Minggu, 08 November 2009

Hubungan antara pengetahuan dengan sikap tokoh masyarakat terhadap pencapaian program Desa Siaga

Sebuah desa dikatakan menjadi desa siaga apabila desa tersebut telah memiliki sekurang-kurangnya sebuah Pos Kesehatan Desa (PKD/Poskesdes). Salah satu bentuk pembinaannya yaitu menumbuhkan perilaku hidup bersih dan sehat pada setiap tatanan dalam masyarakat. Indikator keberhasilan lain dari desa siaga adalah mengacu pada cakupan pelayanan kesehatan dasar (utamanya KIA), cakupan pelayanan UKBM- UKBM lain, jumlah kasus kegawatdaruratan dan KLB yang ada dan  dilaporkan, cakupan rumah tangga yang mendapat kunjungan rumah untuk kadarzi dan PHBS, serta tertanganinya masalah kesehatan dengan respon cepat (Depkes, 2007).

Untuk mencapai keberhasilan program Desa Siaga tersebut mutlak diperlukan peran serta aktif dari masyarakat terutama kader kesehatan, karena inti kegiatan Desa Siaga adalah memberdayakan masyarakat agar mau dan mampu untuk hidup sehat. Oleh karena itu maka dalam pengembangannya diperlukan langkah-langkah pendekatan edukatif, yaitu upaya mendampingi (memfasilitasi) masyarakat untuk menjalani proses pembelajaran yang berupa proses pemecahan masalah-masalah kesehatan yang dihadapinya (Pua Geno, 2006).

Pentingnya peran serta masyarakat dalam program-program kegiatan pembangunan kesehatan, tidaklah bisa dipungkiri. Hasil observasi, pengalaman lapangan hingga keberhasilan cakupan suatu program yang telah dianalis membuktikan bahwa peran serta masyarakat sangat menentukan terhadap keberhasilan, kemandirian dan kesinambungan pembangunan kesehatan. Penyebabnya ada dua faktor, yaitu dapat menumbuhkan rasa memiliki (sense of belonging) dan faktor kesinambungan (continuity) pelaksanaan program kesehatan. Dengan demikian, maka sebaiknya dan seyogyanya pengorganisasian kegiatan masyarakat dalam pembangunan kesehatan harus dilakukan oleh masyarakat itu sendiri (BPPSDMK, 2009).

Perlu tekad kuat dan dilandasi kesadaran dan kemauan yang tinggi dari seluruh elemen masyarakat untuk mencapai keberhasilan desa siaga, karena Desa siaga adalah desa yang masyarakatnya memiliki kesiapan sumberdaya dan kemampuan serta kemauan untuk mencegah dan mengatasi masalah-masalah kesehatan, bencana dan kegawatdaruratan kesehatan secara mandiri. Sumberdaya yang dimaksud adalahh para tokoh masyarakat, tokoh agama, dan kader kesehatan serta masyarakat pada umumnya. Kemampuan didasari oleh pengetahuan dan keterampilan yang memadai, sedangkan kemauan harus didukung oleh sikap yang positif dari seluruh elemen masyarakat, khususnya para tokoh masyarakatnya.

Kode File : K188

File Proposal ini meliputi :

  • Bab 1 - 3 (Pendahuluan-mettpen) lengkap

  • Daftar Pustaka

  • Instrumen/Kuesioner


Bentuk File : Ms.Word
Donasi : Rp. 50.000,-

Pengaruh Stimulasi Kutaneus: Slow-Stroke Back Massage Terhadap Intensitas Nyeri Osteoartritis Pada Lansia Di Panti Werdha XX

