ataupun minuman lainnya sejak lahir sampai bayi berumur 6 bulan. Semula pemerintah Indonesia menganjurkan para ibu meneteki bayinya hingga usia 4 bulan, kemudian pemerintah mengeluarkan kebijakan baru melalui Menteri Kesehatan RI No. 450/Menkes/SK/IV/2004 mengenai pemberian ASI eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan dan dianjurkan untuk dilanjutkan sampai anak berusia 2 tahun dengan pemberian makanan tambahan yang sesuai.
Di Indonesia terutama di kota-kota besar, terlihat adanya penurunan dalam pemberian ASI yang dikhawatirkan meluas ke pedesaan. Program peningkatan penggunaan ASI (PP-ASI) khususnya ASI eksklusif selama 6 bulan merupakan program prioritas karena dampak penggunaan ASI eksklusif terhadap status gizi dan kesehatan bayi dan balita. Saat ini praktek meneteki di Indonesia cukup memprihatinkan, menurut SDKI tahun 1997 dan 2002, lebih dari 95% ibu pernah meneteki bayinya, namun yang meneteki dalam 1 jam pertama cenderung menurun dari 8% pada tahun 1997 menjadi 3,7% pada tahun 2002. Cakupan ASI eksklusif 6 bulan menurun dari 42,4% tahun 1997 menjadi 39,5% pada tahun 2002. Sementara itu penggunaan susu formula justru meningkat lebih dari 3 kali lipat selama 5 tahun dari 10,8% tahun 1997 menjadi 32,5% pada tahun 2002.
Pemberian ASI secara eksklusif dapat menekan angka kematian bayi hingga 13% sehingga dengan dasar asumsi jumlah penduduk 219 juta, angka kelahiran total 22/1000 kelahiran hidup, angka kematian balita 46/1000 kelahiran hidup maka jumlah bayi yang akan terselematkan sebanyak 30 ribu. Namun yang patut disayangkan tingkat pemberian ASI secara eksklusif di tanah air hingga saat ini masih sangat rendah yakni antara 39% - 40% dari jumlah ibu yang melahirkan. Promosi pemberian ASI dan cara menyusui yang benar, kurangnya pelayanan konseling laktasi dari petugas kesehatan, masa cuti yang terlalu singkat bagi ibu yang bekerja, persepsi sosial budaya dan keagresifan produsen susu formula mempromosikan produknya kepada masyarakat dan petugas kesehatan. Beberapa karakteristik penting yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat adalah usia, pendidikan, sosial ekonomi, dan budaya masyarakat itu sendiri terhadap kesehatan yang meliputi aspek sikap maupun tindakan sehari-hari.
Kode Skripsi : K195
File skripsi ini meliputi :
Bentuk file : Ms.word
Donasi : Rp. 100.000,-
Meneteki merupakan proses alamiah dan bagian terpadu dari proses reproduksi. Setiap wanita yang hamil sampai cukup bulan akan dapat mengeluarkan air susu. Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan paling ideal bagi bayi. Oleh karena itu, pada tahun 2000 pernerintah Indonesia menetapkan target sekurangnya 80% ibu meneteki bayinya secara eksklusif, yaitu ASI tanpa makanan ataupun minuman lainnya sejak lahir sampai bayi berumur 6 bulan. Semula pemerintah Indonesia menganjurkan para ibu meneteki bayinya hingga usia 4 bulan, kemudian pemerintah mengeluarkan kebijakan baru melalui Menteri Kesehatan RI No. 450/Menkes/SK/IV/2004 mengenai pemberian ASI eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan dan dianjurkan untuk dilanjutkan sampai anak berusia 2 tahun dengan pemberian makanan tambahan yang sesuai.
Di Indonesia terutama di kota-kota besar, terlihat adanya penurunan dalam pemberian ASI yang dikhawatirkan meluas ke pedesaan. Program peningkatan penggunaan ASI (PP-ASI) khususnya ASI eksklusif selama 6 bulan merupakan program prioritas karena dampak penggunaan ASI eksklusif terhadap status gizi dan kesehatan bayi dan balita. Saat ini praktek meneteki di Indonesia cukup memprihatinkan, menurut SDKI tahun 1997 dan 2002, lebih dari 95% ibu pernah meneteki bayinya, namun yang meneteki dalam 1 jam pertama cenderung menurun dari 8% pada tahun 1997 menjadi 3,7% pada tahun 2002. Cakupan ASI eksklusif 6 bulan menurun dari 42,4% tahun 1997 menjadi 39,5% pada tahun 2002. Sementara itu penggunaan susu formula justru meningkat lebih dari 3 kali lipat selama 5 tahun dari 10,8% tahun 1997 menjadi 32,5% pada tahun 2002.
Pemberian ASI secara eksklusif dapat menekan angka kematian bayi hingga 13% sehingga dengan dasar asumsi jumlah penduduk 219 juta, angka kelahiran total 22/1000 kelahiran hidup, angka kematian balita 46/1000 kelahiran hidup maka jumlah bayi yang akan terselematkan sebanyak 30 ribu. Namun yang patut disayangkan tingkat pemberian ASI secara eksklusif di tanah air hingga saat ini masih sangat rendah yakni antara 39% - 40% dari jumlah ibu yang melahirkan. Promosi pemberian ASI dan cara menyusui yang benar, kurangnya pelayanan konseling laktasi dari petugas kesehatan, masa cuti yang terlalu singkat bagi ibu yang bekerja, persepsi sosial budaya dan keagresifan produsen susu formula mempromosikan produknya kepada masyarakat dan petugas kesehatan. Beberapa karakteristik penting yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat adalah usia, pendidikan, sosial ekonomi, dan budaya masyarakat itu sendiri terhadap kesehatan yang meliputi aspek sikap maupun tindakan sehari-hari.
Kode Skripsi : K195
File skripsi ini meliputi :
- Bagian depan
- Bab 1-5 (Pendahuluan s/d Penutup)
- Daftar Pustaka
- Lampiran-2 (Kuesioner, dll)
Bentuk file : Ms.word
Donasi : Rp. 100.000,-
Label:
KEBIDANAN,
KEDOKTERAN,
KEPERAWATAN,
KES MASYARAKAT
Tingkat pengetahuan ibu hamil tentang kehamilan resiko tinggi
Mortalitas dan mordibitas pada wanita hamil adalah masalah besar di negara berkembang. Di negara miskin sekitar 25-50 %. Kematian wanita subur usia disebabkan hal yang berkaitan dengan kehamilan. Kematian saat melahirkan biasanya menjadi faktor utama mortalitas wanita muda pada masa puncak produktivitasnya. Tahun 1996 WHO memperkirakan lebih dari 585.000 ibu pertahunnya meninggal saat hamil atau bersalin sebenarnya lebih dari 50% kematian di negara berkembang.
Angka kematian ibu berkaitan erat dengan tingginya kasus kehamilan resiko tinggi, yaitu kehamilan yang menyebabkan terjadinya bahaya dan komplikasi lebih besar yang dapat mengancam keselamatan ibu dan janin yang dikandungnya selama masa kehamilan, melahirkan maupun pada masa nifas (Kusmarjadi, 2008). Ibu hamil di negara-negara Afrika dan Asia selatan menghadapi risiko untuk mengalami kematian saat hamil dan melahirkan sekitar 200 kali lebih besar dibandingkan risiko yang dihadapi ibu di negara maju. Karena angka fertilitas di negara berkembang lebih tinggi maka rentang risiko di Afrika I diantara 6000. tiap tahun terdapat dari 150 juta ibu hamil di negara berkembang. Sekitar 500.000 diantaranya akan meninggal akibat penyebab kehamilan, dan 50 juta lainnya menderita karena kehamilannya mengalami komplikasi.
Menempatkan upaya penurunan AKI sebagai program prioritas penyebab langsung kematian ibu di Indonesia seperti halnya di negara lain adalah perdarahan, infeksi dan eklampsia ke dalam perdarahan dan infeksi sebagai penyebab kematian, sebenarnya tercakup pula kematian akibat abortus terinfeksi dan partus lama. Hanya sekitar 50% kematian ibu disebabkan oleh penyakit yang memburuk akibat kehamilan, misalnya penyakit jantung dan infeksi yang kronis. Keadaan ibu sejak pra hamil dapat mempengaruhi terhadap kehamilannya, penyebab tak langsung kematian ibu ini antara lain adalah amenia, kurang energi kronis (KEK) dan keadaan “4 terlalu“ muda / tua, sering dan banyak.
Menurut survey demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI) 2002/2003 AKI di Indonesia berkisar 307/100.000 kelahiran hidup dan angka kematian bayi (AKB) 35/1.000 kelahiran hidup, sedangkan angka kematian bayi baru lahir (Neonatal) sekitar 20/1.000 kelahiran hidup. Laporan Hasil Pembangunan Dinas Kesehatan Kabupaten XX menunjukkan bahwa terjadi peningkatan AKI dimana pada tahun 2007 terdapat 25 kasus (0,605%) dari 41.296 kehamilan (60,54 per 100.000 kehamilan), dan pada tahun 2008 dari jumlah kasusnya turun menjadi 24 kasus (0,607%) dari 39.554 kehamilan, tetapi berdasarkan angka pembilangnya meningkat menjadi 60,68 per 100.000 kehamilan. Sementara resiko kematian ibu (kehamilan resiko tinggi) juga mengalami peningkatan, dimana pada tahun tahun 2006 sebesar 13,16%, tahun 2007 meningkat menjadi 15,62%, dan tahun 2008 meningkat sebesar 16,04%. Kenyataan ini memprihatinkan karena upaya menurunkan AKI melalui GSI difokuskan untuk mencegah 4 (empat) terlambat, salah satunya terlambat deteksi resiko tinggi.
Masih tingginya angka kematian ibu (AKI) dapat terjadi karena terlambat memutuskan rujukan yang disebakan oleh pengetahuan yang rendah tentang bahaya dan komplikasi pada kehamilan resiko tinggi (Nurjanah, 2009). Sedangkan kehamilan resiko tinggi ini pada dasarnya dapat dicegah bila gejalanya ditemukan sedini mungkin sehingga dapat dilakukan tindakan perbaikinya. Pencegahan dapat dilakukan misalnya dengan memeriksakan kehamilan sedini mungkin dan teratur ke Posyandu, Puskesmas, Rumah Sakit, paling sedikit 4 kali selama masa kehamilan, mendapatkan imunisasi TT, bila ditemukan kelainan risiko tinggi pemeriksaan harus lebih sering dan lebih intensif, dan makan makanan yang bergizi yaitu memenuhi 4 sehat 5 sempurna.
Kode Skripsi : K194
File skripsi ini meliputi :
Bentuk file : Ms.word
Donasi : Rp. 100.000,-
Angka kematian ibu berkaitan erat dengan tingginya kasus kehamilan resiko tinggi, yaitu kehamilan yang menyebabkan terjadinya bahaya dan komplikasi lebih besar yang dapat mengancam keselamatan ibu dan janin yang dikandungnya selama masa kehamilan, melahirkan maupun pada masa nifas (Kusmarjadi, 2008). Ibu hamil di negara-negara Afrika dan Asia selatan menghadapi risiko untuk mengalami kematian saat hamil dan melahirkan sekitar 200 kali lebih besar dibandingkan risiko yang dihadapi ibu di negara maju. Karena angka fertilitas di negara berkembang lebih tinggi maka rentang risiko di Afrika I diantara 6000. tiap tahun terdapat dari 150 juta ibu hamil di negara berkembang. Sekitar 500.000 diantaranya akan meninggal akibat penyebab kehamilan, dan 50 juta lainnya menderita karena kehamilannya mengalami komplikasi.
Menempatkan upaya penurunan AKI sebagai program prioritas penyebab langsung kematian ibu di Indonesia seperti halnya di negara lain adalah perdarahan, infeksi dan eklampsia ke dalam perdarahan dan infeksi sebagai penyebab kematian, sebenarnya tercakup pula kematian akibat abortus terinfeksi dan partus lama. Hanya sekitar 50% kematian ibu disebabkan oleh penyakit yang memburuk akibat kehamilan, misalnya penyakit jantung dan infeksi yang kronis. Keadaan ibu sejak pra hamil dapat mempengaruhi terhadap kehamilannya, penyebab tak langsung kematian ibu ini antara lain adalah amenia, kurang energi kronis (KEK) dan keadaan “4 terlalu“ muda / tua, sering dan banyak.
