Pemerintah Indonesia dengan kebijakan Kepmenkes mengupayakan untuk mengaktifkan kembali kegiatan di posyandu, karena posyandulah tempat paling cocok untuk memberikan pelayanan kesehatan pada balita secara menyeluruh dan terpadu. Namun beberapa tahun belakangan ini kehadiran ibu ke posyandu semakin merosot tajam. Kesan yang ada, tujuan utama ibu balita datang ke posyandu adalah mengimunisasikan anak, sehingga begitu imunisasi anak sudah lengkap, ibu tidak lagi mau berkunjung ke posyandu, banyak posyandu yang tidak jalan karena kadernya kurang atau pasif
Posyandu yang langsung bersentuhan dengan masyarakat seharusnya mampu memberi perubahan dan meningkatkan status kesehatan masyarakat namun realita didapatkan status kesehatan masih rendah, hal itu ditandai dengan rendahnya kesehatan lingkungan seperti jumlah rumah tangga yang memiliki fasilitas air minum 51,60 % (64,48 % di perkotaan dan 43,25% di perdesaan), dan rendahnya kepemilikan jamban (hanya 8,6 % rumah tangga yang memiliki jamban, yaitu 13,6 % di perkotaan dan 8,6 % di pedesaan). Dalam hal pelayanan kesehatan, akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan masih rendah, antara lain ditandai oleh rendahnya kunjungan ke Puskesmas (61,6%), rendahnya kunjungan ke Balai Pengobatan Umum (61,6%), dan rendahnya kunjungan ke BKIA (20,22 %). Sementara itu perilaku masyarakat belum menunjukkan perilaku sehat, antara lain ditandai oleh rendahnya partisipasi penduduk usia 10 tahun ke atas yang berolahraga (hanya 22,6%), Jumlah perokok aktif cukup tinggi (laki-laki 62,9 % dan perempuan 1,4 %). Selain itu, pemanfaatan tempat pelayanan kesehatan hanya 40 %.
Gerakan sayang ibu (safe motherhood) yang dicanangkan pemerintah sejak 1988, masih belum mampu menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia. Saat ini saja diperkirakan masih 307/100 ribu kelahiran hidup (kh). Angka tersebut juga mendudukkan Indonesia pada urutan pertama soal tingginya AKI di antara negara-negara ASEAN. Meski terjadi penurunan sejak awal pencanangan program safe motherhood, yakni 450/100 ribu kh pada 1986 menjadi 390/100 ribu kh pada 1994 hingga akhirnya 307/100 ribu kh pada 2002, belum menandakan hasil yang maksimal dalam hal ini.
Sedangkan dari kondisi rumah tinggal, hanya 50,4 % memiliki rumah sesuai standar minimal rumah sehat. Dan indikasi merebaknya berbagai penyakit menular seperti demam berdarah, malaria, muntaber dan sebagainya menujukkan kualitas lingkungan rendah. Sementara itu perilaku masyarakat belum menunjukkan perilaku sehat, antara lain ditandai oleh rendahnya partisipasi penduduk usia 10 tahun ke atas yang berolahraga (hanya 22,6%), Jumlah perokok aktif cukup tinggi (laki-laki 62,9 % dan perempuan 1,4 %). Selain itu, pemanfaatan tempat pelayanan kesehatan hanya 40 %.(Menko Alwi Shihab,2005)
Kenyataan diatas masih jauh dengan capaian pembangunan kesehatan yang diamanatkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Bidang Kesehatan adalah mewujudkan pencapaian sasaran : 1) Meningkatnya Usia Harapan Hidup dari 66,2 tahun menjadi 70,6 tahun, 2) . Menurunnya angka kematian ibu melahirkan dari 307 /100.000 kelahiran hidup menjadi 226 /100.000 kelahiran hidup, 3). Menurunnya Angka Kematian Bayi dari 35 /1.000 kelahiran hidup menjadi 26 / 1.000 kelahiran hidup,4). Menurunnya angka prevalensi gizi kurang pada balita dari 25,6 % menjadi 20 %..
Kode file : K208
File skripsi/thesis ini meliputi :
- Bagian depan (daftar isi, dll)
- Bab 1 – 5 lengkap (pendahuluan s/d penutup)
- Daftar Pustaka
- Lampiran2 (kuesioner, dll)
Bentuk file : Ms.Word
Donasi : Rp. 125.000,-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan order/tinggalkan pesan dan email, kami akan kirimkan email file pesanan anda (SMS ke 086755605984)