Data patologi dan data rumah sakit di Indonesia menunjukkan bahwa kejadian kanker serviks berada di peringkat pertama. Data tahun 1997, menunjukkan bahwa dari 12 Pusat Patologi di Indonesia, kanker serviks menduduki peringkat tertinggi, yaitu 25% dari 10 jenis kanker terbanyak laki-laki dan perempuan atau 26,4% dari 10 jenis kanker terbanyak pada perempuan. Selain kejadiannya tinggi, masalah lain adalah bahwa hampir 70% datang ke rumah sakit sudah dalam keadaan stadium lanjut. Ini berarti telah lebih dari Stadium IIB. Pada stadium ini, efektivitas pengobatan yang lengkap sekalipun hasilnya masih belum memuaskan dan mortalitas yang diakibatkannya tinggi.
Mengacu pada data Yayasan Kanker Indonesia, angka kematian akibat kanker serviks terbanyak di antara jenis kanker lain di kalangan perempuan. Angka kejadian sekitar 74 persen dibandingkan kanker ginekologi lainnya. Diperkirakan, 52 juta perempuan Indonesia berisiko terkena kanker serviks, sementara setiap tahunnya terjadi 15.000 kasus baru dengan kematian 8.000 orang. Sementara itu, data WHO tahun 2003 menyebutkan, sekitar 500.000 perempuan setiap tahunnya didiagnosis menderita kanker serviks dan hampir 60 persen di antaranya meninggal dunia. Secara epidemiologi, kanker serviks cenderung timbul pada kelompok usia 33-55 tahun, tetapi dapat juga timbul pada usia yang lebih muda.
Penyelenggaraan skrining kanker serviks dengan tes pap smear adalah sesuatu yang sudah ideal, walaupun diketahui pemeriksaan tes pap juga mempunyai keterbatasan, antara lain sensitivitasnya yang rendah di berbagai senter. Tapi penyelenggaraan tes pap secara luas apalagi secara nasional sangat sulit dilaksanakan di Indonesia. Hal ini disebabkan terkendala oleh faktor belum tersedianya sumber daya, khususnya spesialis Patologi Anatomik dan skriner sitologi sebagai pemeriksa sitologi di semua ibu kota provinsi, apalagi di kabupaten di Indonesia.
Untuk mengatasi hal di atas, perlu upaya pemecahan masalah dengan metode skrining lain yang lebih mampu laksana, cost effective dan dimungkinkan dilakukan di Indonesia. Salah satu metode alternatif skrining kanker serviks yang dapat menjawab ketentuan-ketentuan tersebut adalah inspeksi visual dengan pulasan asam asetat (IVA). IVA adalah pemeriksaan skrining kanker serviks dengan melihat secara langsung perubahan pada serviks setelah dipulas dengan asam asetat 3 – 5%. Dengan metode IVA, juga dapat diidentifikasi lesi prakanker serviks, baik Lesi Intraepitel Serviks Derajat Tinggi (LISDT), maupun Lest Intraepitel Serviks Derajat Rendah (LISDR). Adanya tampilan bercak putih setelah pulasan asam asetat mengindikasikan kemungkinan adanya lesi prakanker serviks.
Metode skrining IVA ini relatif mudah dan dapat dilakukan oleh dokter umum, bidan atau perawat yang telah dilatih. Jumlah profesi bidan di Indonesia yang potensial dapat dilatih agar dapat melakukan skrining kanker serviks, yaitu sejumlah 84.789 orang (data tahun 2004). Kelompok ini merupakan pasukan pemeriksa yang dapat diandalkan dalam upaya penanggulangan kanker serviks di Indonesia. Pemeriksaan inspeksi visual dengan asam asetat (IVA) adalah pemeriksaan yang pemeriksanya (dokter/bidan/paramedis) mengamati serviks yang telah diberi asam asetat/ asam cuka 3 - 5% secara inspekulo dan dilihat dengan penglihatan mata langsung (mata telanjang)
Sebagai suatu pemeriksaan skrining alternatif, pemeriksaan IVA memiliki beberapa manfaat jika dibandingkan dengan uji yang sudah ada, yaitu efektif (tidak jauh berbeda dengan uji diagnostik standar), lebih mudah dan murah, peralatan yang dibutuhkan lebih sederhana, hasilnya segera diperoleh sehingga tidak memerlukan kunjungan ulang, cakupannya lebih luas, dan pada tahap penapisan tidak dibutuhkan tenaga skriner untuk memeriksa sediaan sitologi. Informasi hasil dapat diberikan segera. Keadaan ini lebih memungkinkan dilakukan di negara berkembang, seperti Indonesia, karena hingga kini tenaga skriner sitologi masih sangat terbatas.
Kode File : K196
File skripsi ini meliputi
- Bagian depan (Daftar isi, daftar tabel, dll)
- Bab I – V (pendahuluan – penutup) lengkap
- Daftar pustaka
- Lampiran2 : instrumen, pengolahan data,dll
Bentuk file : WORD
Donasi : Rp. 100.000,-
saya sebagai seorang wanita sekaligus sebagai profesi bidan sangat prihatin dan ngeri bila mendengar semakin hari makin bertambahnya kasus penderita ca cervik.Dan ironisnya tidak banyak tenaga kesehatan khususnya bidan yang merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan pada masyarakat yang mempunyai ketrampilan untuk deteksi dini ca cervik,khususnya IVA.bahkan di kabupaten Rembang tidak banyak yang tahu tentang IVA,bagaimana caranya untuk bisa ikut pelatihan IVA.....?.Sehingga apabila semua bidan sudah bisa IVA di harapkan ca cervik dpt di deteksi lebih awal.
BalasHapustlng d'tayang'kan kasus yg menimpa wanita dg ca servik usia d'bawah 35th
BalasHapus