Menurut survey demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI) 2002/2003 AKI di Indonesia berkisar 307/100.000 kelahiran hidup dan angka kematian bayi (AKB) 35/1.000 kelahiran hidup, sedangkan angka kematian bayi baru lahir (Neonatal) sekitar 20/1.000 kelahiran hidup. Laporan Hasil Pembangunan Dinas Kesehatan Kabupaten XX menunjukkan bahwa terjadi peningkatan AKI dimana pada tahun 2007 terdapat 25 kasus (0,605%) dari 41.296 kehamilan (60,54 per 100.000 kehamilan), dan pada tahun 2008 dari jumlah kasusnya turun menjadi 24 kasus (0,607%) dari 39.554 kehamilan, tetapi berdasarkan angka pembilangnya meningkat menjadi 60,68 per 100.000 kehamilan. Sementara resiko kematian ibu (kehamilan resiko tinggi) juga mengalami peningkatan, dimana pada tahun tahun 2006 sebesar 13,16%, tahun 2007 meningkat menjadi 15,62%, dan tahun 2008 meningkat sebesar 16,04%. Kenyataan ini memprihatinkan karena upaya menurunkan AKI melalui GSI difokuskan untuk mencegah 4 (empat) terlambat, salah satunya terlambat deteksi resiko tinggi.
Masih tingginya angka kematian ibu (AKI) dapat terjadi karena terlambat memutuskan rujukan yang disebakan oleh pengetahuan yang rendah tentang bahaya dan komplikasi pada kehamilan resiko tinggi (Nurjanah, 2009). Sedangkan kehamilan resiko tinggi ini pada dasarnya dapat dicegah bila gejalanya ditemukan sedini mungkin sehingga dapat dilakukan tindakan perbaikinya. Pencegahan dapat dilakukan misalnya dengan memeriksakan kehamilan sedini mungkin dan teratur ke Posyandu, Puskesmas, Rumah Sakit, paling sedikit 4 kali selama masa kehamilan, mendapatkan imunisasi TT, bila ditemukan kelainan risiko tinggi pemeriksaan harus lebih sering dan lebih intensif, dan makan makanan yang bergizi yaitu memenuhi 4 sehat 5 sempurna.
Kode Skripsi : K194
File skripsi ini meliputi :
- Bagian depan
- Bab 1-5 (Pendahuluan s/d Penutup)
- Daftar Pustaka
- Lampiran-2 (Kuesioner, dll)
Bentuk file : Ms.word
Donasi : Rp. 100.000,-
Label:
KEBIDANAN,
KEDOKTERAN,
KEPERAWATAN,
KES MASYARAKAT
Hubungan pola pemberian makanan dengan pertumbuhan anak usia 3 – 5 tahun
Usia balita, khususnya usia 3 – 5 tahun merupakan usia pra sekolah dimana seorang anak akan mengalami tumbuh kembang dan aktivitas yang sangat pesat dibandingkan dengan ketika ia masih bayi. Kebutuhan zat gizi akan meningkat. Sementara pemberian makanan juga akan lebih sering. Pada usia ini, anak sudah mempunyai sifat konsumen aktif, yaitu mereka sudah bisa memilih makanan yang disukainya. Seorang ibu yang telah menanamkan kebiasaan makan dengan gizi yang baik pada usia dini tentunya sangat mudah mengarahkan makanan anak, karena dia telah mengenal makanan yang baik pada usia sebelumnya. Oleh karena itu, pola pemberian makanan sangat penting diperhatikan.
Ada beberapa komponen yang mencakup pola pemberian makanan pada anak, antara lain : komposisi bahan makanan, frekuensi pemberian bahan makanan, waktu dan jumlah pemberian bahan makanan. Jika anak makan biasanya hanya tiga kali (pagi, siang, dan sore) makan pokok, kali ini perlu ditambah dua kali makan selingan. Tapi hal yang tidak boleh ditinggalkan adalah variasi hidangan makanan yang disajikan. Karena kebutuhan zat gizi tidak bisa dipenuhi hanya dengan satu jenis bahan makanan. Pola hidangan yang dianjurkan harus mengandung tiga unsur gizi utama yakni sumber zat tenaga seperti nasi, roti, mie, bihun, jagung, singkong, tepung-tepungan, gula, dan minyak. Sumber zat pembangun, misalnya ikan, daging, telur, susu, kacang-kacangan, tempe, dan tahu. Serta zat pengatur, seperti sayur dan buah-buahan, terutama yang berwarna hijau dan kuning. Pola pemberian makan pada bayi dan anak sangat berpengaruh terhadap kecukupan gizinya. Gizi yang baik menyebabkan anak bertumbuh dan berkembang dengan baik pula.
Ada beberapa jenis gangguan yang sering terjadi pada anak diantaranya adalah Makanan kurang atau kelebihan. Kekurangan zat makanan disebut defisiensi dan mengakibatkan tidak sehat bahkan sakit, Kelebihan menyebabkan berbagai penyakit. Kekurangan umumnya mencakup protein dan karbohidrat, serta vitamin dan mineral, sedangkan kelebihan umumnya berkaitan dengan konsumsi lemak, protein, dan gula. Penyakit-penyakit gizi di Indonesia tergolong ke dalam kelompok penyakit defisiensi. Penyakit gizi lebih (overnutrition) dan keragaman pangan (food intoxication) adalah: penyakit kekurangan kalori dan protein, penyakit defisiensi vitamin A, penyakit defisiensi yodium (Iodine deficiency diseases/IDD), dan penyakit anemia defisiensi zat besi (Fe). Defisiensi yodium juga mengakibatkan gambaran klinik lain, selain goiter endemik disebut Iodine Deficiency Diseases (IDD). Ada 4 jenis IDD, yaitu sebagai berikut. Gondok endemic, hambatan pertumbuhan fisik dan mental disebut cretinism, hambatan neuromotor, kondisi tuli disertai bisu (deaf mutism). Menurut WHO, faktor gizi merupakan 54% kontributor penyebab kematian. Bahkan pada balita, kekurangan gizi sangat berpengaruh terhadap perkembangan otak yang 80% proses pertumbuhannya terjadi pada masa ini.
Kode Skripsi : K193
File skripsi ini meliputi :
Bentuk file : Ms.word
Donasi : Rp. 100.000,-
Ada beberapa komponen yang mencakup pola pemberian makanan pada anak, antara lain : komposisi bahan makanan, frekuensi pemberian bahan makanan, waktu dan jumlah pemberian bahan makanan. Jika anak makan biasanya hanya tiga kali (pagi, siang, dan sore) makan pokok, kali ini perlu ditambah dua kali makan selingan. Tapi hal yang tidak boleh ditinggalkan adalah variasi hidangan makanan yang disajikan. Karena kebutuhan zat gizi tidak bisa dipenuhi hanya dengan satu jenis bahan makanan. Pola hidangan yang dianjurkan harus mengandung tiga unsur gizi utama yakni sumber zat tenaga seperti nasi, roti, mie, bihun, jagung, singkong, tepung-tepungan, gula, dan minyak. Sumber zat pembangun, misalnya ikan, daging, telur, susu, kacang-kacangan, tempe, dan tahu. Serta zat pengatur, seperti sayur dan buah-buahan, terutama yang berwarna hijau dan kuning. Pola pemberian makan pada bayi dan anak sangat berpengaruh terhadap kecukupan gizinya. Gizi yang baik menyebabkan anak bertumbuh dan berkembang dengan baik pula.
Ada beberapa jenis gangguan yang sering terjadi pada anak diantaranya adalah Makanan kurang atau kelebihan. Kekurangan zat makanan disebut defisiensi dan mengakibatkan tidak sehat bahkan sakit, Kelebihan menyebabkan berbagai penyakit. Kekurangan umumnya mencakup protein dan karbohidrat, serta vitamin dan mineral, sedangkan kelebihan umumnya berkaitan dengan konsumsi lemak, protein, dan gula. Penyakit-penyakit gizi di Indonesia tergolong ke dalam kelompok penyakit defisiensi. Penyakit gizi lebih (overnutrition) dan keragaman pangan (food intoxication) adalah: penyakit kekurangan kalori dan protein, penyakit defisiensi vitamin A, penyakit defisiensi yodium (Iodine deficiency diseases/IDD), dan penyakit anemia defisiensi zat besi (Fe). Defisiensi yodium juga mengakibatkan gambaran klinik lain, selain goiter endemik disebut Iodine Deficiency Diseases (IDD). Ada 4 jenis IDD, yaitu sebagai berikut. Gondok endemic, hambatan pertumbuhan fisik dan mental disebut cretinism, hambatan neuromotor, kondisi tuli disertai bisu (deaf mutism). Menurut WHO, faktor gizi merupakan 54% kontributor penyebab kematian. Bahkan pada balita, kekurangan gizi sangat berpengaruh terhadap perkembangan otak yang 80% proses pertumbuhannya terjadi pada masa ini.
Kode Skripsi : K193
File skripsi ini meliputi :
- Bagian depan
- Bab 1-5 (Pendahuluan s/d Penutup)
- Daftar Pustaka
- Lampiran-2 (Kuesioner, dll)
Bentuk file : Ms.word
Donasi : Rp. 100.000,-
Label:
KEBIDANAN,
KEDOKTERAN,
KEPERAWATAN,
KES MASYARAKAT
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keengganan suami dalam pemakaian kontrasepsi Metode Operative Pria (MOP)
Pengembangan program Keluarga Berencana yang secara resmi dimulai sejak tahun 1970 telah memberikan dampak terhadap penurunan tingkat fertilitas total yang cukup menggembirakan, namun partisipasi pria dalam ber KB masih sangat rendah yaitu sekitar 0,4%. Sedangkan di negara berkembang lainnya seperti Bangladesh 8%, Nepal 24%, Malaysia 16,8%. Hal ini selain disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan suami akan hak-hak dan kesehatan reproduksi serta kesehatan dan keadilan.
Peran suami dalam keluarga berencana (KB) dan kesehatan reproduksi masih rendah, hanya berkisar 1,1%, jauh dari target tahun 2001 sebesar 2,41%. Karena itu, perlu upaya sangat keras dari pelaksana program untuk mencapai target partisipasi pria menjadi 8% di akhir tahun 2004, dalam rangka mewujudkan keluarga berkualitas tahun 2015. Hal itu mengemuka dalam acara evaluasi pelaksanaan, peningkatan partisipasi pria dalam program Keluarga Berencana dan kesehatan reproduksi pekan ini
Peran suami dalam KB antara lain sebagai peserta Keluarga Berencana dan mendukung pasangan menggunakan alat kontrasepsi. Sedang dalam kesehatan reproduksi, antara lain membantu mempertahankan dan meningkatkan kesehatan ibu hamil, merencanakan persalinan aman oleh tenaga medis, menghindari keterlambatan dalam mencari pertolongan medis, membantu perawatan ibu dan bayi setelah persalinan, menjadi ayah yang bertanggung jawab, mencegah penularan penyakit menular seksual, menghindari kekerasan terhadap perempuan, serta tidak bias gender dalam menafsirkan kaidah agama. Pengembangan metode kontrasepsi Metode Operative Pria masih jauh tertinggal karena adanya hambatan-hambatan yang ditemukan antara lain kesulitan dalam memperoleh informasi tentang alat kontrasepsi, hambatan medis yang berupa ketersediaan alat maupun ketersediaan tenaga kesehatan, selain itu juga adanya rumor yang beredar di masyarakat mengenai alat kontrasepsi sehingga hal ini menjadi faktor penghambat dalam pengembangan metode kontrasepsi.