Penyakit osteoartritis adalah hasil dari peristiwa mekanik dan biologik yang mengakibatkan tidak stabilnya degradasi dan sintesis kondrosit kartilago artikuler serta matriks ekstraseluler. Salah satu faktor resiko yang memicu ketidakstabilan ini adalah proses penuaan. Penuaan mendorong terbentuknya tonjolan-tonjolan tulang (osteofit) dan degradasi kartilago sehingga timbul gejala klinis primer berupa nyeri sendi. Salah satu cara non farmakologi untuk mengatasi nyeri ini adalah dengan pemberian stimulasi kulit dengan tehnik slow-stroke back massage. Mekanisme kerja stimulasi kutaneus: slow-stroke back massage dalam menurunkan intensitas nyeri menggunakan prinsip teori gate control dan teori endorphin. Penelitian pra eksperimen ini dirancang untuk mengetahui pengaruh pemberian stimulasi kutaneus: slow-stroke back massage terhadap intensitas nyeri osteoartritis. Untuk keperluan tersebut, maka desain yang digunakan adalah pra eksperimental dengan pendekatan one group pre test-post test. Subyek penelitian adalah lansia yang berusia 55 tahun ke atas di Panti Werdha XX, didapatkan subyek penelitian sebanyak 10 orang yang ditentukan dengan tehnik purposive sampling. Penelitian dilaksanakan mulai tanggal 15 Desember 2007 sampai 5 Januari 2008. Tehnik pengumpulan data menggunakan metode wawancara dan observasi. Berdasarkan uji statistik Wilcoxon Signed Rank Test dengan α = 0,05 didapatkan p value < α (0,011 < 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa pemberian stimulasi kutaneus: slow-stroke back massage mempunyai pengaruh terhadap intensitas nyeri osteoartritis pada lansia.

Kode File : K205

File Skripsi ini terdiri atas :

- Bab 1 – 5 (pendahuluan – penutup) lengkap

- Daftar pustaka

- Lampiran2 (instrumen, pengolahan data, dll)

Bentuk file : Ms.Word

Donasi : Rp. 90.000,-

Hubungan Otonomi dan Beban Kerja Perawat Dengan Kepuasan Kerja Di Ruang XX Rumah Sakit YY

Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan otonomi perawat di rumah sakit diantaranya adalah: 1) Faktor kebijakan rumah sakit yang tidak memiliki kerangka dan batasan kerja untuk perawat. 2) belum adanya sistem registrasi yang mapan dan 3) persoalan kode etik. Segala bentuk praktek pelayanan kesehatan yang dilakukan perawat terkesan tidak terikat oleh kode etik profesi. Kelemahan diunsur otonomi profesi ini mendudukkan perawat pada posisi yang lemah. Rendahnya otonomi kerja yang diberikan kepada perawat didukung oleh tingginya beban kerja non fungsi perawat berdampak pada stress kerja yang dialami perawat. Faktor-faktor yang mempengaruhi beban kerja perawat antara lain adalah: kondisi pasien, jumlah pasien, tingkat ketergantungan pasien serta waktu yang diperlukan untuk setiap tindakan keperwatan terhadap pasien baik secara langsung maupun tudak langsung

Otonomi adalah hal yang sangat berpengaruh terhadap kesuksesan sebuah profesi, pemberian otonomi yang sesuai standar keperawatan akan memberikan kepuasan tersendiri pada perawat dan juga dapat menunjukkan profesionalisme profesi.keperawatan. Rendahnya otonomi kerja yang diberikan kepada perawat didukung oleh tingginya beban kerja non fungsi perawat berdampak pada stress kerja yang dialami perawat yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap kepuasan kerja perawat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara otonomi dan beban kerja perawat terhadap kepuasan kerja. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif korelasional dengan pendekatan cross sectional. Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah perawat pelaksana pada shif pagi. Hasil penelitian yang menggunakan uji stastitik regresi linier ganda dengan tingkat kepercayaan 95% menunjukkan bahwa semakin tinggi otonomi maka semakin tinggi kepuasan kerja perawat dan semakin tinggi beban kerja maka semakin rendah kepuasan kerja yang dimiliki perawat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara otonomi dan beban kerja perawat dengan kepuasan kerja di Ruang XX. sehingga diperlukan suatu kebijakan tentang pengelolaan beban kerja yang adekuat oleh manajemen rumah sakit.

Kode File : K204

File Skripsi ini terdiri atas :

- Bab 1 – 5 (pendahuluan – penutup) lengkap

- Daftar pustaka

- Lampiran2 (instrumen, pengolahan data, dll)

Bentuk file : Ms.Word

Donasi : Rp. 90.000,-

Gambaran pola makan klien dengan hipertensi derajat II di Puskesmas XX

Dengan semakin meningkatnya pendapatan seseorang biasanya akan merubah gaya hidupnya menjadi kebarat-baratan. Pemandangan seperti ini banyak dijumpai di kota-kota seperti banyak dijumpai Restoran Fast Food, Fried Chicken, Pizza Hut dan lain-lain yang dengan mudah menggeser pola makan masyarakat. Makanan yang disajikan direstoran umumnya memiliki kandungan tinggi lemak dan tinggi protein. Dan juga seseorang terlalu sering mengkonsumsi makanan tersebut dikhawatirkan lebih mudah terserang penyakit hipertensi dan penyakit lainnya.