Rendahnya partisipasi suami dalam ber-Keluarga Berencana dapat memberikan dampak negatif bagi kaum wanita karena dalam kesehatan reproduksi tidak hanya kaum wanita saja yang selalu berperan aktif. Salah satu penyebab dari rendahnya pemakai kontrasepsi mantap/vasektomi ini adalah karena tingkat pengetahuan, pendidikan, jumlah anak masih hidup, sikap suami terhadap KB, pernah pakai KB, aktivitas kerja/pekerjaan, aktivitas ekonomi dan indeks kesejahteraan hidup (Pro-health, 2008))
Hasil proyeksi penduduk Indonesia diperkirakan berjumlah sekitar 226 juta dan merupakan negara keempat dengan penduduk terbanyak di dunia. Menurut data BKKBN tahun 2003 melaporkan partisipasi pria dalam BKKBN secara nasional hanya 1,3% terdiri dari akseptor yang memakai kondom 0,7%, akseptor yang memakai vasektomi 0,6%. Peran pria dalam ber Keluarga Berencana masih sangat rendah di Indonesia hanya 1,8%, jauh dari target tahun 2001 sebesar 2,41%, karena itu perlu upaya sangat keras dari pelaksanaan program untuk mencapai partisipasi pria menjadi 8% dalam rangka mewujudkan keluarga berkualitas tahun 2015.
Kode Skripsi : K192
File skripsi ini meliputi :
Bentuk file : Ms.word
Donasi : Rp. 100.000,-
Peran suami dalam keluarga berencana (KB) dan kesehatan reproduksi masih rendah, hanya berkisar 1,1%, jauh dari target tahun 2001 sebesar 2,41%. Karena itu, perlu upaya sangat keras dari pelaksana program untuk mencapai target partisipasi pria menjadi 8% di akhir tahun 2004, dalam rangka mewujudkan keluarga berkualitas tahun 2015. Hal itu mengemuka dalam acara evaluasi pelaksanaan, peningkatan partisipasi pria dalam program Keluarga Berencana dan kesehatan reproduksi pekan ini
Peran suami dalam KB antara lain sebagai peserta Keluarga Berencana dan mendukung pasangan menggunakan alat kontrasepsi. Sedang dalam kesehatan reproduksi, antara lain membantu mempertahankan dan meningkatkan kesehatan ibu hamil, merencanakan persalinan aman oleh tenaga medis, menghindari keterlambatan dalam mencari pertolongan medis, membantu perawatan ibu dan bayi setelah persalinan, menjadi ayah yang bertanggung jawab, mencegah penularan penyakit menular seksual, menghindari kekerasan terhadap perempuan, serta tidak bias gender dalam menafsirkan kaidah agama. Pengembangan metode kontrasepsi Metode Operative Pria masih jauh tertinggal karena adanya hambatan-hambatan yang ditemukan antara lain kesulitan dalam memperoleh informasi tentang alat kontrasepsi, hambatan medis yang berupa ketersediaan alat maupun ketersediaan tenaga kesehatan, selain itu juga adanya rumor yang beredar di masyarakat mengenai alat kontrasepsi sehingga hal ini menjadi faktor penghambat dalam pengembangan metode kontrasepsi.
Rendahnya partisipasi suami dalam ber-Keluarga Berencana dapat memberikan dampak negatif bagi kaum wanita karena dalam kesehatan reproduksi tidak hanya kaum wanita saja yang selalu berperan aktif. Salah satu penyebab dari rendahnya pemakai kontrasepsi mantap/vasektomi ini adalah karena tingkat pengetahuan, pendidikan, jumlah anak masih hidup, sikap suami terhadap KB, pernah pakai KB, aktivitas kerja/pekerjaan, aktivitas ekonomi dan indeks kesejahteraan hidup (Pro-health, 2008))
Hasil proyeksi penduduk Indonesia diperkirakan berjumlah sekitar 226 juta dan merupakan negara keempat dengan penduduk terbanyak di dunia. Menurut data BKKBN tahun 2003 melaporkan partisipasi pria dalam BKKBN secara nasional hanya 1,3% terdiri dari akseptor yang memakai kondom 0,7%, akseptor yang memakai vasektomi 0,6%. Peran pria dalam ber Keluarga Berencana masih sangat rendah di Indonesia hanya 1,8%, jauh dari target tahun 2001 sebesar 2,41%, karena itu perlu upaya sangat keras dari pelaksanaan program untuk mencapai partisipasi pria menjadi 8% dalam rangka mewujudkan keluarga berkualitas tahun 2015.
Kode Skripsi : K192
File skripsi ini meliputi :
- Bagian depan
- Bab 1-5 (Pendahuluan s/d Penutup)
- Daftar Pustaka
- Lampiran-2 (Kuesioner, dll)
Bentuk file : Ms.word
Donasi : Rp. 100.000,-
Label:
KEBIDANAN,
KEDOKTERAN,
KEPERAWATAN,
KES MASYARAKAT
Gambaran sikap masyarakat terhadap program Desa Siaga
Desa siaga adalah desa yang penduduknya memiliki kesiapan sumberdaya dan kemampuan serta kemauan untuk mencegah dan mengatasi masalah-masalah kesehatan, bencana dan kegawatdaruratan kesehatan secara mandiri. Desa Siaga merupakan gambaran masyarakat yang sadar, mau dan mampu untuk mencegah dan mengatasi berbagai ancaman terhadap kesehatan masyarakat seperti kurang gizi, penyakit menular dan penyakit yang berpotensi menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB), kejadian bencana, kecelakaan, dan lain-lain, dengan memanfaatkan potensi setempat secara gotong royong. Pengembangan Desa Siaga mencakup upaya untuk lebih mendekatkan pelayanan kesehatan dasar kepada masyarakat desa, menyiap siagakan masyarakat menghadapi masalah-masalah kesehatan, memandirikan masyarakat dalam mengembangkan perilaku hidup bersih dan sehat.
Untuk mencapai keberhasilan program Desa Siaga tersebut mutlak diperlukan peran serta aktif dari masyarakat terutama kader kesehatan, karena inti kegiatan Desa Siaga adalah memberdayakan masyarakat agar mau dan mampu untuk hidup sehat. Oleh karena itu maka dalam pengembangannya diperlukan langkah-langkah pendekatan edukatif, yaitu upaya mendampingi (memfasilitasi) masyarakat untuk menjalani proses pembelajaran yang berupa proses pemecahan masalah-masalah kesehatan yang dihadapinya.
Pentingnya peran serta masyarakat dalam program-program kegiatan pembangunan kesehatan, tidaklah bisa dipungkiri. Hasil observasi, pengalaman lapangan hingga keberhasilan cakupan suatu program yang telah dianalis membuktikan bahwa peran serta masyarakat sangat menentukan terhadap keberhasilan, kemandirian dan kesinambungan pembangunan kesehatan. Penyebabnya ada dua faktor, yaitu dapat menumbuhkan rasa memiliki (sense of belonging) dan faktor kesinambungan (continuity) pelaksanaan program kesehatan. Dengan demikian, maka sebaiknya dan seyogyanya pengorganisasian kegiatan masyarakat dalam pembangunan kesehatan harus dilakukan oleh masyarakat itu sendiri.
Untuk mewujudkan desa siaga tidaklah semudah membaca visi-misi Departemen Kesehatan. Cakupan Desa Siaga di beberapa daerah/propinsi hingga tahun 2008 secara nasional baru mencapai 50%, di Sumatera Utara hingga tahun 2008 hanya mencapai 1.122 desa dari total 5.620 jumlah desa yang ada, di Jawa Timur baru mencapai 62%, dan di Kabupaten Malang hingga tahun 2008 baru mencapai 68%.
Kode Skripsi : K191
File skripsi ini meliputi :
Bentuk file : Ms.word
Donasi : Rp. 100.000,-
Untuk mencapai keberhasilan program Desa Siaga tersebut mutlak diperlukan peran serta aktif dari masyarakat terutama kader kesehatan, karena inti kegiatan Desa Siaga adalah memberdayakan masyarakat agar mau dan mampu untuk hidup sehat. Oleh karena itu maka dalam pengembangannya diperlukan langkah-langkah pendekatan edukatif, yaitu upaya mendampingi (memfasilitasi) masyarakat untuk menjalani proses pembelajaran yang berupa proses pemecahan masalah-masalah kesehatan yang dihadapinya.
Pentingnya peran serta masyarakat dalam program-program kegiatan pembangunan kesehatan, tidaklah bisa dipungkiri. Hasil observasi, pengalaman lapangan hingga keberhasilan cakupan suatu program yang telah dianalis membuktikan bahwa peran serta masyarakat sangat menentukan terhadap keberhasilan, kemandirian dan kesinambungan pembangunan kesehatan. Penyebabnya ada dua faktor, yaitu dapat menumbuhkan rasa memiliki (sense of belonging) dan faktor kesinambungan (continuity) pelaksanaan program kesehatan. Dengan demikian, maka sebaiknya dan seyogyanya pengorganisasian kegiatan masyarakat dalam pembangunan kesehatan harus dilakukan oleh masyarakat itu sendiri.
Untuk mewujudkan desa siaga tidaklah semudah membaca visi-misi Departemen Kesehatan. Cakupan Desa Siaga di beberapa daerah/propinsi hingga tahun 2008 secara nasional baru mencapai 50%, di Sumatera Utara hingga tahun 2008 hanya mencapai 1.122 desa dari total 5.620 jumlah desa yang ada, di Jawa Timur baru mencapai 62%, dan di Kabupaten Malang hingga tahun 2008 baru mencapai 68%.
Kode Skripsi : K191
File skripsi ini meliputi :
- Bagian depan
- Bab 1-5 (Pendahuluan s/d Penutup)
- Daftar Pustaka
- Lampiran-2 (Kuesioner, dll)
Bentuk file : Ms.word
Donasi : Rp. 100.000,-
Label:
KEBIDANAN,
KEDOKTERAN,
KEPERAWATAN,
KES MASYARAKAT
DAFTAR JUDUL SKRIPSI KEBIDANAN
note : Kalau halaman tidak ditemukan, silakan klik DISINI
K061 Gambaran Pengetahuan Wanita Pasangan Usia Subur Tentang Pemeriksaan Pap Smear Di Desa Wonorejo Kecamatan XX.
K062 Pengaruh Kehamilan Usia Remaja Terhadap Durasi Proses Persalinan Kala I Dan II Di Wilayah Kerja Puskesmas XX
K063 Gambaran Penurunan Libido Pada Akseptor KB Suntik 3 Bulanan Di Desa XX
K064 Faktor Yang Mempengaruhi Rendahnya Peminatan Metode KB AKDR Di Desa XX
K065 Faktor Yang Mempengaruhi Pemanfaatan Posyandu Lansia Di Desa XX
K067 Pengetahuan Ibu Nifas Tentang Makanan Bergizi di Desa XX.
K068 Perbedaan Perkembangan Anak Usia Toddler (1-3 Tahun) Antara Ibu Bekerja Dan Tidak Bekerja di Posyandu XX.
K069 Gambaran Pertumbuhan Berat Badan Dan Panjang Badan Bayi Usia 0-6 Bulan Yang Diberi ASI Saja dan Yang Diberi Makanan Tambahan
K070 Sikap Ibu Hamil Terhadap Pelaksanaan Program Imunisasi Dasar Di Desa XX
K071 Hubungan Pengetahuan Dengan Sikap Ibu Hamil Trimester III Tentang Inisiasi Menyusu Dini Di Polindes XX
K072 Hubungan Tingkat Pendidikan Dan Pengetahuan Tentang Anemia Dengan Perilaku Ibu Hamil Dalam Mengkonsumsi Tablet Fe Di Desa XX
K073 Perilaku keluarga dalam mencegah dan melakukan penanganan dini penyakit diare di rumah pada anak yang dirawat di Irna XX
K076 Keberhasilan kontrasepsi KB Suntik dalam perencanaan kehamilan pada ibu di desa XX
K077 Gambaran Fungsi Intelektual Lansia Di Posyandu Lansia Desa XX
K083 Gambaran Motivasi Akseptor KB dalam Memilih Metode Kontrasepsi IUD di Desa XX
K084 Gambaran Pemenuhan Kebutuhan Tidur Pada Anak Yang Terpasang Infus di RS XXX
K086 Gambaran Pelaksanaan Tugas Kesehatan Keluarga Pada Lansia di Desa XX
K087 Analisis Perbedaan Berat Badan Sebelum Dan Sesudah Menggunakan KB Suntik Di BPS XX
K089 Pengaruh Latihan Gerak Pinggul (Stretching) Terhadap Tingkat Nyeri Punggung Bawah Pada Lansia (Studi di Sanggar Senam Bagas Desa XX)
K090 Pengetahuan Ibu Tentang Cara Memeberikan ASI yang Baik pada Balita Usia 0 – 18 Bulan
K091 Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Penanganan Diare Pada Anak Di Rumah Dengan Derajad Dehidrasi Pada Anak Diare Di RSX
K092. Sikap Perawat Tentang Pemenuhan Kebutuhan Bermain Pada Anak Usia Prasekolah
K093. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penurunan Minat Lansia Terhadap Posyandu Lansia
K095. Perubahan aktivitas seksual pada manusia lanjut usia (lansia)
K096. Hubungan tingkat pengetahuan informasi prabedah dengan tingkat kecemasan pasien praoperasi
K097. Pengaruh Pendampingan Suami Terhadap Tingkat Kecemasan Ibu Selama Proses Persalinan Normal di Ruang Bersalin RSX
K098. Hubungan Pola Perilaku Makan Ibu Post Partum dengan proses Penyembuhan Luka Episiotomi di Puskesmas XXX
K099. Hubungan Peran Keluarga Dalam Memenuhi Kebutuhan Gizi Anak Dengan Status Gizi Anak Usia Prasekolah
K100. Pengaturan diet pada lansia dengan hipertensi di Desa XX
K101. Hubungan Berat Badan Lahir Dengan Rupture Perineum Persalinan Normal Pada Primigravida Di BPS XXX
K102. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keenganan Akseptor Kb Untuk Menggunakan Alat Kontrasepsi Iud Di Puskesmas X
K103. Analisa Senam Hamil Pada Ibu Hamil Di Kelas Ibu Di Posyandu X
K104. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Minat Ibu Terhadap Pemakaian Kontrasepsi Implant Di Desa X
K105. Kepatuhan Ibu Hamil Dalam Mengkonsumsi Tablet Fe Di Bps X
K106. Karakteristik Ibu yang Menyapih Bayinya di Bawah 1 tahun di Wilayah Puskesmas X
K109. Pengetahuan Remaja Awal (11-13 Tahun) Tentang Pengertian Dan Perubahan Fisik Pubertas Di Smp X
K110. Pengetahuan Ibu Primigravida Terhadap Perubahan Fisiologis Pada Masa Kehamilan Di Bps. X
K112. Pengetahuan Dan Sikap Ibu Primigravida Tentang Persiapan Persalinan Di Bps X
K156. Karakteristik Ibu Yang Memeriksakan Pap Smear Di Rumah Sakit X
K165. Gambaran Penyapihan Anak Kurang Dari 2 Tahun Di Desa X
K167. Pengetahuan Ibu Primigravida Tentang Kehamilan Di Rb X
K168. Pengetahuan Tentang Bahaya Merokok Pada Siswa Kelas Ii Sma Negeri X
K169. Gambaran Penatalaksanaan Cara Memandikan Neonatus 0-7 Hari Terhadap Ibu Nifas Di Bps X
K170. Tingkat pengetahuan ibu tentang Anemia Dalam Kehamilan Di Bps X
K171. Penatalaksanaan Pencegahan Infeksi Pada Proses Pertolongan Persalinan Di Klinik X
K172. Cakupan Pemberian Vitamin A Pada Ibu Nifas Di Bps Wilayah Kerja X
K173. Karakteristik Ibu Hamil Yang Mengkonsumsi Tablet Fe Di Kelurahan X
K174. Gambaran Rendahnya Cakupan Penimbangan Balita Di Posyandu X
K175. Pengetahuan Dan Aplikasi Mahasiswi Tingkat Ii Akbid Xxxxxxxxx Tentang Partograf
K176. Gambaran Pengetahuan Primipara Terhadap Perkembangan Bayi 0-1 Tahun Di Kelurahan X
K178. Gambaran Tingkat Pengetahuan Remaja Putri Terhadap Keputihan Di Desa X
Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Pengetahuan Ibu Primigravida tentang cara Penanganan Ketidaknyamanan pada Kehamilan Trimester I
Pendidikan kesehatan merupakan suatu upaya atau kegiatan menciptakan perilaku masyarakat yang kondusif untuk kesehatan. Artinya, pendidikan kesehatan berupaya agar seseorang menyadari atau mengetahui bagaimana cara memelihara kesehatan mereka, bagaimana menghindari atau mencegah hal-hal yang merugikan kesehatan, kemana harus mencari pengobatan bila sakit, dan sebagainya. Kesehatan bukan hanya untuk diketahui atau disadari dan disikapi, melainkan harus dikerjakan atau dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini berarti tujuan akhir dari pendidikan kesehatan adalah agar individu dapat mempraktikkan hidup sehat bagi dirinya sendiri dan bagi masyarakat, atau dapat berperilaku hidup sehat (health life style).
Perubahan fisik maupun perubahan hormonal pada setiap kehamilan dapat menimbulkan rasa ketidaknyamanan pada ibu hamil, yang akan menimbulkan keluhan ringan sampai yang berat. Ada beberapa ibu hamil yang sangat peka dan menganggap perubahan ini sebagai tanda kehamilan yang menyenangkan, tetapi ada pula yang merasakan hal ini sebagai suatu masalah.
Mual, kepala pusing, lelah, sampai muntah-muntah adalah masalah umum yang biasa dihadapi ibu hamil pada masa awal kehamilan. Gangguan atau ketidaknyamanan pada kehamilan ini biasanya disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor hormonal dan faktor variasi kejiwaan. Mual yang terjadi pada masa awal ibu hamil terjadi akibat perubahan hormon estrogen dan progesteron yang meningkat selama kehamilan dan memengaruhi fungsi organ-organ tubuh, termasuk fungsi lambung. Produksi asam lambung yang meningkat memicu timbulnya perasaan mual dan kerap dibarengi muntah.
Faktor psikologis dan aspek emosi memegang kendali pada kejadian mual (emesis gravidarum) pada graviditas yang berbeda (Rusdhy A, 2003). Hal itu bisa dijelaskan sebagai berikut. Setiap orang memiliki respons yang berbeda terhadap diagnosis kehamilan. Bagi sebagian wanita mungkin timbul perasaan gembira yang sangat dengan kehamilan yang sudah direncanakan, tetapi bagi sebagian lainnya yang belum siap, kehamilan dapat menjadi peristiwa yang mengejutkan dan bahkan menimbulkan keputusasaan karena mendengar berita tersebut dan membayangkan masalah sosial serta finansial yang harus ditanggungnya. Dengan adanya respon yang berbeda tersebut akan memunculkan masalah dan ketidaknyamanan umum pada kehamilan yaitu emesis gravidarum.
Kode Skripsi : K190
File skripsi ini meliputi :
Bentuk file : Ms.word (.doc)
Donasi : Rp. 125.000,-
Perubahan fisik maupun perubahan hormonal pada setiap kehamilan dapat menimbulkan rasa ketidaknyamanan pada ibu hamil, yang akan menimbulkan keluhan ringan sampai yang berat. Ada beberapa ibu hamil yang sangat peka dan menganggap perubahan ini sebagai tanda kehamilan yang menyenangkan, tetapi ada pula yang merasakan hal ini sebagai suatu masalah.
Mual, kepala pusing, lelah, sampai muntah-muntah adalah masalah umum yang biasa dihadapi ibu hamil pada masa awal kehamilan. Gangguan atau ketidaknyamanan pada kehamilan ini biasanya disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor hormonal dan faktor variasi kejiwaan. Mual yang terjadi pada masa awal ibu hamil terjadi akibat perubahan hormon estrogen dan progesteron yang meningkat selama kehamilan dan memengaruhi fungsi organ-organ tubuh, termasuk fungsi lambung. Produksi asam lambung yang meningkat memicu timbulnya perasaan mual dan kerap dibarengi muntah.
Faktor psikologis dan aspek emosi memegang kendali pada kejadian mual (emesis gravidarum) pada graviditas yang berbeda (Rusdhy A, 2003). Hal itu bisa dijelaskan sebagai berikut. Setiap orang memiliki respons yang berbeda terhadap diagnosis kehamilan. Bagi sebagian wanita mungkin timbul perasaan gembira yang sangat dengan kehamilan yang sudah direncanakan, tetapi bagi sebagian lainnya yang belum siap, kehamilan dapat menjadi peristiwa yang mengejutkan dan bahkan menimbulkan keputusasaan karena mendengar berita tersebut dan membayangkan masalah sosial serta finansial yang harus ditanggungnya. Dengan adanya respon yang berbeda tersebut akan memunculkan masalah dan ketidaknyamanan umum pada kehamilan yaitu emesis gravidarum.
Kode Skripsi : K190
File skripsi ini meliputi :
- Bagian Depan (Daftar isi, dll)
- Bab 1-5 (Pendahuluan s/d Penutup)
- Daftar Pustaka
- Lampiran-lampiran (Instrumen, analisis data, dll)
Bentuk file : Ms.word (.doc)
Donasi : Rp. 125.000,-
Hubungan antara pengetahuan remaja tentang perubahan fisik pubertas dengan penyimpangan perilaku seksual di SMP X
Perubahan yang terjadi pada masa remaja diantaranya adalah timbul ciri-ciri seks sekunder, tercapainya fertilitas dan terjadi perubahan-perubahan psikologik serta kognitif. Untuk tercapainya tumbuh kembang yang optimal tergantung pada potensi biologiknya. Tingkat tercapainya potensi biologik seorang remaja merupakan hasil interaksi antara faktor genetik dan lingkungan biofisiko-psikososial. Perubahan fisik pubertas dimulai sekitar usia 10 atau 11 tahun pada remaja putri, kira-kira 2 tahun sebelum perubahan pubertas pada remaja laki-laki. Kematangan seksual dan terjadinya perubahan bentuk tubuh sangat berpengaruh pada kehidupan kejiwaan remaja, sementara itu perhatian remaja sangat besar terhadap penampilan dirinya sehingga mereka sering merisaukan bentuk tubuhnya yang kurang proporsional tersebut.
Selain yang terlihat dari penampilan luar, perubahan juga terjadi di dalam tubuh dan tidak tampak dari luar. Otak akan mengeluarkan zat-zat kimia yang disebut hormon. Hormon ini akan mempengaruhi perubahan fisik dan emosi seseorang pada masa pubertas. Rahim, saluran telur, indung telur, rongga panggul dan vagina pada remaja perempuan, tumbuh dan bersiap untuk melakukan fungsi dan proses reproduksi yang ditandai dengan adanya siklus Menstruasi. Pada remaja laki-laki, prostat dan seminal, uretra (saluran kencing), testis (buah zakar), dan penis juga tumbuh membesar dan mulai mengeluarkan cairan yang gunanya sebagai tempat berkembangnya sperma serta diproduksinya sperma yang ditandai dengan mimpi basah. Ketika remaja perempuan sudah mengalami menstruasi dan menghasilkan sel telur, dan remaja laki-laki sudah mengalami mimpi basah dan menghasilkan sperma, maka remaja sudah dapat bereproduksi dan menghasilkan anak. Perempuan bisa hamil dan laki-laki bisa menghamili.
Perubahan-perubahan biopsikososial pada masa pubertas tersebut perlu diketahui oleh remaja. Pemahaman tentang perkembangan seksual pada remaja merupakan salah satu pemahaman yang penting sebab masa remaja merupakan masa peralihan dari perilaku seksual anak-anak menjadi perilaku seksual dewasa. Kurangnya pemahaman tentang perilaku seksual pada masa remaja amat merugikan bagi remaja sendiri termasuk keluarganya. Sebagian kelompok remaja mengalami kebingungan untuk memahami tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Kebingungan ini akan menimbulkan suatu perilaku seksual yang kurang sehat di kalangan remaja.