Begitu pula dengan masyarakat di daerah pedalaman atau pegunungan yang rata-rata bermata pencaharian sebagai petani mempunyai peluang menderita hipertensi karena mempunyai kebiasaan makan yang dominan berasa asin dan senang makanan yang bersantan kental sehingga tidak menutup kemungkinan walaupun tinggal dikota ataupun di Pedesaan potensial menderita hipertensi

Menurut Purwati Saliman, Rahayu, (2004) Hipertensi lebih sering diitemukan pada Usia lanjut dan diperkirakan 23% wanita dan 14% pria lebih dari 65 tahun karena pada usia lanjut terjadi penurunan fungsi organ secara keseluruhan seperti pada jantung terjadi kekakuan pembuluh darah, sehingga memacu jantung bekerja lebih keras dan menimbulkan hipertensi. Dan menurut para ahli angka kematian akibat penyakit jantung dengan hipertensi adalah 3 x lebih sering dibandingkan usia lanjut tanpa hipertensi pada usia yang sama.

Mengingat fatalnya akibat hipertensi perlu upaya pencegahan hipertensi. Ada beberapa cara pencegahan yaitu cara farmakologis dan non farmakologis. Beberapa cara non farmakologis antara lain perubahan gaya hidup meliputi menghindari rokok, olah raga, menghindari alkohol, dan pola makan yang baik bagi penderita hipertensi.

Kode File : L032

File Proposal ini terdiri atas :

- Bab 1 – 3 (pendahuluan – metpen) lengkap

- Daftar pustaka

- Lampiran2 (instrumen, jadwal, dll)

Bentuk file : Ms.Word

Donasi : Rp. 40.000,-

Selasa, 03 November 2009

Analisis Nilai Ekonomi Pengolahan Persampahan Di Dinas Kebersihan

ANALISIS NILAI EKONOMI PENGELOLAAN


Permasalahan sampah tidak hanya di alami oleh bangsa Indonesia, akan tetapi telah menjadi permasalahan dunia. Pertumbuhan penduduk dunia yang bersinergi dengan pertumbuhan ekonomi dan teknologi telah melahirkan industri yang beraneka ragam. Selain mendatangkan kemudahan dan kenyamanan hidup bagi manusia, industri-industri ini juga menghasilkan limbah yang sering disebut dengan sampah. Sampah tidak akan pernah lepas dari denyut nadi kehidupan setiap manusia. Karena dalam berbagai aktivitas kehidupannya, setiap manusia akan menghasilkan sampah sebagai akibat dari penggunaan barang-barang konsumi yang dihasilkan oleh industri-industri tersebut.


Agar sampah-sampah tersebut nantinya tidak sampai mengakibatkan terjadinya proses degradasi lingkungan maka sampai saat ini tetap saja diperlukan cara-cara tertentu serta pengembangan yang tiada henti-hentinya dalam proses pengelolaan sampah. Pengelolaan sampah merupakan salah satu masalah besar yang selalu dihadapi di daerah perkotaan, terutama pada daerah yang padat jumlah penduduknya. Setiap pemerintah kota tentunya telah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi permasalahan ini. Akan tetapi masalah sampah ini tidak pernah selesai karena aktivitas kehidupan masyarakat di perkotaan yang sangat besar. Hal inilah yang mengakibatkan penangangan masalah sampah, baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya cenderung tidak seimbang.


Di banyak negara maju, sampah yang diproduksi oleh masyarakatnya (sampah organik dan anorganik) sedapat mungkin diolah dan digunakan kembali untuk dijadikan produk-produk yang bermanfaat.


Pemanfaatan sampah organik sebagai bahan utama kompos sudah biasa dilakukan. Karena selain dapat dijadikan pupuk ternyata sampah tersebut dapat mereduksi emisi gas rumah kaca.


Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang ada saat ini, pada dasarnya dioperasikan dengan sistem open dumping. Ini memungkinkan terjadinya proses dekomposisi bahan organik secara anaerobik menjadi gas Metana (CH4), Karbon dioksida (CO2), dan sejumlah kecil N2, H2. Gas Metana ini merupakan gas rumah kaca yang memiliki efek rumah kaca 20-30 kali lebih besar dibanding dengan Karbondioksida. (Suprihatin,2003)


Untuk setiap satu ton sampah yang terdapat di TPA rata-rata dapat menghasilkan 0.235 m³ gas Metana (Henry and Heinke, 1996), sedangkan jika dikomposkan akan dapat menghasilkan 0,5 ton kompos. Dengan demikian, dengan menghasilkan satu ton kompos, rata-rata emisi gas rumah kaca sebesar 0,47 ton metana atau setara dengan 9,4 ton karbon dioksida dapat dicegah. (Suprihatin,2003)


Protokol Kyoto, yang diadakan pada tahun 1997 (suatu pertemuan yang mengatur Kerangka Kerja Konvensi pada Perubahan Iklim Global) telah mencantumkan bahwa emisi gas rumah kaca dapat diperdagangkan. Meskipun untuk itu sebelumnya harus dilakukan suatu verifikasi dan sertifikasi. Harga reduksi emisi gas rumah kaca tersebut berkisar 5-20 dollar AS per ton karbon. (Suprihatin,2003)


Di Indonesia, ternyata perdagangan emisi gas rumah kaca ini telah dilakukan melalui mekanisme kerja sama antara Pemerintah Indonesia dengan Bank Dunia melalui Proyek West Java Environmental Management Project (WJEMP). Sasarannya adalah menghasilkan 100.000 ton kompos/tahun, sehingga diestimasi dapat menurunkan emisi 600.000 ton karbondioksida untuk setiap tahunnya. Melalui mekanisme perdagangan gas rumah kaca ini, produksi 100.000 ton kompos/tahun dapat menghasilkan nilai ekonomi sebesar 0,7-2,9 juta dollar AS/tahun. (Suprihatin,2003)


Penggunaan sampah anorganik untuk diolah kembali menjadi bahan yang bernilai ekonomis juga telah banyak yang dilakukan. Sebagai contoh, di Amerika Serikat kini telah banyak berdiri pusat-pusat recycle yang menerima berbagai macam produk yang dapat di recycle. Harga produk yang dapat di recycle bermacam-macam nilai ekonominya. Sebagai contoh harga kaleng coca cola dan sejenisnya dihargai 5 sen untuk setiap kalengnya. (Budianta,2003)


 


 


 


 


 


Kode File : L031


 


File Thesis ini terdiri atas :


-         Bab 1 – 5 (pendahuluan – penutup) lengkap


-         Daftar pustaka


-         Lampiran2 (instrumen, pengolahan data, dll)


 


Bentuk file : PDF


Donasi : Rp. 50.000,-


 

Kamis, 17 September 2009

Pengaruh Faktor-Faktor Kondisi Kesehatan, Kondisi Ekonomi Dan Kondisi Sosial Terhadap Kemandirian Orang Lanjut Usia

Peningkatan jumlah penduduk lanjut usia akan membawa dampak terhadap sosial ekonomi baik dalam keluarga, masyarakat, maupun dalam pemerintah. Implikasi ekonomis yang penting dari peningkatan jumlah penduduk adalah peningkatan dalam ratio ketergantungan usia lanjut (old age ratio dependency). Setiap penduduk usia produktif akan menanggung semakin banyak penduduk usia lanjut. Wirakartakusuma memperkirakan angka ketergantungan usia lanjut pada tahun 1995 adalah 6,93% dan tahun 2015 menjadi 8,74% yang berarti bahwa pada tahun 1995 sebanyak 100 penduduk produktif harus menyokong 7 orang usia lanjut yang berumur 65 tahun ke atas sedangkan pada tahun 2015 sebanyak 100 penduduk produktif harus menyokong 9 orang usia lanjut yang berumur 65 tahun ke atas. Ketergantungan lanjut usia disebabkan kondisi orang lanjut usia banyak mengalami kemunduran fisik maupun psikis, artinya mereka mengalami perkembangan dalam bentuk perubahan-perubahan yang mengarah pada perubahan yang negatif.