Namun harus diakui bahwa sampai saat ini di kalangan masyarakat tertentu, berbicara soal seks masih dianggap masalah yang tabu. Oleh karenanya, jarang sekali dijumpai pembicaraan perihal seks tersebut secara terbuka. Namun di sisi lain (fakta yang tak terbantahkan), masalah seks juga berjalan terus. Penelitian Pangkahila di Bali (1981) terhadap remaja awal mendapatkan data 56% remaja pernah melakukan ciuman bibir, 31% pernah dirangsang alat kelaminnya, dan 25% pernah melakukan hubungan seksual. Berbagai bentuk perilaku seksual remaja yang lain dari beberapa hasil penelitian diantaranya melakukan cium bibir, cium pipi, memegang alat vital lawan jenis, menyenggol, meraba, memegang dan membelai bagian tubuh yang peka milik lawan jenisnya (Notoatmodjo, 2007:269).
Kode Skripsi : K177
Skripsi sini meliputi :
Bentuk file : ms.word (.doc)
Donasi : Rp. 100.000,-
Selain yang terlihat dari penampilan luar, perubahan juga terjadi di dalam tubuh dan tidak tampak dari luar. Otak akan mengeluarkan zat-zat kimia yang disebut hormon. Hormon ini akan mempengaruhi perubahan fisik dan emosi seseorang pada masa pubertas. Rahim, saluran telur, indung telur, rongga panggul dan vagina pada remaja perempuan, tumbuh dan bersiap untuk melakukan fungsi dan proses reproduksi yang ditandai dengan adanya siklus Menstruasi. Pada remaja laki-laki, prostat dan seminal, uretra (saluran kencing), testis (buah zakar), dan penis juga tumbuh membesar dan mulai mengeluarkan cairan yang gunanya sebagai tempat berkembangnya sperma serta diproduksinya sperma yang ditandai dengan mimpi basah. Ketika remaja perempuan sudah mengalami menstruasi dan menghasilkan sel telur, dan remaja laki-laki sudah mengalami mimpi basah dan menghasilkan sperma, maka remaja sudah dapat bereproduksi dan menghasilkan anak. Perempuan bisa hamil dan laki-laki bisa menghamili.
Perubahan-perubahan biopsikososial pada masa pubertas tersebut perlu diketahui oleh remaja. Pemahaman tentang perkembangan seksual pada remaja merupakan salah satu pemahaman yang penting sebab masa remaja merupakan masa peralihan dari perilaku seksual anak-anak menjadi perilaku seksual dewasa. Kurangnya pemahaman tentang perilaku seksual pada masa remaja amat merugikan bagi remaja sendiri termasuk keluarganya. Sebagian kelompok remaja mengalami kebingungan untuk memahami tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Kebingungan ini akan menimbulkan suatu perilaku seksual yang kurang sehat di kalangan remaja.
Namun harus diakui bahwa sampai saat ini di kalangan masyarakat tertentu, berbicara soal seks masih dianggap masalah yang tabu. Oleh karenanya, jarang sekali dijumpai pembicaraan perihal seks tersebut secara terbuka. Namun di sisi lain (fakta yang tak terbantahkan), masalah seks juga berjalan terus. Penelitian Pangkahila di Bali (1981) terhadap remaja awal mendapatkan data 56% remaja pernah melakukan ciuman bibir, 31% pernah dirangsang alat kelaminnya, dan 25% pernah melakukan hubungan seksual. Berbagai bentuk perilaku seksual remaja yang lain dari beberapa hasil penelitian diantaranya melakukan cium bibir, cium pipi, memegang alat vital lawan jenis, menyenggol, meraba, memegang dan membelai bagian tubuh yang peka milik lawan jenisnya (Notoatmodjo, 2007:269).
Kode Skripsi : K177
Skripsi sini meliputi :
- Bagian depan (daftar isi, dll)
- Bab 1-5 (Pebdahuluan s/d Penutup)
- Daftar Pustaka
- Lampiran2 (kuesioner, analisis data, dll)
Bentuk file : ms.word (.doc)
Donasi : Rp. 100.000,-
Sabtu, 06 Februari 2010
Analisis Pengaruh Dana Perimbangan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Disparitas Pendapatan Antar Daerah Pasca Desentralisasi Fiskal di Indonesia
Pembangunan daerah – sebagai bagian integral dari pembangunan nasional – pada hakekatnya adalah upaya untuk meningkatkan kapasitas pemerintahan daerah sehingga tercipta suatu kemampuan yang handal dan profesional dalam menjalankan pemerintahan serta memberikan pelayanan prima kepada masyarakat. Pembangunan daerah juga berarti memampukan daerah untuk mengelola sumber daya ekonominya secara berdaya guna dan berhasil guna untuk kemajuan daerah dan kesejahteraan masyarakat.
Pembangunan daerah dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yakni pertama, pendekatan sentralisasi dan kedua, pendekatan desentralisasi. Pendekatan sentralisasi mengandung arti bahwa pelaksanaan pembangunan sepenuhnya merupakan wewenang pusat dan dilaksanakan oleh para birokrat di pusat. Sedangkan pendekatan desentralisasi mengandung arti bahwa pembangunan daerah – melalui desentralisasi atau otonomi daerah – memberikan peluang dan kesempatan bagi terwujudnya pemerintahan yang bersih dan baik (good governance) di daerah. Artinya pelaksanaan tugas pemerintah daerah harus didasarkan atas prinsip efektif, efisien, partisipatif, terbuka (transparency), dan akuntabilitas (accountability).
Penelitian ini bertujuan untuk pengaruh dana perimbangan yang merupakan inti dari pemberlakuan desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi dan disparitas pendapatan antar daerah di Indonesia pada periode tahun 2001 sampai 2003. Penelitian menggunakan analisis panel data dengan model regresi fixed effect dan metode Generelized Least Square (GLS).
Dana perimbangan terdiri dari dana bagi hasil pajak, dana bagi hasil sumber daya alam, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus. Implikasi dari financial sharing, pemerintah pusat memberikan bagi hasil pajak dan bagi hasil sumber daya alam pada daerah yang bertujuan untuk mengurangi ketimpangan vertikal. Distribusi sumber daya alam dan pajak tidak merata disemua daerah. Oleh sebab itu, pemerintah pusat memberikan dana alokasi umum yang bertujuan untuk fiscal equalizations dan mengurangi kesenjangan antar daerah. Pemerintah pusat juga memberikan dana alokasi khusus pada daerah yang dianggap kurang mampu membiayai kegiatannya dari penerimaan daerahnya sendiri.
Hasil dari penelitian ini adalah: (1) Kebijakan desentralisasi fiskal di Indonesia mendorong pertumbuhan ekonomi daerah tetapi nilai pertumbuhan yang dihasilkan relatif rendah. (2) Dana bagi hasil pajak meningkatkan disparitas antar daerah sedangkan dana alokasi umum yang berfungsi sebagai pemerata fiskal belum berpengaruh dalam meminimalisasi disparitas pendapatan antar daerah.
Kode File : F0049
File skripsi/thesis ini meliputi :
Bentuk file : Ms.word
Donasi : Rp. 50.000,-
Pembangunan daerah dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yakni pertama, pendekatan sentralisasi dan kedua, pendekatan desentralisasi. Pendekatan sentralisasi mengandung arti bahwa pelaksanaan pembangunan sepenuhnya merupakan wewenang pusat dan dilaksanakan oleh para birokrat di pusat. Sedangkan pendekatan desentralisasi mengandung arti bahwa pembangunan daerah – melalui desentralisasi atau otonomi daerah – memberikan peluang dan kesempatan bagi terwujudnya pemerintahan yang bersih dan baik (good governance) di daerah. Artinya pelaksanaan tugas pemerintah daerah harus didasarkan atas prinsip efektif, efisien, partisipatif, terbuka (transparency), dan akuntabilitas (accountability).
Penelitian ini bertujuan untuk pengaruh dana perimbangan yang merupakan inti dari pemberlakuan desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi dan disparitas pendapatan antar daerah di Indonesia pada periode tahun 2001 sampai 2003. Penelitian menggunakan analisis panel data dengan model regresi fixed effect dan metode Generelized Least Square (GLS).
Dana perimbangan terdiri dari dana bagi hasil pajak, dana bagi hasil sumber daya alam, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus. Implikasi dari financial sharing, pemerintah pusat memberikan bagi hasil pajak dan bagi hasil sumber daya alam pada daerah yang bertujuan untuk mengurangi ketimpangan vertikal. Distribusi sumber daya alam dan pajak tidak merata disemua daerah. Oleh sebab itu, pemerintah pusat memberikan dana alokasi umum yang bertujuan untuk fiscal equalizations dan mengurangi kesenjangan antar daerah. Pemerintah pusat juga memberikan dana alokasi khusus pada daerah yang dianggap kurang mampu membiayai kegiatannya dari penerimaan daerahnya sendiri.
Hasil dari penelitian ini adalah: (1) Kebijakan desentralisasi fiskal di Indonesia mendorong pertumbuhan ekonomi daerah tetapi nilai pertumbuhan yang dihasilkan relatif rendah. (2) Dana bagi hasil pajak meningkatkan disparitas antar daerah sedangkan dana alokasi umum yang berfungsi sebagai pemerata fiskal belum berpengaruh dalam meminimalisasi disparitas pendapatan antar daerah.
Kode File : F0049
File skripsi/thesis ini meliputi :
- Halaman depan (Daftar isi,dll)
- Bab I – V (pendahuluan – penutup) lengkap
- Daftar Pustaka
- Lampiran2
Bentuk file : Ms.word
Donasi : Rp. 50.000,-
Peranan Controller Dalam Perencanaan Dan Pengendalian Penjualan
Perusahaan-perusahaan yang masih exist atau berdiri saat ini, berusaha mempertahankan kegiatan operasional perusahaannya dengan berbagai cara. Diantaranya dengan menyediakan barang dan jasa sesuai dengan selera dari masyarakat. Hal ini disebabkan karena perusahaan hanya dapat tetap berdiri, bila barang dan jasa yang telah diberikan pada masyarakat dapat dimanfaatkan dan perusahaan memperoleh balas jasa dari masyarakat yang menggunakan produk yang ditawarkan perusahaan itu. Jika tujuan tersebut tidak tercapai, maka perusahaan akan kehilangan sumber dana dari masyarakat dan modal perusahaan berangsur-angsur lemah, sehingga perusahaan tidak mempunyai kedudukan yang kuat untuk melakukan persaingan dengan perusahaan-perusahaan sejenis lainnya dalam suatu industri di pasaran.
Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat itu, perusahaan memanfaatkan pasar sebagai sarana untuk menjual produk yang dihasilkan, sehingga perusahaan dapat memperoleh keuntungan yang merupakan tujuan perusahaan pada umumnya. Untuk mencapai tujuan itu perusahaan harus bersaing dengan ketat untuk merebut konsumen dari perusahaan-perusahaan sejenis lainnya. Manajemen perusahaan berkewajiban memanage seluruh kegiatan operasional perusahaan, mengkoordinasikan dan mengalokasikan sumber-sumber yang terbatas dengan baik secara ekonomis, efektif dan efisien.
Dalam melakukan hal itu controller dapat membantu manajemen khususnya dalam melakukan perencanaan dan pengendalian. Perencanaan dan pengendalian amat berperanan penting dalam keberhasilan perusahaan mencapai tujuannya. Perencanaan harus dilakukan agar dalam melaksanakan operasional perusahaan terarah sehingga tujuan mudah tercapai, sedangkan pengendalian juga penting untuk dilaksanakan agar didapat kepastian bahwa operasi perusahaan dilakukan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Pada perusahaan industri dan perdagangan, berbagai macam kegiatan operasi perusahaan harus direncanakan dan dikendalikan agar perusahaan dapat bertahan dalam persaingan, khususnya menyangkut perencanaan dan pengendalian terhadap penjualan karena berkaitan dengan peningkatan pendapatan perusahaan dan kelangsungan hidup perusahaan.
Perencanaan dalam penjualan dapat dikatakan sebagai kegiatan untuk membuat anggaran penjualan, metode penjualan apa yang akan dilakukan agar permintaan masyarakat bertambah, syarat-syarat apa yang perlu ditetapkan dalam melakukan penjualan dan kebijaksanaan perusahaan dalam menetapkan harga yang bersaing dengan produk sejenis lainnya.
Kode File : F021
File skripsi ini meliputi :
Bentuk file : Ms.word
Donasi : Rp. 50.000,-
Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat itu, perusahaan memanfaatkan pasar sebagai sarana untuk menjual produk yang dihasilkan, sehingga perusahaan dapat memperoleh keuntungan yang merupakan tujuan perusahaan pada umumnya. Untuk mencapai tujuan itu perusahaan harus bersaing dengan ketat untuk merebut konsumen dari perusahaan-perusahaan sejenis lainnya. Manajemen perusahaan berkewajiban memanage seluruh kegiatan operasional perusahaan, mengkoordinasikan dan mengalokasikan sumber-sumber yang terbatas dengan baik secara ekonomis, efektif dan efisien.
Dalam melakukan hal itu controller dapat membantu manajemen khususnya dalam melakukan perencanaan dan pengendalian. Perencanaan dan pengendalian amat berperanan penting dalam keberhasilan perusahaan mencapai tujuannya. Perencanaan harus dilakukan agar dalam melaksanakan operasional perusahaan terarah sehingga tujuan mudah tercapai, sedangkan pengendalian juga penting untuk dilaksanakan agar didapat kepastian bahwa operasi perusahaan dilakukan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Pada perusahaan industri dan perdagangan, berbagai macam kegiatan operasi perusahaan harus direncanakan dan dikendalikan agar perusahaan dapat bertahan dalam persaingan, khususnya menyangkut perencanaan dan pengendalian terhadap penjualan karena berkaitan dengan peningkatan pendapatan perusahaan dan kelangsungan hidup perusahaan.
Perencanaan dalam penjualan dapat dikatakan sebagai kegiatan untuk membuat anggaran penjualan, metode penjualan apa yang akan dilakukan agar permintaan masyarakat bertambah, syarat-syarat apa yang perlu ditetapkan dalam melakukan penjualan dan kebijaksanaan perusahaan dalam menetapkan harga yang bersaing dengan produk sejenis lainnya.
Kode File : F021
File skripsi ini meliputi :
- Halaman depan (Daftar isi)
- Bab I – V (pendahuluan – penutup) lengkap
- Daftar Pustaka
Bentuk file : Ms.word
Donasi : Rp. 50.000,-
Analisis Perbedaan Kinerja Keuangan, Tingkat Kemahalan Harga Saham, Return Saham, Dan Likuiditas Saham Perusahaan Yang Melakukan Stock Split Dan Perusahaan Yang Tidak Melakukan Stock Split Pada Perusahaan Manufaktur Yang Go Public Di Bursa Efek Jakar
Harga pasar dari saham akan mencerminkan nilai suatu perusahaan, semakin tinggi harga saham, maka semakin tinggi pula nilai perusahaan tersebut dan terjadi sebaliknya. Oleh karena itu setiap perusahaan yang menerbitkan saham akan sangat memperhatikan harga sahamnya. Harga saham yang terlalu rendah sering dikaitkan dengan kinerja perusahaan yang kurang baik. Namun bila harga saham terlalu tinggi (overprice) dapat mengurangi kemampuan investor untuk membeli sehingga menyebabkan harga saham akan sulit untuk meningkat lagi. Dalam mengantisipasi hal tersebut banyak perusahaan melakukan pemecahan saham.
Secara teoritis pemecahan saham tidak akan menambah kekayaan pemegang saham, karena di satu sisi jumlah lembar saham yang dimiliki investor bertambah tetapi di sisi lain harga saham turun secara proporsional. Namun dengan melakukan pemecahan saham diharapkan likuiditas sahamnya akan meningkat, karena investor dapat membeli saham dengan harga yang relatif lebih rendah (Muazaroh dan Iramani, 2005). Meskipun pemecahan saham tidak memberikan nilai ekonomis bagi pemegang saham, namun tindakan ini sering dilakukan oleh perusahaan.
Teori yang mendukung peristiwa pemecahan saham ini antar lain Signaling Theory dan Trading Range Theory. Menurut Signaling Theory, pemecahan saham. Merupakan suatu sinyal dari manajer bahwa perusahaan berada dalam kondisi keuangan yang baik. Manajer ingin menyampaikan informasi yang lengkap dan akurat tentang kondisi ataupun prospek perusahaan kepada pihak yang membutuhkan informasi sebelum dilakukan pemecahan saham, pihak luar tidak mendapatkan informasi yang cukup guna mengetahui kondisi perusahaan. Dengan adanya suatu sinyal yang baik berupa informasi disampaikan perusahaan, pihak luar dapat mengetahui kinerja keuangan yang dapat dilihat dari ROI dan EPS-nya. Sedangkan menurut Trading Range Theory menyatakan bahwa pemecahan saham akan meningkatkan likuiditas perdagangan saham. Menurut teori ini, harga saham yang terlalu tinggi (overprice) menyebabkan kurang aktifnya saham tersebut diperdagangkan. Dengan adanya pemecahan saham, harga saham menjadi tidak terlalu tinggi, sehingga akan semakin banyak investor yang mampu bertransaksi. Dengan adanya penataan harga ke rentang yang lebih rendah maka menimbulkan reaksi yang positif dari pasar. Para analis maupun pelaku pasar dapat mengetahui tingkat kemahalan harga saham melalui PER dan PBV-nya. Hal ini juga diperkuat oleh pendapatnya Marwata (2001).
Dalam dunia bisnis, terutama dalam perdagangan saham yang terdapat di pasar modal, banyak sekali aktivitas perdagangan yang dilakukan oleh para investor untuk memperoleh keuntungan (return). Pemecahan saham memberikan informasi kepada investor tentang prospek peningkatan return masa depan yang substansial (Marwata, 2001). Return yang meningkat tersebut dapat diprediksi dan merupakan sinyal tentang laba jangka pendek dan jangka panjang (Bar-Josef dan Brown, 1997), dalam Marwata (2001). Dengan melihat return yang bisa diperoleh, maka investor akan tertarik untuk berinvestasi, jadi return merupakan salah satu faktor yang mendasari investor untuk membeli saham.
Kinerja keuangan perusahaan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi keputusan pemecahan saham, karena kinerja keuangan merupakan alat ukur keberhasilan perusahaan untuk menghasilkan laba dan mencerminkan kondisi suatu perusahaan Copeland (1979;116) dalam Marwata (2001), menyatakan bahwa salah satu gambaran prospek bagus adalah kinerja keuangan yang bagus perusahaan yang melakukan pemecahan saham memerlukan cukup biaya, oleh karena itu hanya perusahaan yang mempunyai prospek bagus saja yang mampu melakukan.
Kode File : F019
File skripsi ini meliputi :
Bentuk file : Ms.word
Donasi : Rp. 50.000,-
Secara teoritis pemecahan saham tidak akan menambah kekayaan pemegang saham, karena di satu sisi jumlah lembar saham yang dimiliki investor bertambah tetapi di sisi lain harga saham turun secara proporsional. Namun dengan melakukan pemecahan saham diharapkan likuiditas sahamnya akan meningkat, karena investor dapat membeli saham dengan harga yang relatif lebih rendah (Muazaroh dan Iramani, 2005). Meskipun pemecahan saham tidak memberikan nilai ekonomis bagi pemegang saham, namun tindakan ini sering dilakukan oleh perusahaan.
Teori yang mendukung peristiwa pemecahan saham ini antar lain Signaling Theory dan Trading Range Theory. Menurut Signaling Theory, pemecahan saham. Merupakan suatu sinyal dari manajer bahwa perusahaan berada dalam kondisi keuangan yang baik. Manajer ingin menyampaikan informasi yang lengkap dan akurat tentang kondisi ataupun prospek perusahaan kepada pihak yang membutuhkan informasi sebelum dilakukan pemecahan saham, pihak luar tidak mendapatkan informasi yang cukup guna mengetahui kondisi perusahaan. Dengan adanya suatu sinyal yang baik berupa informasi disampaikan perusahaan, pihak luar dapat mengetahui kinerja keuangan yang dapat dilihat dari ROI dan EPS-nya. Sedangkan menurut Trading Range Theory menyatakan bahwa pemecahan saham akan meningkatkan likuiditas perdagangan saham. Menurut teori ini, harga saham yang terlalu tinggi (overprice) menyebabkan kurang aktifnya saham tersebut diperdagangkan. Dengan adanya pemecahan saham, harga saham menjadi tidak terlalu tinggi, sehingga akan semakin banyak investor yang mampu bertransaksi. Dengan adanya penataan harga ke rentang yang lebih rendah maka menimbulkan reaksi yang positif dari pasar. Para analis maupun pelaku pasar dapat mengetahui tingkat kemahalan harga saham melalui PER dan PBV-nya. Hal ini juga diperkuat oleh pendapatnya Marwata (2001).
Dalam dunia bisnis, terutama dalam perdagangan saham yang terdapat di pasar modal, banyak sekali aktivitas perdagangan yang dilakukan oleh para investor untuk memperoleh keuntungan (return). Pemecahan saham memberikan informasi kepada investor tentang prospek peningkatan return masa depan yang substansial (Marwata, 2001). Return yang meningkat tersebut dapat diprediksi dan merupakan sinyal tentang laba jangka pendek dan jangka panjang (Bar-Josef dan Brown, 1997), dalam Marwata (2001). Dengan melihat return yang bisa diperoleh, maka investor akan tertarik untuk berinvestasi, jadi return merupakan salah satu faktor yang mendasari investor untuk membeli saham.
Kinerja keuangan perusahaan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi keputusan pemecahan saham, karena kinerja keuangan merupakan alat ukur keberhasilan perusahaan untuk menghasilkan laba dan mencerminkan kondisi suatu perusahaan Copeland (1979;116) dalam Marwata (2001), menyatakan bahwa salah satu gambaran prospek bagus adalah kinerja keuangan yang bagus perusahaan yang melakukan pemecahan saham memerlukan cukup biaya, oleh karena itu hanya perusahaan yang mempunyai prospek bagus saja yang mampu melakukan.
Kode File : F019
File skripsi ini meliputi :
- Bab I – V (pendahuluan – penutup) lengkap
- Daftar Pustaka
Bentuk file : Ms.word
Donasi : Rp. 50.000,-
Selasa, 02 Februari 2010
Persepsi Manajemen Badan Usaha Milik Negara/Daerah dan Badan Usaha Milik Swasta di Jawa Timur terhadap Management Audit sebagai Strategi untuk Mencegah dan Mendeteksi Kecurangan pada Fungsi Pembelian
Fungsi pembelian merupakan fungsi yang diangap sangat penting dan rawan bagi hampir semua perusahaan sehingga bisa menjadi sumber pemborosan apabila tidak diselenggarakan dengan baik. Kecurangan yang terjadi pada fungsi pembelian bisa merugikan perusahaan dalam jumlah besar. Lewat management audit, efisiensi, efektivitas dan ekonomisasi organisasi dievaluasi untuk kemudian menentukan langkah yang diperlukan atau rekomendasi dalam mengatasi kelemahan sekaligus mencegah tindakan curang yang dilakukan baik oleh pihak intern maupun ekstern. Dengan demikian, management audit merupakan strategi yang bisa digunakan untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan pada fungsi pembelian.
Management audit selama ini lebih dikenal oleh BUMN/BUMD daripada BUMS, BUMS lebih familiar dengan audit keuangan. Pada penelitian ini penulis ingin mengetahui apakah terdapat perbedaan persepsi antara manajemen BUMN/BUMD dan BUMS di Jawa Timur terhadap management audit sebagai strategi untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan pada fungsi pembelian. Penulis meninjau kemungkinan perbedaan persepsi tersebut dari kepemilikan perusahaan, bidang studi pendidikan manajemen dan level manajemen.
Ditinjau dari kepemilikan perusahaan , responden dalam penelitian ini diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu BUMN/BUMD dan BUMS. Ditinjau dari bidang studi pendidikan, responden dalam penelitian ini diklasifikasikan menjadi empat kelompok, yaitu responden dengan bidang studi pendidikan Psikologi/Sosiologi, Hukum/Kriminologi, Ekonomi, dan bidang studi pendidikan lainnya diluar ketiga kelompok tersebut. Ditinjau dari level manajemen, responden penelitian diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu top management, middle management, dan lower management.
Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah U-Mann Whitney untuk hipotesis ditinjau dari kepemilikan perusahaan, dan Kruskall Wallis untuk hipotesis ditinjau dari bidang studi pendidikan manajemen dan level manajemen. Hasil uji statistik terhadap hipotesis-hipotesis menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan persepsi manajemen yang signifikan terhadap management audit sebagai strategi untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan pada fungsi pembelian, baik ditinjau dari kepemilikan perusahaan, bidang studi pendidikan maupun level manajemen.
Kode File : F060
File skripsi ini meliputi :
- Bab I – V (pendahuluan – penutup) lengkap
- Daftar Pustaka
Bentuk file : Ms.Word
Donasi : Rp. 40.000,-
Management audit selama ini lebih dikenal oleh BUMN/BUMD daripada BUMS, BUMS lebih familiar dengan audit keuangan. Pada penelitian ini penulis ingin mengetahui apakah terdapat perbedaan persepsi antara manajemen BUMN/BUMD dan BUMS di Jawa Timur terhadap management audit sebagai strategi untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan pada fungsi pembelian. Penulis meninjau kemungkinan perbedaan persepsi tersebut dari kepemilikan perusahaan, bidang studi pendidikan manajemen dan level manajemen.
Ditinjau dari kepemilikan perusahaan , responden dalam penelitian ini diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu BUMN/BUMD dan BUMS. Ditinjau dari bidang studi pendidikan, responden dalam penelitian ini diklasifikasikan menjadi empat kelompok, yaitu responden dengan bidang studi pendidikan Psikologi/Sosiologi, Hukum/Kriminologi, Ekonomi, dan bidang studi pendidikan lainnya diluar ketiga kelompok tersebut. Ditinjau dari level manajemen, responden penelitian diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu top management, middle management, dan lower management.
Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah U-Mann Whitney untuk hipotesis ditinjau dari kepemilikan perusahaan, dan Kruskall Wallis untuk hipotesis ditinjau dari bidang studi pendidikan manajemen dan level manajemen. Hasil uji statistik terhadap hipotesis-hipotesis menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan persepsi manajemen yang signifikan terhadap management audit sebagai strategi untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan pada fungsi pembelian, baik ditinjau dari kepemilikan perusahaan, bidang studi pendidikan maupun level manajemen.
Kode File : F060
File skripsi ini meliputi :
- Bab I – V (pendahuluan – penutup) lengkap
- Daftar Pustaka
Bentuk file : Ms.Word
Donasi : Rp. 40.000,-
Detektor Pengaman Rumah, Komponen-Komponen Yang Mendasari, Pembuatan Dan Cara Kerja Alat
Pada jaman krisis multidimensi sekarang ini banyak sekali masyarakat kita yang kekurangan biaya untuk mencukupi kebutuhan hidupnya sehari-hari, maka dari itu banyak juga masyarakat kita yang mengambil jalan pintas untuk dapat mencukupi kebutuhannya dengan menghalalkan segala cara, seperti membobol rumah ketika si pemilik rumah sedang tidak ada di rumah.
Dengan berkembangnya teknologi saat ini, maka suatu tantangan bagi kami untuk menciptakan suatu alat sederhana namun memiliki daya ketelitian dan ketepatan yang akurat. Di sini penulis ingin mencoba mengetengahkan satu alat yang dikontrol oleh sebuah Phototransistor dan dua buah infra merah yakni “DETEKTOR PENGAMAN RUMAH”. Alat ini diciptakan untuk dapat mempermudah pekerjaan manusia.
Kode File : S020
File skripsi ini meliputi :
Bentuk file : PDF
Donasi : Rp. 40.000,-
Dengan berkembangnya teknologi saat ini, maka suatu tantangan bagi kami untuk menciptakan suatu alat sederhana namun memiliki daya ketelitian dan ketepatan yang akurat. Di sini penulis ingin mencoba mengetengahkan satu alat yang dikontrol oleh sebuah Phototransistor dan dua buah infra merah yakni “DETEKTOR PENGAMAN RUMAH”. Alat ini diciptakan untuk dapat mempermudah pekerjaan manusia.
Kode File : S020
File skripsi ini meliputi :
- Halaman depan
- Bab I – V (pendahuluan – penutup)
- Lampiran2
Bentuk file : PDF
Donasi : Rp. 40.000,-
Studi Stabilitas Transient Sistem Tenaga Listrik Dengan Metode Kriteria Luas Sama Menggunakan Matlab
Listrik adalah bentuk energi sekunder yang paling praktis penggunaanya oleh manusia, Kebutuhan listrik di masyarakat semakin meningkat seiring dengan meningkatnya pemanfaatan tenaga listrik. Sistem tenaga listrik yang baik adalah sistem tenaga yang dapat melayani beban secara kontinyu tegangan dan frekwensi yang konstan, fluktuasi tegangan dan frekuensi yang terjadi harus berada pada batas toleransi yang diizinkan agar peralatan listrik konsumen dapat bekerja dengan baik dan aman. Oleh karena itu diperlukan suatu analisis sistem tenaga listrik untuk menentukan apakah sistem tersebut stabil atau tidak jika terjadi gangguan. Stabilitas transient didasarkan pada kondisi kestabilan ayunan pertama (first swing) dengan periode waktu penyelidikan pada detik pertama terjadi gangguan.
Salah satu metode yang dapat digunakan untuk menentukan kestabilan suatu sistem tenaga listrik apabila mengalami gangguan adalah metode kriteria luas sama. Walaupun metode ini tidak dapat dipergunakan untuk sstem multimesin namun sangatlah membantu untuk memahami faktor-faktor dasar yang mempengaruhi stabilitas transient sistem tenaga listrik. Kondisi peralihan dari sistem tenaga listrik pada saat gangguan dilukiskan secara matematis melalui persamaan diferensial. Salah satu metode numerik yang dapat digunakan untuk menyelasaikan persamaan diferensial tersebut adalah Metode Runge Kutta Orde-4. Teknik analisa data dilakukan dengan melakukan simulasi perhitungan dengan menggunakan matlab.
Dengan menggunakan model sistem tenaga listrik yang terdiri dari sebuah mesin dan 1 bus infinite dengan saluran transmisi ganda dimana gannguan tiga fasa terjadi pada salah satu saluran maka dengan metode kriteria luas sama menggunakan matlab bahwa dari sistem tenaga listrik tersebut didapatkan nilai sudut kerja awal 20,32310, sudut pemutus kritis 101,12630, sudut ayunan maksimum 151,4740, dan waktu pemutusan kritis 0,25 detik Dari hasil studi penelitian yang dilakukan disarankan menseting breaker terbuka dengan sudut clearing (Clearing Angle) lebih kecil atau sama dengan sudut kritis karena pada saat terjadi gangguan pada sistem tenaga listrik yang mendadak dan besar akan didapatkan kestabilan sistem kembali normal masih ada.
Key Word : Stabilitas Transient, Sistem Tenaga Listrik, Metode Kriteria Luas Sama, sudut pemutus kritis, waktu pemutus kritis.
Kode File : S019
File skripsi ini meliputi :
Bentuk file : Ms.Word
Donasi : Rp. 50.000,-
Salah satu metode yang dapat digunakan untuk menentukan kestabilan suatu sistem tenaga listrik apabila mengalami gangguan adalah metode kriteria luas sama. Walaupun metode ini tidak dapat dipergunakan untuk sstem multimesin namun sangatlah membantu untuk memahami faktor-faktor dasar yang mempengaruhi stabilitas transient sistem tenaga listrik. Kondisi peralihan dari sistem tenaga listrik pada saat gangguan dilukiskan secara matematis melalui persamaan diferensial. Salah satu metode numerik yang dapat digunakan untuk menyelasaikan persamaan diferensial tersebut adalah Metode Runge Kutta Orde-4. Teknik analisa data dilakukan dengan melakukan simulasi perhitungan dengan menggunakan matlab.
Dengan menggunakan model sistem tenaga listrik yang terdiri dari sebuah mesin dan 1 bus infinite dengan saluran transmisi ganda dimana gannguan tiga fasa terjadi pada salah satu saluran maka dengan metode kriteria luas sama menggunakan matlab bahwa dari sistem tenaga listrik tersebut didapatkan nilai sudut kerja awal 20,32310, sudut pemutus kritis 101,12630, sudut ayunan maksimum 151,4740, dan waktu pemutusan kritis 0,25 detik Dari hasil studi penelitian yang dilakukan disarankan menseting breaker terbuka dengan sudut clearing (Clearing Angle) lebih kecil atau sama dengan sudut kritis karena pada saat terjadi gangguan pada sistem tenaga listrik yang mendadak dan besar akan didapatkan kestabilan sistem kembali normal masih ada.
Key Word : Stabilitas Transient, Sistem Tenaga Listrik, Metode Kriteria Luas Sama, sudut pemutus kritis, waktu pemutus kritis.
Kode File : S019
File skripsi ini meliputi :
- Halaman depan
- Bab I – V (pendahuluan – penutup)
- Lampiran2
Bentuk file : Ms.Word
Donasi : Rp. 50.000,-
Gambaran Sistem Pengelolaan Rekam Medis di Rumah Sakit XX
Di unit rekam medis RS XX petugas masih bekerja merangkap sebagai operator dan admitting office atau pendaftaran rawat inap sehingga pekerjaan pokok sebagai rekam medis sering terbengkalai. Sedangkan dalam pengolahan data dan statistik rumah sakit masih dikerjakan secara manual meskipun sudah mempunyai SIMRS karena SIMRS yang ada di rekam medis hanya sebatas penginputan data pasien saja, sehinga semua ini mengakibatkan terlambatnya petugas dalam menyajikan statistik kegiatan pelayanan rumah sakit dan fungsi unit rekam medis yang diharapkan tidak bisa terlaksana sebagaimana mestinya. Dan tujuan penelitian adalah mengetahui SDM, Sarana dan Prasarana, kerjasama tim, Standar Operasional Prosedur dan alur rekam medis di rumah sakit Lancang Kuning Pekanbaru tahun 2008.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif, yang dilakukan mulai bulan Agustus 2008 dengan tujuan mendapatkan informasi tentang sistem pengelolaan rekam medis. Informan utama adalah Direktur Rumah Sakit, Koordinator rekam medis, petugas rekam medis, sedangkan informan penunjang adalah perawat UGD, perawat rawat inap di Rumah Sakit XX.
Hasil penelitian adalah jumlah tenaga rekam medis memang kurang mengingat beban kerja yang mereka lakukan merangkap sebagai operator, pendaftaran pasien rawat inap dan sebagai pengolahan data dan statistik rumah sakit, sedangkan jumlah mereka hanya 5 orang yang mana dinas per shift nya 1 orang dan ini tidak memungkinkan untuk petugas dalam menjalankan kegiatannya. Untuk sarana dan prasarana di rekam medis masih kurang karena komputer yang ada hanya 2 unit sedangkan dalam pelaksanaannya yang dibutuhkan minimal 3 unit karena mereka mempunyai 2 loket pendaftaran yaitu rawat inap dan poliklinik sedangkan 1 unit lagi untuk pengolahan data rekam medis, kemudian SIMRS yang ada pemanfaatannya belum optimal karena masih sebatas penginputan data pasien. Hubungan kerjasama tim dan antar unit sudah terjalin dengan baik walaupun kadang-kadang terjadi selisih paham, tapi bisa diatasi dengan cepat. Untuk SOP pada rekam medis sudah ada tapi belum disahkan oleh pihak manajemen, karena dari pihak manajemen tidak ada menanyakannya sehingga petugas tidak terlalu terpaku bekerja sesuai dengan SOP yang ada, selain SOP rekam medis juga membuat job descrpition untuk masing-masing petugas tetapi petugas tidak menjalani sepenuhnya karena terfokus pada operator telepon atau custumer service dan pendaftaran pasien rawat inap. Untuk alur pasien sudah baik hanya alur rekam medis saja yang dinilai belum efektif karena berkas pasien pulang lambat masuk ke rekam medis sehingga petugas terkendala dalam pengolahan data.