Untuk memperbaiki kualitas sumber daya manusia lanjut usia perlu mengetahui kondisi lanjut usia di masa lalu dan masa sekarang sehingga orang lanjut usia dapat diarahkan menuju kondisi kemandirian. Sehubungan dengan kepentingan tersebut perlu diketahui kondisi lanjut usia yang menyangkut kondisi kesehatan, kondisi ekonomi, dan kondisi sosial. Dengan mengetahui kondisikondisi itu, maka keluarga, pemerintah, masyarakat atau lembaga sosial lainnya dapat memberikan perlakuan sesuai dengan masalah yang menyebabkan orang lanjut usia tergantung pada orang lain. Jika lanjut usia dapat mengatasi persoalan hidupnya maka mereka dapat ikut serta mengisi pembangunan salah satunya yaitu tidak tergantung pada orang lain. Dengan demikian angka ratio ketergantungan akan menurun, sehingga beban pemerintah akan berkurang.

Kode File : L030

File Skripsi ini terdiri atas :

-         Bab 1 – 5 (pendahuluan – penutup) lengkap

-         Daftar pustaka

Bentuk file : PDF

Donasi : Rp. 25.000,-

Gambaran Sikap Dukun Bayi Dalam Pertolongan Persalinan Yang Benar Di Wilayah Puskesmas XX

Dukun bayi di wilayah Puskesmas XX masih banyak yang aktif menolong persalinan yaitu sebesar 14% dan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan hanya 86 %. Keadaan tersebut masih belum mencapai target Indonesia Sehat 2010 yakni 90 % pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan sehingga tidak dapat menurunkan angka kematian ibu (AKI) di Indonesia. Dari  data di Puskesmas XX angka kematian ibu tidak ada, namun masih terdapat angka kesakitan ibu yang ditandai tingginya rujukan dari dukun bayi akibat kesalahan pertolongan persalinan oleh dukun berjumlah 12 orang ibu bersalin (2005) dan 9 orang ibu bersalin (2006). Dengan rendahnya pendidikan dukun bayi yang membuat proses pencapaian target tersebut sulit tercapai dan diketahui bahwa dari 39 dukun bayi (26 orang dukun terlatih dan 13 orang dukun bayi tidak terlatih) 52 % berpendidikan SD, 40 % dukun bayi tidak tamat SD, 8 % dukun bayi tidak pernah mengenyam pendidikan formal, disertai frekuensi pelatihan tentang pertolongan persalinan yang benar di Puskesmas XX hanya 3 bulan sekali, tentunya dukun bayi tersebut mempunyai sikap dalam pertolongan persalinan yang benar sesuai dengan peran dukun sebagai penolong persalinan.

Desain penelitian ini adalah deskriptif yang bertujuan untuk memperoleh gambaran sikap dukun bayi dalam pertolongan persalinan yang benar di wilayah Puskesmas XX. Populasi penelitian ini adalah dukun bayi sejumlah 26 orang. Teknik sampling yang digunakan adalah total populasi sehingga sampel yang diambil sejumlah 26 responden.

Dari penelitian terhadap 26 responden didapatkan data sikap dukun yang tergolong positif adalah 61,5 % dan yang tergolong bersikap negatif adalah 38,5 %. Pada hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa sikap dukun bayi tersebut sudah baik. Mengingat pertolongan persalinan yang benar harus dimaksimalkan maka keadaan dukun bayi yang bersikap negatif sangat berbahaya dan perlu diturunkan. Sikap negatif tersebut memberi arti bahwa dukun bayi tersebut cenderung berperilaku negatif dan melakukan pertolongan persalinan dengan salah. Disarankan pula kepada pemerintah setempat untuk lebih meningkatkan kualitas pelatihan dukun bayi diwilayahnya demi tercapainya target Indonesia Sehat 2010 dan dapat menurunkan angka kematian ibu (AKI) di Indonesia pada umumnya. Walaupun tidak terdapat angka kematian ibu (AKI), namun tingginya angka rujukan dari dukun bayi akibat kesalahan pertolongan persalinan terhadap ibu bersalin perlu diturunkan.

Kode File : K187

File Skripsi ini terdiri atas :

-         Halaman depan (abstraks, daftar isi, dll)

-         Bab 1 – 5 (pendahuluan – penutup) lengkap

-         Daftar pustaka

-         Kuesioner

-         Lampiran-lampiran

Bentuk file : Ms.word

Donasi : Rp. 60.000,-