Kesimpulannya Jumlah Sumber Daya Manusia rekam medis yang berjumlah 5 orang di nilai belum cukup dan efektif dalam pengelolaan rekam medis supaya tercapainya tertib administrasi rumah sakit, dikarenakan petugas yang bertugas per shift 1 orang kecuali shift pagi berjumlah 2 orang. Karena job yang dibebankan kepada petugas selain job rekam medis juga merangkap sebagai operator telepon dan pelayanan admitting atau pendaftaran pasien baik rawat inap maupun poliklinik, sehingga job utama sering terbengkalai. Sarana dan Prasarana di ruang rekam medis masih minim sehingga petugas tidak maksimal dalam bekerja, karena jumlah komputer yang masih kurang yang hanya ada 2 buah sedangkan minimal 3 buah yaitu untuk pendaftaran pasien rawat inap karena loket pendaftarannnya berada jauh dari ruang rekam medis, untuk pendaftaran pasien poliklinik harus ada 1 unit komputer jadi petugas tidak perlu mendaftarkan secara manual dan satu unit komputer untuk pengolahan data dan pembuatan statistik rumah sakit yang berada di ruang pengolahan. Kemudian SIMRS ruangan rekam medis belum optimal dalam pemanfaatannya, serta rak penyimpanan rekam medis perlu dibuat sesuai dengan kebutuhan. Dalam hal kerjasama tim dan antar unit lain tidak ada masalah atau kendala yang dapat menghambat pelayanan kesehatan sehinga petugas dapat bekerja denga baik dan benar. Standar Operasional Prosedur (SOP) di ruang rekam medis sudah ada dan di buat oleh petugas rekam medis, tetapi belum disahkan oleh pihak manajemen karena tidak pernah ditanyakan. Kemudian selain SOP rekam medis juga membuat job desctiption masing-masing petugas sebagai pedoman dalam bekerja tetapi karena ada nya penambahan tanggung jawab kepada petugas rekam medis yaitu merangkap sebagai operator jadi petugas tidak terpaku pada SOP dan Job Description yang ada. Alur rekam medis dalam hal ini untuk alur berkas rekam medis masih berbelit sehingga petugas rekam medis dalam pembuatan sensus harian untuk statistik rumah sakit tidak tepat pada waktnya.
Kode File : L033
File Proposal ini terdiri atas :
- Bab 1 – 5 (pendahuluan – penutup) lengkap
- Daftar pustaka
- Lampiran2 (instrumen penelitian)
Bentuk file : PDF
Donasi : Rp. 40.000,-
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif, yang dilakukan mulai bulan Agustus 2008 dengan tujuan mendapatkan informasi tentang sistem pengelolaan rekam medis. Informan utama adalah Direktur Rumah Sakit, Koordinator rekam medis, petugas rekam medis, sedangkan informan penunjang adalah perawat UGD, perawat rawat inap di Rumah Sakit XX.
Hasil penelitian adalah jumlah tenaga rekam medis memang kurang mengingat beban kerja yang mereka lakukan merangkap sebagai operator, pendaftaran pasien rawat inap dan sebagai pengolahan data dan statistik rumah sakit, sedangkan jumlah mereka hanya 5 orang yang mana dinas per shift nya 1 orang dan ini tidak memungkinkan untuk petugas dalam menjalankan kegiatannya. Untuk sarana dan prasarana di rekam medis masih kurang karena komputer yang ada hanya 2 unit sedangkan dalam pelaksanaannya yang dibutuhkan minimal 3 unit karena mereka mempunyai 2 loket pendaftaran yaitu rawat inap dan poliklinik sedangkan 1 unit lagi untuk pengolahan data rekam medis, kemudian SIMRS yang ada pemanfaatannya belum optimal karena masih sebatas penginputan data pasien. Hubungan kerjasama tim dan antar unit sudah terjalin dengan baik walaupun kadang-kadang terjadi selisih paham, tapi bisa diatasi dengan cepat. Untuk SOP pada rekam medis sudah ada tapi belum disahkan oleh pihak manajemen, karena dari pihak manajemen tidak ada menanyakannya sehingga petugas tidak terlalu terpaku bekerja sesuai dengan SOP yang ada, selain SOP rekam medis juga membuat job descrpition untuk masing-masing petugas tetapi petugas tidak menjalani sepenuhnya karena terfokus pada operator telepon atau custumer service dan pendaftaran pasien rawat inap. Untuk alur pasien sudah baik hanya alur rekam medis saja yang dinilai belum efektif karena berkas pasien pulang lambat masuk ke rekam medis sehingga petugas terkendala dalam pengolahan data.
Kesimpulannya Jumlah Sumber Daya Manusia rekam medis yang berjumlah 5 orang di nilai belum cukup dan efektif dalam pengelolaan rekam medis supaya tercapainya tertib administrasi rumah sakit, dikarenakan petugas yang bertugas per shift 1 orang kecuali shift pagi berjumlah 2 orang. Karena job yang dibebankan kepada petugas selain job rekam medis juga merangkap sebagai operator telepon dan pelayanan admitting atau pendaftaran pasien baik rawat inap maupun poliklinik, sehingga job utama sering terbengkalai. Sarana dan Prasarana di ruang rekam medis masih minim sehingga petugas tidak maksimal dalam bekerja, karena jumlah komputer yang masih kurang yang hanya ada 2 buah sedangkan minimal 3 buah yaitu untuk pendaftaran pasien rawat inap karena loket pendaftarannnya berada jauh dari ruang rekam medis, untuk pendaftaran pasien poliklinik harus ada 1 unit komputer jadi petugas tidak perlu mendaftarkan secara manual dan satu unit komputer untuk pengolahan data dan pembuatan statistik rumah sakit yang berada di ruang pengolahan. Kemudian SIMRS ruangan rekam medis belum optimal dalam pemanfaatannya, serta rak penyimpanan rekam medis perlu dibuat sesuai dengan kebutuhan. Dalam hal kerjasama tim dan antar unit lain tidak ada masalah atau kendala yang dapat menghambat pelayanan kesehatan sehinga petugas dapat bekerja denga baik dan benar. Standar Operasional Prosedur (SOP) di ruang rekam medis sudah ada dan di buat oleh petugas rekam medis, tetapi belum disahkan oleh pihak manajemen karena tidak pernah ditanyakan. Kemudian selain SOP rekam medis juga membuat job desctiption masing-masing petugas sebagai pedoman dalam bekerja tetapi karena ada nya penambahan tanggung jawab kepada petugas rekam medis yaitu merangkap sebagai operator jadi petugas tidak terpaku pada SOP dan Job Description yang ada. Alur rekam medis dalam hal ini untuk alur berkas rekam medis masih berbelit sehingga petugas rekam medis dalam pembuatan sensus harian untuk statistik rumah sakit tidak tepat pada waktnya.
Kode File : L033
File Proposal ini terdiri atas :
- Bab 1 – 5 (pendahuluan – penutup) lengkap
- Daftar pustaka
- Lampiran2 (instrumen penelitian)
Bentuk file : PDF
Donasi : Rp. 40.000,-
Rabu, 27 Januari 2010
Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Motivasi Perawat Untuk Melanjutkan Pendidikan Ke jenjang S1 Keperawatan
Pengembangan karyawan dirasa semakin penting manfaatnya karena tuntutan pekerjaan atau jabatan, sebagai akibat kemajuan teknologi dan semakin ketatnya persaingan. Setiap karyawan dituntut agar dapat bekerja efektif, efisien dan berkualitas dalam bekerja, sehingga daya saing institusi semakin besar. Pengembangan ini dilakukan untuk tujuan non karier maupun karier bagi para karyawan melelui pendidikan dan pelatihan. Salah satu jalan yang harus ditempuh manajemen tenaga kerja yang sekaligus merupakan salah satu fungsinya adalah memberikan kesempatan kepada karyawan mengikuti pendidikan dan pelatihan baik melalui jalur formal maupun non formal.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang keperawatan, serta tuntutan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan khususnya bidang keperawatan yang berkualitas juga semakin meningkat. Untuk itu dibutuhkan tenaga yang berkualitas dan profesional dibidang keperawatan, sehinggga mampu memberikan kontribusi yang bermakna sesuai dengan peran dan fungsinya. Atas dasar kondisi tersebut, maka pengembangan keperawatan dengan titik awal dari pendidikan keperawatan merupakan langkah yang cukup strategis. Tetapi kenyataan dilapangan tenaga keperawatan dengan kualifikasi S1/Sarjana Keperawatan sampai dengan tahun 2002 pada RSU Pemerintah Provinsi (RSUD Ulin Banjarmasin) sebanyak 2 orang, sedangkan untuk 9 RSUD Pemerintah Kabupaten serta 189 Puskesmas sampai saat ini masih belum ada, sedangkan pada institusi pendidikan baru terdapat 3 orang tenaga Sarjana Keperawatan dengan status sebagai guru/dosen.
Terbatasnya jumlah tenaga profesional keperawatan yang berpendidikan setingkat Sarjana menurut peneliti disebabkan oleh kurangnya motivasi perawat untuk melanjutkan pendidikannya kejenjang yang lebih tinggi. Yang dimaksud dengan motivasi disini adalah semua proses yang menjadi penggerak, alasan-alasan atau dorongan-dorongan dalam diri manusia yang menyebabkan sesorang berbuat sesuatu. Motivasi untuk melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi menurut peneliti kemungkinan berhubungan dengan faktor usia, jenis kelamin, status perkawinan dan dukungan atasan. Banyak lulusan D3 keperawatan yang mengalami phobia untuk melanjutkan pendidikan di FIK atau PSIK karena merasa untuk lulus seleksi saja sangat sulit. Terlebih lagi perkuliahan yang harus dijalani sangat padat, berat dan cukup melelahkan. Issue inilah yang kemungkinan membuat mereka merasa kalah sebelum bertanding.
Kode File : K028
File skripsi ini meliputi :
Donasi : Rp. 30.000,-
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang keperawatan, serta tuntutan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan khususnya bidang keperawatan yang berkualitas juga semakin meningkat. Untuk itu dibutuhkan tenaga yang berkualitas dan profesional dibidang keperawatan, sehinggga mampu memberikan kontribusi yang bermakna sesuai dengan peran dan fungsinya. Atas dasar kondisi tersebut, maka pengembangan keperawatan dengan titik awal dari pendidikan keperawatan merupakan langkah yang cukup strategis. Tetapi kenyataan dilapangan tenaga keperawatan dengan kualifikasi S1/Sarjana Keperawatan sampai dengan tahun 2002 pada RSU Pemerintah Provinsi (RSUD Ulin Banjarmasin) sebanyak 2 orang, sedangkan untuk 9 RSUD Pemerintah Kabupaten serta 189 Puskesmas sampai saat ini masih belum ada, sedangkan pada institusi pendidikan baru terdapat 3 orang tenaga Sarjana Keperawatan dengan status sebagai guru/dosen.
Terbatasnya jumlah tenaga profesional keperawatan yang berpendidikan setingkat Sarjana menurut peneliti disebabkan oleh kurangnya motivasi perawat untuk melanjutkan pendidikannya kejenjang yang lebih tinggi. Yang dimaksud dengan motivasi disini adalah semua proses yang menjadi penggerak, alasan-alasan atau dorongan-dorongan dalam diri manusia yang menyebabkan sesorang berbuat sesuatu. Motivasi untuk melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi menurut peneliti kemungkinan berhubungan dengan faktor usia, jenis kelamin, status perkawinan dan dukungan atasan. Banyak lulusan D3 keperawatan yang mengalami phobia untuk melanjutkan pendidikan di FIK atau PSIK karena merasa untuk lulus seleksi saja sangat sulit. Terlebih lagi perkuliahan yang harus dijalani sangat padat, berat dan cukup melelahkan. Issue inilah yang kemungkinan membuat mereka merasa kalah sebelum bertanding.
Kode File : K028
File skripsi ini meliputi :
- Halaman depan (abstrak, kata pengantar, daftar isi, dll)
- Bab I – V (pendahuluan – penutup) lengkap
- Daftar Pustaka
- Instrumen, dll
Donasi : Rp. 30.000,-
Langganan:
Postingan (Atom)